promo

Menanamkan Rasa Kebangsaan di Era Digital: Mengapa Pendidikan Kewarganegaraan Tak Boleh Diabaikan?

Alya Adela, mahasiswa Prodi Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Negeri Yogyakarta

SUARAMUDA, SEMARANG – Era digital telah mengubah banyak aspek kehidupan, termasuk cara kita memandang kebangsaan. Informasi mengalir begitu cepat, budaya asing masuk tanpa batas, dan opini publik dengan mudah terbentuk melalui media sosial.

Dalam situasi ini, muncul pertanyaan besar: apakah generasi muda masih memiliki kesadaran akan identitas nasional mereka? Jika tidak dikelola dengan baik, era digital justru bisa menjadi ancaman bagi rasa kebangsaan, yang seharusnya menjadi pondasi utama dalam kehidupan bernegara.

Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) memiliki peran yang sangat penting dalam menjawab tantangan ini. Bukan sekadar mata pelajaran wajib di sekolah, PKn adalah instrumen pembentukan karakter yang menanamkan nilai-nilai kebangsaan, demokrasi, dan kesadaran hukum.

Promo

Sayangnya, dalam praktiknya, banyak yang menganggap pendidikan ini hanya sebatas teori yang dihafalkan tanpa relevansi nyata. Padahal, di tengah derasnya arus informasi dan pengaruh global, PKn justru semakin krusial untuk menjaga keutuhan bangsa.

Salah satu tantangan terbesar yang muncul di era digital adalah maraknya disinformasi dan hoaks. Berita palsu yang tersebar luas sering kali memicu konflik dan polarisasi di masyarakat.

Tanpa pemahaman yang kuat tentang prinsip demokrasi dan keberagaman, masyarakat dengan mudah terpecah hanya karena isu yang belum tentu benar.

Promo

Pendidikan Kewarganegaraan dapat menjadi solusi dengan membekali individu kemampuan berpikir kritis dan literasi digital yang lebih baik. Dengan demikian, mereka tidak hanya menjadi konsumen informasi, tetapi juga mampu memilah dan menilai informasi secara objektif sebelum menyebarkannya.

Selain itu, derasnya pengaruh budaya asing juga menjadi tantangan tersendiri. Bukan berarti budaya asing harus ditolak, tetapi tanpa filter yang tepat, generasi muda bisa kehilangan rasa bangga terhadap budaya dan nilai-nilai bangsanya sendiri.

Globalisasi seharusnya disikapi dengan cara yang lebih adaptif, yakni dengan memahami identitas nasional secara lebih mendalam. PKn seharusnya tidak hanya mengajarkan sejarah dan konstitusi, tetapi juga bagaimana menghadapi globalisasi tanpa kehilangan jati diri.

Individualisme yang semakin meningkat juga menjadi salah satu efek negatif dari era digital. Pola interaksi yang semakin banyak terjadi di dunia maya membuat nilai-nilai kebersamaan dan gotong-royong semakin luntur.

Padahal, sejak dulu, karakter bangsa Indonesia selalu dikenal dengan nilai kekeluargaan yang kuat. Jika tidak ada kesadaran sejak dini, generasi mendatang bisa tumbuh menjadi individu yang hanya peduli pada dirinya sendiri tanpa memiliki rasa tanggung jawab sosial.

Inilah mengapa Pendidikan Kewarganegaraan harus lebih dari sekadar teori—ia harus mampu membentuk individu yang memiliki empati dan kepedulian terhadap lingkungannya.

Di sisi lain, munculnya gerakan radikalisme dan intoleransi di dunia maya juga menjadi ancaman serius. Banyak kelompok yang memanfaatkan platform digital untuk menyebarkan ideologi yang bertentangan dengan nilai-nilai kebangsaan dan demokrasi.

Tanpa pemahaman yang benar tentang keberagaman dan Pancasila, banyak individu yang akhirnya terpengaruh oleh narasi yang menyesatkan. Pendidikan Kewarganegaraan seharusnya mampu menjadi benteng dalam melawan ideologi yang dapat merusak persatuan bangsa.

Yang tidak kalah penting, PKn juga harus mampu mengajarkan demokrasi yang sehat. Di era digital, partisipasi politik masyarakat semakin tinggi, tetapi sering kali tanpa pemahaman yang matang.

Banyak orang yang terlibat dalam diskusi politik di media sosial, tetapi tanpa etika dan kesadaran akan pentingnya toleransi. Akibatnya, bukan solusi yang didapat, melainkan perpecahan akibat perbedaan pendapat.

PKn harus mampu membentuk masyarakat yang tidak hanya aktif dalam berdemokrasi, tetapi juga memahami bagaimana menyampaikan pendapat dengan cara yang santun dan menghargai perbedaan.

Di tengah arus digitalisasi yang semakin kuat, Pendidikan Kewarganegaraan tidak boleh dipandang sebelah mata. Pendidikan ini harus terus diperkuat dan diperbarui agar mampu menjawab tantangan zaman.

Jika PKn hanya diajarkan sebagai mata pelajaran yang kaku dan tidak relevan dengan kehidupan nyata, maka generasi muda akan kehilangan kesempatan untuk memahami pentingnya kebangsaan dalam kehidupan sehari-hari.

Rasa kebangsaan bukan sesuatu yang terbentuk secara instan, tetapi harus ditanamkan sejak dini dan dipelihara dengan baik.

Di era digital ini, tantangan memang semakin besar, tetapi dengan pendekatan yang tepat, kita masih bisa memastikan bahwa generasi mendatang tetap memiliki kesadaran akan identitas nasional mereka.

Pendidikan Kewarganegaraan adalah kunci dalam menjaga nilai-nilai kebangsaan agar tetap hidup dan relevan di tengah perubahan zaman.

*) Penulis: Alya Adela, mahasiswa Prodi Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Negeri Yogyakarta
**) Artikel ini disusun untuk memenuhi tugas perkuliahan
***) Isi dan pesan dalam artikel bukan menjadi pandangan redaksi

Redaksi Suara Muda, Saatnya Semangat Kita, Spirit Indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like