suaramuda

Saat SD Negeri Sepi Peminat: Fenomena Baru SPMB di Kabupaten Pati

Ilustrasi siswa Sekolah Dasar / sumber gambar: pinterest

Oleh: Ali Achmadi*) 

SUARAMUDA, SEMARANG — Dalam beberapa tahun terakhir, Kabupaten Pati mengalami fenomena yang cukup signifikan dalam sektor pendidikan dasar.

Pergeseran animo masyarakat dalam menyekolahkan anak-anak usia sekolah dasar tidak lagi tertuju pada Sekolah Dasar (SD) negeri sebagai pilihan utama, melainkan beralih ke sekolah-sekolah berbasis keagamaan.

Fenomena ini tidak hanya terjadi pada lembaga pendidikan Islam seperti madrasah ibtidaiyah (MI), sekolah dasar Islam terpadu (SDIT), dan pesantren modern.

suaramuda

Namun juga terjadi pada sekolah berbasis agama non-Islam seperti sekolah Kristen, Katolik, maupun sekolah keagamaan lainnya.

Perubahan orientasi ini menyebabkan banyak SD negeri di berbagai wilayah Kabupaten Pati mengalami penurunan jumlah peserta didik yang cukup signifikan,—-bahkan tidak sedikit yang hanya memiliki belasan siswa dalam satuan pendidikan.

Situasi ini mendorong Pemerintah Kabupaten Pati, melalui kebijakan Bupati, untuk melakukan regrouping atau penggabungan beberapa SD negeri menjadi satu, dengan tujuan efisiensi sumber daya manusia, sarana-prasarana, dan peningkatan mutu pendidikan secara keseluruhan.

Fenomena ini tentu tidak terjadi tanpa sebab. Terdapat sejumlah faktor yang turut memengaruhi pergeseran preferensi masyarakat.

Pertama, meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan karakter dan agama sebagai bekal utama anak-anak dalam menghadapi tantangan zaman.

Di tengah kekhawatiran terhadap krisis moral, dekadensi sosial, serta penetrasi budaya global yang cenderung permisif, banyak orang tua memilih lembaga pendidikan yang mampu menjamin pembinaan moral-spiritual anak secara lebih intensif.

Sekolah berbasis keagamaan dinilai menawarkan integrasi antara pendidikan umum dan nilai-nilai agama secara lebih menyeluruh.

Kedua, kompetisi antar lembaga pendidikan juga semakin ketat. Sekolah atau madrasah berbasis keagamaan umumnya memiliki pendekatan yang lebih variatif, inovatif, serta menjanjikan suasana belajar yang kondusif dan penuh kedekatan antara guru dan murid.

Sistem fullday school, kelas berstandar internasional, hingga kurikulum ganda (nasional dan keagamaan) menjadi daya tarik tersendiri.

Tidak jarang pula sekolah-sekolah ini menawarkan fasilitas lebih lengkap, lingkungan belajar yang religius, serta perhatian terhadap pengembangan potensi anak secara individual.

Ketiga, dalam konteks SD negeri, tantangan internal juga menjadi penyebab melemahnya minat masyarakat.

Masih adanya anggapan bahwa pendidikan di SD negeri kurang fleksibel dalam penguatan karakter dan spiritualitas, kurang inovatif dalam metode pembelajaran, serta terbatas dalam daya saing, menjadi alasan sebagian masyarakat beralih.

Belum lagi, letak geografis dan persebaran sekolah yang tidak merata menyebabkan beberapa SD negeri terjebak dalam situasi “kekurangan murid” karena kalah bersaing secara lokasi dan aksesibilitas dengan sekolah swasta atau madrasah terdekat.

Kebijakan regrouping SD negeri oleh Bupati Pati adalah langkah strategis sekaligus adaptif terhadap dinamika sosial yang sedang terjadi.

Namun, langkah ini tetap harus dilaksanakan dengan pendekatan yang partisipatif, humanis, dan berpihak pada kepentingan jangka panjang anak-anak.

Regrouping bukan hanya soal menggabungkan bangunan dan murid, melainkan harus disertai upaya revitalisasi mutu, peningkatan kualitas tenaga pendidik, perbaikan sarana, dan rebranding citra SD negeri di mata masyarakat.

Lebih jauh, fenomena ini menjadi refleksi bahwa sistem pendidikan kita tidak bisa lagi berjalan dengan paradigma lama.

Masyarakat semakin cerdas dalam memilih lembaga pendidikan, dan orientasi keagamaan kini menjadi kebutuhan, bukan sekadar pilihan alternatif.

Pemerintah daerah bersama seluruh pemangku kepentingan pendidikan perlu membaca ulang arah perubahan ini, tidak sekadar menyikapi secara administratif, tetapi juga merumuskan kebijakan yang holistik untuk memperkuat identitas dan mutu pendidikan dasar, baik negeri maupun swasta.

Akhirnya, fenomena pergeseran animo ini bukanlah sinyal melemahnya pendidikan negeri, melainkan isyarat perlunya transformasi sistem pendidikan yang lebih menyeluruh, responsif terhadap kebutuhan zaman, serta berpijak pada nilai-nilai lokal dan spiritualitas masyarakat Pati yang religius dan berbudaya. (Red)

*) Ali Achmadi, praktisi pendidikan, tinggal di Pati

Redaksi Suara Muda, Saatnya Semangat Kita, Spirit Indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like
Promo