Gus Yasin antara Pesantren dan NU, Faktor Kunci Kemenangan

Oleh: Nazlal Firdaus Kurniawan, Peneliti Alfa Institute

SUARAMUDA
Pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Jawa Tengah nomor urut 02, Luthfi-Yasin, sukses merebut hati rakyat pada Pilgub Jateng berkat sosok Taj Yasin Maimoen atau lebih dikenal dengan panggilan Gus Yasin.

Putra ulama besar Mbah KH Maimoen Zubair ini menjadi magnet elektoral dengan daya tarik religiusitas, kesederhanaan, dan integritas yang melekat pada dirinya.

Sebagai santri tulen, Gus Yasin tampil tak tertandingi dalam memenangkan hati pemilih berbasis pesantren.

Gus Yasin adalah simbol religiusitas yang kuat, figur sederhana yang bersih dari korupsi, serta pemimpin yang akrab dengan masyarakat pesantren. Ini membuatnya unggul dibanding kandidat lain.

Keunggulan ini diperkuat dengan dukungan jaringan kiai dan santri yang solid. Pesantren besar seperti Sarang, Lirboyo, dan Tegalrejo, serta alumni pesantren di seluruh Jawa Tengah, menjadi basis dukungan kuat. Budaya politik santri yang mengutamakan ketaatan kepada guru dan almamater memberikan kontribusi signifikan.

Bagi orang pesantren, begitu ada dawuh atau instruksi dari Ndalem (red- keluarga Kiai), mereka akan patuh dan manut. 1 orang yang nyantri di pesantren, tentunya keluarganya juga ikut ‘apa kata Kiai’. Terlebih jaringan pesantren ini, santrinya itu adalah seorang Gus atau dia sudah jadi alumni lalu mendirikan pesantren jadi dawuhnya menjadi gethuk tular.

Gus Yasin tak hanya memanfaatkan kedekatan emosional dengan masyarakat pesantren, tetapi juga secara aktif membangun jaringan dan komunikasi. Selama kampanye, ia fokus menyapa komunitas pesantren, dengan hasil yang mencengangkan: di banyak TPS berbasis pesantren, pasangan Luthfi-Yasin memperoleh kemenangan telak, bahkan hingga 100 persen suara.

Gus Yasin adalah tokoh sentral yang mampu merajut kekuatan santri dan Nahdliyyin, sekaligus menarik simpati dari komunitas Muhammadiyah. Perannya mengulang sukses Pilgub 2018.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) 2023, Jawa Tengah memiliki lebih dari 3,7 ribu pesantren dengan 7 ribu kiai dan ustadz. Komunitas ini memiliki daya tawar politik yang besar dan menjadi sasaran utama kampanye pasangan nomor urut 02.

Selain itu, dukungan dari tokoh nasional seperti Prabowo Subianto dan Joko Widodo turut memberikan pengaruh signifikan, meskipun memicu pro dan kontra di masyarakat. Faktor tidak jadi naik ke DPD juga menjadi pemicu kontra bagi masyarakat umum, tinggal dilantik kok malah ganti nyalon Cawagub.

Namun, karena daya tarik utama adalah kedekatan Gus Yasin dengan pesantren dan NU serta statusnya sebagai putra Mbah Maimoen, ulama kharismatik yang dihormati lintas kalangan. Menjadi faktor kontra itu kurang ditanggapi oleh para pemilih.

Para kiai dan santri jelas memberikan perhatian penuh kepada Pilgub Jateng kali ini. Sosok Gus Yasin bukan hanya kandidat, tetapi juga simbol harapan dan kebanggaan masyarakat pesantren. Terlebih Gus Yasin ini sosok yang dikenal kalangan Nahdliyin sebagai pengurus NU tulen, bagi wong NU apabila ada pengurus NU yang naik mereka lebih memilih orangnya sendiri tentunya harapannya untuk organisasi NU kedepan sudah nampak jelas.

Di organisasi NU, terkadang faktor kehormatan karena dia tokoh pesantren menjadikan dia menjadi NU struktural. Namun sejarah kilas balik saat menjadi Wagub dari Ganjar Pranowo, sosok Gus Yasin ini tidak melupakan darimana dia berasal.

Kemenangan pasangan Luthfi-Yasin ini sekaligus menegaskan peran pesantren dan NU sebagai kekuatan politik di Jawa Tengah. Lebih dari sekadar lembaga pendidikan agama dan organisasi agama, pesantren dan NU membuktikan diri sebagai aktor strategis yang mampu menentukan arah kepemimpinan di tingkat daerah.

Redaksi Suara Muda, Saatnya Semangat Kita, Spirit Indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like