promo

Dunia Tanpa Batas, Identitas Tanpa Jejak: Menghadapi Tantangan Identitas Nasional di Era Global

SUARAMUDA, SEMARANG – Globalisasi pada dasarnya dapat membawa pengaruh positif dan juga negatif. Peristiwa ini dapat terjadi apabila individu tidak dapat menyaring dengan bijak akan pengaruh yang ada.

Globalisasi seakan mengubah dunia dan meruntuhkan batas-batas yang ada sehingga saling terhubung satu sama lain dengan bebas. Berbagai macam arus informasi, budaya, dan ide dari berbagai belahan dunia dengan mudah dapat diakses secara real-time oleh siapapun dan dimanapun.

Berdasarkan International Journal of Cultural Studies, para generasi muda sering mengadopsi gaya hidup dan nilai-nilai global berdasarkan apa yang mereka lihat di berbagai platform media sosial.

Promo

Akan tetapi, adanya globalisasi dapat membuka peluang pertukaran budaya sehingga dapat saling berpadu menciptakan identitas baru yang lebih dinamis.

Contohnya, musik tradisional yang dipadukan dengan genre modern dapat menarik minat generasi muda sambil tetap mempertahankan akar budaya mereka.

Dengan kata lain, globalisasi tidak selalu harus dilihat sebagai ancaman, melainkan juga sebagai kesempatan untuk memperkaya budaya lokal.

Promo

Peran Sekolah dan Keluarga

Sekolah dan keluarga dapat berperan aktif dalam memperkenalkan nilai-nilai lokal kepada generasi muda tanpa menutup diri dari dunia global.

Pada era globalisasi ini, generasi cenderung menganggap bahwa adanya identitas nasional kurang penting.

Salah satu penyebab peristiwa ini dapat terjadi adalah lemahnya sistem pendidikan dalam menyampaikan nilai-nilai sejarah dan budaya.

Pendidikan formal selalu berfokus pada aspek akademis dan keterampilan teknis sehingga generasi muda tidak memiliki pemahaman budaya lokal.

Generasi muda lebih tertarik pada budaya global karena dianggap “lebih modern” daripada budaya lokal yang kuno.

Fenomena ini dapat terus terjadi ketika budaya lokal yang ada tidak dapat bersaing oleh budaya global dan mindset yang dimiliki generasi muda tidak segera diubah.

Kemungkinan buruk yang dapat terjadi adalah budaya lokal akan terpinggirkan dan lambat laun akan punah.

Pengaruh Media Sosial

Generasi muda saat ini jarang mengekspresikan identitas nasional yang ada sehingga menghilangkan “jejak” nasionalisme bangsa dalam kehidupan sehari-hari.

Generasi muda mengikuti gaya berpakaian yang dipopulerkan oleh selebritas internasional, merek-merek global, atau tren fashion yang ada di media sosial.

Gaya seperti streetwear, athleisure, atau fashion dari K-pop dan Hollywood menjadi pilihan utama karena dianggap modern dan “up-to-date.

Di sisi lain, pakaian tradisional seperti batik atau kebaya sering dianggap kuno, kurang praktis, atau hanya cocok untuk acara formal. Padahal, pakaian tradisional mengandung nilai budaya dan sejarah yang tinggi.

Media sosial, menjadi sumber inspirasi utama bagi generasi muda dalam memilih gaya berpakaian, sehingga mereka lebih terpapar pada tren global daripada budaya lokal.

Kedua, dalam hal bahasa, terjadi pergeseran dari penggunaan bahasa lokal atau daerah ke bahasa internasional seperti Inggris, atau bahkan campuran bahasa (code-mixing) yang dipengaruhi oleh budaya pop.

Generasi muda sering mencampur bahasa lokal dengan istilah slang dari bahasa Inggris, dalam percakapan sehari-hari. Bahasa daerah semakin jarang digunakan, terutama di lingkungan perkotaan, padahal bahasa daerah adalah bagian penting dari kekayaan budaya dan identitas nasional.

Pengaruh konten global, membuat generasi muda lebih terbiasa menggunakan bahasa global daripada bahasa lokal.

Ketiga, dalam hal perilaku, generasi muda banyak dipengaruhi oleh norma-norma global yang mereka lihat di media sosial, film, atau serial televisi internasional.

Mereka cenderung lebih individualistik, mengutamakan kepentingan pribadi daripada kepentingan kelompok, yang bertolak belakang dengan nilai-nilai lokal seperti gotong royong atau kebersamaan.

