Oleh: Rahmattul Syawal*)
SUARAMUDA.NET, SEMARANG — Perkembangan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kota Padang menunjukkan gejala yang sangat mengkhawatirkan. Organisasi yang semestinya menjadi ruang pembinaan intelektual dan moral bagi mahasiswa, kini justru menghadapi persoalan serius terkait hilangnya tanggung jawab di kalangan pengurus serta ketidakjelasan arah kaderisasi.
Kaderisasi merupakan jantungnya organisasi, yang mana kalau kaderisasi tidak jalan maka matilah arah gerak setiap kader. Rusaknya kaderisasi PMII Kota Padang inilah yang menyebabkan komisariat dan rayon juga tidak tau arah geraknya mau kemana, bahkan ada komisariat yang hampir mati.
PMII Kota Padang yang seharusnya menjadi ruang tumbuhnya kader-kader progresif, kritis, dan berkarakter, justru tertampar dengan realita yang ada, PMII Kota Padang justru mengalami kemunduran-kemunduran yang sangat signifikan yang disebabkan hilangnya tanggung jawab dan tidak adanya arah kaderisasi.
Dua persoalan ini bukan sekadar isu administratif, melainkan problem mendasar yang mengancam keberlanjutan gerakan dan ancaman terhadap keberlangsungan Eksternal PMII kota Padang kedepannya.
Pertama, hilangnya tanggung jawab dan minimnya kesadaran di kepengurusan cabang terhadap proses kaderisasi sangat jelas. Banyak kader yang di struktural kepengurusan itu hanya mementingkan dan mencari pencitraan, jabatan, dan pengakuan, ketimbang memastikan proses kaderisasi berjalan sesuai dengan AD-ART dan PO yang berlaku.
Tidak adanya kejelasan program kerja dan hanya melakukan kegiatan seremonial tanpa adanya kegitan untuk menguatkan pemahaman ideologi, wawasan keislaman, dan kemampuan advokasi sosial kader.
Pengurus yang diberi amanah sering tidak menjalankan tugas dan wewenangnya secara konsisten. Alih-alih hadir sebagai contoh teladan, justru hanya fokus pada kepentingan personal, pencitraan, atau sekadar menjaga posisi dalam struktur organisasi.
Kedua, arah kaderisasi yang tidak jelas semakin memperburuk keadaan, tidak adanya peta jalan kaderisasi yang jelas, terukur dan berkelanjutan.
Pelatihan-pelatihan formal seperti MAPABA, PKD, hingga PKL, hanya menjadi seremonial pimpinan cabang tanpa menjadi penggerak utama dalam transformasi intelektual.
Mereka yang telah diberi amanah justru sering kali lepas tangan, enggan turun ke komisariat dan rayon untuk mempertanyakan “gimana keadaan komisariat dan rayon”, bahkan mereka malah enak menjilat sana-sini untuk mencari uang makan, panggung dan eksistensi.
Tidak ada program kaderisasi yang menuntun kader untuk memahami identitas ke-NU-an, ke Aswajaan, NDP, maupun orientasi gerakan sosial yang sejatinya menjadi nafas dari PMII itu sendiri.
Sebaliknya, kaderisasi hanya berjalan sporadis, hanya muncul ketika menjelang musyawarah, konsolidasi atau sekadar memenuhi syarat administratif.
Akibat dari itu, banyak melahirkan kader-kader instan yang hanya berlabelkan PMII tetapi miskin pemahaman dan gagasan, tidak adanya kekritisan kader bahkan miskin militansi dan loyalitas kader.
Situasi ini justru merusak martabat organisasi di mata publik, yang mana seharusnya PMII menjadi rumah perjuangan, pergerakan, dan intelektual para kader.
PMII Kota Padang terjebak dalam stagnasi bahkan kemunduran, terjebak dalam rutinitas organisasi tanpa substansi. Kader tumbuh tanpa visi, pengurus bergerak tanpa strategi dan program yang jelas, dan organisasi berjalan tanpa ruh perjuangan.
Jika dibiarkan, PMII hanya menjadi nama besar tanpa kekuatan intelektual, moral, dan sosial yang nyata, dan gagal merespon permasalahan yang ada.
Sudah saatnya Pengurus Cabang PMII Kota Padang melakukan evaluasi dan mengintropeksi diri masing-masing terhadap apa yang telah dijalankan dan harus dipertanggung jawabkan selama satu kepengurusan ini.
Tanggung jawab harus kembali dimaknai sebagai komitmen moral terhadap kader, bukan sekadar mengejar legitimasi jabatan. Arah kaderisasi harus disusun ulang dengan sistematis, membangun kurikulum ideologis, ruang diskusi kritis, jenjang kaderisasi yang konsisten, dan regenerasi yang ditata dengan matang.
Tanpa itu semua, PMII Kota Padang hanya akan berjalan mundur dan menjadi organisasi besar yang kehilangan jiwa dan arah perjuangannya.
Organisasi besar hanya dapat hidup jika kadernya bergerak dengan kesadaran dan visi yang jelas.
PMII Kota Padang perlu kembali kepada ruh perjuangannya yaitu membentuk pribadi muslim yang berilmu, berintegritas, dan mampu memberi kontribusi nyata. Tanpa itu, masa depan organisasi hanya akan diisi oleh kehilangan arah dan kehilangan relevansi di tengah dinamika sosial yang semakin kompleks. (Red)
*) Penulis: Rahmattul Syawal Kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kota Padang