
Oleh: Kaisar Adam*)
SUARAMUDA, SEMARANG — Umat Islam sedang merayakan salah satu hari raya yang memiliki multifungsi dalam kehidupan sosial keagamaan. Ialah pelaksanaan qurban.
Qurban itu sendiri ialah bentuk merelakan rasa kepemilikan yang dimiliki manusia melalui perantara hewan seperti kambing, sapi, unta, domba dan qibas.
Hal ini dicontohkan melalui peristiwa Nabi Ibrahim a.s yang merelakan anaknya Nabi Ismail a.s untuk menjalankan perintah Allah Swt.
Dalam hal ini Allah Swt sedang menguji ketaatan Nabi Ibrahim a.s terhadap perintahnya. Tak hayal, Nabi Ibrahim a.s pun melaksanakan dan menjalankan perintah tersebut.
Namun Allah Swt tak tinggal diam, Allah Swt mengganti Nabi Ismail a.s dengan seekor qibas untuk diqurbankan.
Melalui peristiwa ini dapat kita cermati bahwa Allah Swt akan menguji setiap hambanya dengan bentuk-bentuk ujian yang luar biasa besar dan berat.
Sebab, Allah Swt ingin melihat sejauh mana bentuk ketaatan manusia kepada Tuhannya, dalam hal ini pelaksanaan qurban.
Ritualitas Qurban
Di Indonesia sendiri, hari raya Idul Adha menjadi kegiatan tahunan yang dilakukan di banyak tempat dan sudah menjadi ciri khas bersama.
Pelaksanaan hari raya ini dimulai dari sholat Id, serta pelaksanaan qurban.
Sebagai salah satu negara dengan pemeluk agama Islam terbesar di dunia, pelaksanaan qurban sendiri membutuhkan ketersediaan hewan qurban yang besar pula.
Oleh sebab itu masyarakat berlomba untuk mencari hewan qurban sesuai dengan kesanggupan ekonomi masing-masing.
Namun, kondisi saat ini menurut proyeksi IDEAS (Institute for Demographic and Poverty Studies) mencatat jumlah shohibul qurban tahun 2025 turun menjadi 1,92 juta orang, yakni turun 233 ribu dari tahun lalu.
Penurunan ini juga terlihat dalam data pembagian daging kurban di beberapa daerah, seperti di Kota Kupang dan Kabupaten Sikka.
Ini merupakan dampak dari krisis daya beli masyarakat yang disebabkan oleh keadaan ekonomi yang menurun. Tak hayal, masyarakat cenderung menyimpan untuk kebutuhan jangka panjang.
Saya sendiri mempercayai bahwa pelaksanaan qurban sejatinya merupakan bentuk kerelaan untuk melepaskan atau membagikan rasa kepemilikan kita pada suatu hal atau barang.
Qurban dalam Perspektif Lain?
Melalui paradigma ini saya juga ingin mendorong pada semua, bahwa qurban tidak semestinya berbentuk hewan.
Bagi yang mempunyai kelapangan materi, qurban dapat melalui membangun sekolah, membuat sumur air bersih di tengah krisis air bersih masyarakat atau dapat menciptakan lapangan kerja yang bermatabat.
Bagi yang tidak memiliki kelapangan ekonomi, mampu turut ikut berqurban melalui perpustakaan jalanan gratis, pelayanan medis gratis, menjadi pembimbing UMKM dan bahkan menjadi pengajar di daerah tertinggal.
Paradigma qurban saat ini yang hanya terpaku pada definisi hewan yang harus ada untuk di qurbankan perlu diperluas kembali.
Kita perlu mendorong kepada banyak pihak yang mempuyai kapasistas agar memperluas perspektif qurban itu sendiri, sehingga masyarakat tak putus asa jika tidak dapat melaksanakan qurban secara syariat Islam.
Melalui keberagaman perspektif ini akan menjadikan masyarakat mempunyai pilihan cara pandang saat melihat qurban sesuai dengan kemampuan sosial ekonominya.
Hal ini perlu didukung oleh banyak pihak dengan maksud menjadikan esensi qurban menjadi nyata dan mampu dirasakan betul oleh masyarakat.
Kita harus menyadari esensi kurban yang sebenarnya sehingga dapat menjadikan pelaksanaan qurban ini semakin baik dan dirasakan dampak kebaikannya pada masyarakat. (Red)
*) Kaisar Adam, mahasiswa Pascasarjana UHAMKA Jakarta