
Oleh: M. Nur Fadli *)
SUARAMUDA.NET, SEMARANG – Penggunaan sistem pembayaran digital nasional berbasis Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS), kini semakin disorot oleh Pemerintah Amerika Serikat.
Hal tersebut tercantum dalam laporan tahunan National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers, yang dirilis oleh United State Trade Representative (USTR) pada 31 Maret 2025.
Kehadiran QRIS di mata Amerika Serikat, telah menghambat dominasi sistem pembayaran yang sedang dijalankannya di Indonesia.
Kekhawatiran tersebut memicu akan menggeser posisi MasterCard dan Visa sebagai produk pembayaran dari Amerika Serikat.
Sebab, QRIS dengan kemudahan aksesnya, dapat menjangkau multi-sektor pelaku usaha dan setiap tahun semakin bertambah penggunanya.
Sebagaimana Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Filianingsih Hendarta, “pengguna QRIS untuk triwulan I di tahun 2025 jumlahnya mencapai 56,3 juta. Lalu volume transaksi mencapai 2,6 miliar transaksi, nominalnya Rp 262,1 trilliun, dan untuk merchant kebanyakan dari UMKM sudah mencapai 38,1 juta.” (republika.co.id, 24/04/2025).
Tentu dengan meningkatnya pengguna QRIS, jelas memberi dampak pada percepatan ekonomi di berbagai wilayah desa maupun kota.
Kini masyarakat baik dari sektor pelaku usaha maupun konsumen sudah beradaptasi dengan teknologi digital. Aktivitas pembayaran saat transaksi yang mulanya dengan uang tunai, berganti dengan satu alat pindai kode QR.
Layanan ini diluncurkan oleh Bank Indonesia (BI) dan Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) pada 17 Agustus 2019 dan mulai berlaku 1 Januari 2020 (Handayani, 2023).
Jadi tanpa repot harus menenteng uang tunai dan dapat digunakan di aplikasi mobile banking dan e-wallet.
Inklusi Keuangan
Perkembangan teknologi digital yang semakin pesat telah merubah lanskap model pembayaran transaksi. Maka tidak heran kalau perilaku pelaku usaha dan konsumen, dalam menjalankan perekonomian berupaya tetap inklusif secara keuangan.
QRIS dengan mengusung tagline UNGGUL (Universal, Gampang, Untung, Langsung) menjadi jawaban dalam menghadapi derasnya arus teknologi tersebut.
Tepatnya di tagline ‘Langsung’, yang berarti bahwa seluruh kalangan masyarakat bisa mengakses secara setara dalam pembayaran dan dapat digunakan, baik di dalam maupun luar negeri (Tempo.co, 21/04/2025).
Hal ini menjadi kabar baik bagi siapapun dari kalangan masyarakat yang menggunakan QRIS, baik untuk keperluan transaksi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) maupun di lembaga keuangan formal.
Kedaulatan Ekonomi
QRIS dengan daya tawar ramah aksesnya, secara tidak langsung telah menciptakan iklim kedaulatan ekonomi. Sebab, membangun kedaulatan ekonomi tidaklah mudah.
Masyarakat lokal justru seringkali kewalahan dalam menghadapi hal-hal yang berasal dari negara asing.
Namun, masyarakat sebagai pelaku ekonomi akan bertindak rasional (Hofi dan Wicaksono, 2023). Apalagi soal sistem pembayaran, konsumen akan lebih tertarik bertransaksi dengan tanpa ribet dan cepat.
Kedaulatan ekonomi terlihat ketika sudah tidak terlalu bergantung lagi pada produk luar negeri, termasuk terkait sistem pembayaran.
Senada dengan gagasan Presiden Soekarno dalam Amiruddin Al-Rahab (2014) tentang “Ekonomi Berdikari Sukarno”, bahwa salah satu bagian dari konsep Trisakti ialah berdikari secara ekonomi.
Hanya saja, soal kenyamanan sistem pembayaran tetap saja ditentukan oleh pasar. Oleh karena itu, adanya QRIS bisa mendominasi di Indonesia, sekalipun harus tetap bersaing dengan sistem pembayaran dari luar negeri.
Kolaborasi Multi-Sektor
Keberadaan QRIS memang sudah tersebar di sektor perekonomian, seperti UMKM. Namun, karena kemudahan mengaksesnya, sehingga butuh memperluas jaringan pengguna dengan bersinergi melalui kolaborasi multi-sektor.
Di mana ada sektor lain yang masih perlu dijamah, agar QRIS semakin dikenal bagi pengguna baru yang akan mengaksesnya. Tanpa kolaborasi, QRIS hanya stagnan di sektor ekonomi saja.
Padahal ada sektor lain yang dapat diajak kolaborasi, seperti tempat peribadatan, kios peternakan, toko pupuk pertanian, kantin pendidikan, pariwisata dan lembaga kesehatan.
Pentingnya kolaborasi multi-sektor bisa mewujudkan pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan (Reed et al., 2022). Pasalnya, pertumbuhan ekonomi dan keuangan berbasis digital bukan semata temporal saja, tetapi untuk jangka panjang.
Jadi, akan mengalami percepatan, apabila sektor lain turut serta mendukungnya dan terlibat secara praktik. Dengan demikian, QRIS di masa mendatang akan mampu bertahan dalam menarik atensi masyarakat, meskipun ada opsi sistem pembayaran lain. (*)
*) M. Nur Fadli, mahasiswa Hukum Ekonomi Syariah UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember