Cemara Sumatra: Harapan Kesehatan dari Hutan yang Terancam

Mela Karsih Anindiah, mahasiswa Program Pascasarjana Prodi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara

Oleh: Mela Karsih Anindiah *)

SUARAMUDA.NET, SEMARANG — Cemara Sumatra (Taxus Sumatrana) bukan hanya tumbuhan langka yang tumbuh di pegunungan Sumatra dan sebagian Sulawesi, tetapi juga aset strategis yang menghubungkan ilmu pengetahuan, kesehatan, dan kebijakan konservasi.

Penelitian menunjukkan bahwa tanaman ini mengandung senyawa taxane, zat aktif yang terbukti efektif melawan kanker, dan kini bahkan diteliti untuk penyakit lain seperti Alzheimer.

Dari sudut pandang biologi molekuler, hal ini menegaskan betapa pentingnya biodiversitas Indonesia sebagai sumber inovasi farmasi yang dapat memberi kontribusi besar bagi dunia.

Dalam kerangka biologi konservasi, Cemara Sumatra menghadapi dilema klasik: bagaimana menyeimbangkan pemanfaatan dengan perlindungan. Pertumbuhan alaminya sangat lambat, populasinya terbatas, dan habitatnya semakin tertekan oleh deforestasi serta fragmentasi hutan.

Nilai ekonomis taxane yang tinggi berisiko memicu eksploitasi liar, sehingga spesies ini bisa hilang sebelum manfaatnya benar-benar dirasakan.

Konsep sustainable use (pemanfaatan berkelanjutan) menjadi relevan di sini: pemanfaatan sumber daya alam harus dilakukan dengan cara yang tidak mengurangi kemampuan spesies untuk bertahan hidup di masa depan.

Nilai ekonomis Cemara Sumatra sesungguhnya sangat besar. Sejak 1990-an, genus Taxus sudah menjadi komoditas penting dalam industri farmasi global. Indonesia memiliki peluang untuk menjadi pemain utama dalam riset dan pengembangan obat berbasis taxane.

Namun, keuntungan ekonomi ini harus ditempatkan dalam kerangka keberlanjutan. Tanpa regulasi ketat dan riset yang berorientasi pada konservasi, keuntungan jangka pendek justru bisa mengorbankan kelestarian jangka panjang.

Di sinilah konsep bioekonomi berperan: bagaimana memanfaatkan biodiversitas untuk kesejahteraan manusia, tetapi tetap menjaga integritas ekosistem.

Langkah perlindungan memang sudah dimulai, dengan penetapan Cemara Sumatra sebagai flora dilindungi melalui regulasi resmi. Tetapi perlindungan hukum saja tidak cukup.

Diperlukan strategi konservasi yang lebih komprehensif, termasuk in-situ conservation (melindungi spesies di habitat alaminya) dan ex-situ conservation (misalnya melalui kebun botani atau kultur jaringan) untuk memastikan keberlangsungan spesies ini.

Sebagai mahasiswa biologi, saya percaya bahwa kolaborasi antara akademisi, pemerintah, dan masyarakat lokal adalah kunci agar pemanfaatan Cemara Sumatra tidak merusak populasinya di alam.

Edukasi publik juga penting, agar masyarakat memahami bahwa nilai Cemara Sumatra bukan hanya uang, tetapi juga kesehatan dan ekologi.

Cemara Sumatra adalah simbol bagaimana alam Indonesia menyimpan solusi bagi masalah kesehatan dunia. Namun, ia juga mengingatkan kita bahwa tanpa konservasi, solusi itu bisa lenyap begitu saja. Menjaga Cemara Sumatra berarti menjaga harapan bukan hanya untuk Indonesia, tetapi juga untuk umat manusia. (Red)

*) Penulis: Mela Karsih Anindiah, mahasiswa Program Pascasarjana Prodi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara

Redaksi Suara Muda, Saatnya Semangat Kita, Spirit Indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like