Gaya hidup konsumtif dan hedonis yang dipromosikan melalui konten global juga sering diadopsi tanpa mempertimbangkan nilai-nilai lokal seperti kesederhanaan atau kehematan.

Selain itu, norma dan nilai lokal seperti menghormati orang tua, menggunakan bahasa halus, atau menjaga adab dalam pergaulan semakin jarang dipraktekkan.

Studi dari Bangsa Lain

Beberapa negara telah berhasil dalam berkolaborasi antara budaya lokal dan budaya global sehingga membuktikan bahwa modernisasi dapat berjalan beriringan dengan pelestarian budaya lokal.

Jepang merupakan negara yang dikenal akan kemajuan teknologi modern dan budaya populer seperti anime serta manga. Upacara minum teh, festival matsuri, dan penggunaan kimono dalam acara tertentu masih menjadi bagian pada kehidupan masyarakat Jepang.

Negara yang berhasil mendunia dengan adanya K-pop dan drama korea yaitu Korea Selatan sering kali mempromosikan budaya lokal yang ada secara tidak langsung.

Pakaian tradisional Korea (hanbok) dan rumah tradisional (hanok) masih dipertahankan dan dihidupkan kembali dalam festival – festival budaya yang ada.

Meskipun terpapar budaya Barat, India berhasil menjaga kebudayaan melalui industri Bollywood. Film-film Bollywood seringkali memadukan musik dan tarian tradisional dengan gaya modern, sehingga menarik minat penonton lokal maupun internasional.

Selain itu, India juga dikenal dengan festival-festival tradisional seperti Diwali dan Holi, yang tetap dirayakan dengan meriah meskipun masyarakatnya semakin modern. Hal ini menunjukkan bahwa India mampu mengintegrasikan budaya global tanpa mengorbankan identitas nasionalnya.

Dengan strategi yang tepat, seperti mempromosikan budaya lokal melalui media modern, mengintegrasikan tradisi dalam kehidupan sehari-hari, dan menciptakan keseimbangan antara modernitas dan tradisi, budaya lokal dapat tetap relevan dan bahkan mendunia.

Generasi muda perlu diajak untuk lebih sadar dan bangga terhadap identitas nasional mereka, karena merekalah yang akan menjadi penerus dan penjaga kekayaan budaya bangsa.

Salah satu pesan penting adalah menjadi kritis terhadap pengaruh global, di mana tidak semua tren global harus diikuti secara membabi buta.

Mereka perlu belajar memfilter mana yang sesuai dengan nilai-nilai lokal dan mana yang tidak, sehingga dapat mengambil hal-hal positif dari globalisasi tanpa kehilangan jati diri.

Selain itu, membangkitkan rasa bangga terhadap budaya lokal juga sangat penting, misalnya dengan mengenal dan mencintai musik, tarian, pakaian, atau tradisi daerah.

Keterlibatan dalam kegiatan budaya seperti mempelajari tarian tradisional, mengenakan pakaian adat, atau menghadiri festival budaya dapat memperkuat ikatan mereka dengan akar budaya sendiri.

Generasi muda juga dapat berperan sebagai kreator yang menggabungkan elemen budaya lokal dengan tren global, seperti memodernisasi batik dengan desain kontemporer atau menciptakan musik tradisional dengan sentuhan modern, sehingga budaya lokal tetap lestari dan relevan.

Lebih dari itu, mereka harus menyadari bahwa melestarikan budaya lokal bukan hanya tanggung jawab pemerintah atau lembaga adat, tetapi juga tanggung jawab mereka sebagai bagian dari masyarakat.

Dengan aktif terlibat dalam kegiatan budaya atau menciptakan inovasi berbasis budaya lokal, mereka dapat memastikan bahwa warisan budaya tetap hidup dan berkembang untuk generasi mendatang.

Dengan demikian, generasi muda tidak hanya menjadi konsumen pasif budaya global, tetapi juga pelestari dan inovator budaya lokal yang menjadi jembatan antara tradisi dan modernitas, menjaga identitas nasional tetap kuat di tengah arus globalisasi yang semakin deras.

*) Penulis: Khalisah Nada Fitri Alaliyah, mahasiswa Prodi Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Negeri Yogyakarta
**) Artikel ini disusun untuk memenuhi tugas perkuliahan
***) Isi dan pesan dalam artikel bukan menjadi pandangan redaksi

 

Redaksi Suara Muda, Saatnya Semangat Kita, Spirit Indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like