suaramuda

Mengapa Israel Tiba-tiba Menyerang Iran?

Bendera Iran vs Israel (sumber: pinterest)

SUARAMUDA, SEMARANG — Israel melancarkan sejumlah serangan ke berbagai fasilitas nuklir di wilayah Iran, termasuk Ibu Kota Teheran, pada Jumat (14/6/2025) dini hari.

Dilansir CNBC, serangan Israel ini menewaskan sejumlah petinggi militer dan ahli nuklir Negeri Persia, termasuk penghubung komunikasi antara Iran dan Amerika Serikat (AS), Ali Shamkhani.

Iran pun membalas dengan menerjunkan sejumlah rudal ke Negeri Zionis, termasuk ke Ibu Kota Tel Aviv.

Nampak sejumlah bangunan di kota itu luluh lantak terkena serangan misil yang diterjunkan oleh Teheran.

suaramuda

Sejauh ini, sedikitnya 80 orang telah tewas di Iran dan 10 orang telah tewas di Israel.

Eskalasi Geopolitik Terus Memanas

Imbas dari aksi serang itu, eskalasi geopolitik antara Iran dan Israel terus memanas.

Kedua negara terus terlibat aksi saling serang dengan melibatkan rudal dan pesawat tanpa awak.

Kendati Iran menanggapi dengan keras, namun pejabat Israel bahkan tetap bersikeras bahwa serangan ini didasari ancaman yang muncul fasilitas nuklir dan militer Iran.

Atas hal itu, Tel Aviv menegaskan bahwa serangan akan terus dilakukan terhadap Teheran.

Sejumlah pembenaran pun telah disampaikan kepada publik Israel. Tetapi, tidak ada yang menjelaskan alasan mengapa Israel menyerang Iran secara sepihak dan tanpa alasan?

Padahal, sejauh ini Iran tetap bersikeras bahwa program nuklirnya dialamatkan untuk keperluan penggunaan sipil.

Ketakutan Atas Nuklir Iran? 

Boleh dibilang, Israel memang salah satu negara yang unggul secara militer di Timur Tengah.

Hal ini bukan hanya karena persenjataan konvensionalnya atau dukungan Amerika Serikat (AS), tetapi juga karena senjata nuklir yang dimilikinya tidak dimiliki negara lain di kawasan itu.

Semenatara, Tel Aviv secara luas diakui memiliki senjata nuklir—-meski tidak pernah mengakuinya secara terbuka.

Di sisi lain, Iran telah dianggap sebagai musuh nomor satu dari Israel.

Negeri Para Mullah itu merupakan penyokong utama sejumlah musuh Israel di kawasan seperti Hamas di Gaza dan Hizbullah di Lebanon.

Dengan begitu, kepemilikan senjata nuklir oleh Iran merupakan garis merah bagi Israel.

Selama bertahun-tahun, Israel, dan khususnya Perdana Menteri (PM) Netanyahu, bersikeras bahwa Iran hampir memperoleh senjata nuklir, bahkan ketika Teheran bersikeras bahwa program nuklirnya adalah untuk tujuan baik.

Dalam upaya membenarkan serangan Israel, Netanyahu mengatakan Iran dapat memproduksi “senjata nuklir dalam waktu yang sangat singkat, bisa jadi satu tahun, atau bisa juga beberapa bulan”.

Seorang pejabat militer Israel yang tidak disebutkan namanya juga mengatakan, Iran memiliki “cukup bahan fisi untuk 15 bom nuklir dalam beberapa hari”.

Akan tetapi, tudingan ini berbeda dengan penilaian internasional.

Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) melaporkan pada hari Kamis bahwa Iran telah gagal menegakkan kewajiban yang telah ditandatanganinya sebagai bagian dari Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir.

Namun, tidak disebutkan bahwa Iran telah mengembangkan senjata nuklir.

Hal serupa juga pernah disampaikan Direktur Intelijen Nasional AS, Tulsi Gabbard, pada sebuah penilaian Maret lalu.

Ia menyebut AS tidak menemukan bahwa Iran hampir memperoleh senjata nuklir atau berusaha melakukannya.

“AS terus menilai bahwa Iran tidak membangun senjata nuklir dan Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei belum mengesahkan program senjata nuklir yang dihentikannya pada tahun 2003,” tulisnya dalam sebuah laporan yang dikutip Al Jazeera.

Ambisi Netanyahu di Timur Tengah

Netanyahu sebelumnya menggambarkan Iran sebagai “kepala gurita” dengan “tentakel di sekelilingnya, mulai dari Houthi, Hizbullah hingga Hamas”.

Idenya adalah bahwa Iran adalah pemimpin jaringan kelompok anti-Israel di seluruh wilayah yang dikenal sebagai “poros perlawanan”.

Sejak memulai perang di Gaza pada Oktober 2023, Israel telah berhasil melemahkan Hamas dan Hizbullah, sehingga membatasi kemampuan mereka untuk menyerang Israel.

Para pemimpin puncak kedua organisasi tersebut pun hampir seluruhnya telah disingkirkan, termasuk tokoh-tokoh penting, seperti pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah dan pemimpin Hamas Yahya Sinwar dan Ismail Haniyeh.

Serangan terhadap Hizbullah khususnya tidak ditanggapi dengan reaksi keras seperti yang ditakutkan banyak orang di Israel.

Sehingga, para petinggi di Israel dapat berargumen bahwa negara mereka memiliki peluang yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk terus menargetkan musuh-musuhnya, termasuk Iran, dan membentuk kembali seluruh Timur Tengah.

“Beberapa pihak juga mulai berpikir bahwa peluang itu ada untuk membantu perubahan rezim di Iran, meskipun hal tersebut mungkin memerlukan perang yang jauh lebih lama daripada kemampuan Israel untuk melakukannya,” kata jurnalis senior Simon Speakman Cordall.

Ancaman Karir Politik Netanyahu

Banyak orang di Israel kemudian menuduh Netanyahu membuat keputusan militer, termasuk dalam perang di Gaza, atas dasar pertimbangan politiknya sendiri.

Di mata para pengkritiknya, Netanyahu telah bergantung pada konflik, baik dengan Iran maupun di Gaza, untuk mempertahankan koalisinya.

Dalam landskap politik Israel, Netanyahu sejatinya telah mendapatkan ancaman untuk ditumbangkan.

Ia dianggap gagal mengantisipasi serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 serta dituding terlibat dalam berbagai tuduhan korupsi.

Kondisi perang ini, kemudian, dapat memberikannya angin segar dari sejumlah upaya penggulingan yang ada.

“Bagi Netanyahu, perbedaan antara politik dalam dan luar negeri tidak dapat dibedakan,” kata analis politik Israel Ori Goldberg.

“Tidak ada ancaman yang mengancam Israel. Ini bukan sesuatu yang tak terelakkan. Laporan (IAEA) tidak memuat apa pun yang menunjukkan Iran menimbulkan ancaman eksistensial bagi Israel.”

Sebagian besar politisi di Israel telah mendukung militer sejak serangan terhadap Iran.

Pada hari Kamis, koalisi Netanyahu baru saja berhasil bertahan dari pemungutan suara untuk membubarkan parlemen.

Tak hanya itu, untuk sekarang, pemimpin oposisi Israel Yair Lapid memuji serangan terhadap Iran. Politisi sayap kiri Yair Golan juga mendukung serangan tersebut.

“Keputusan Netanyahu untuk menyerang Iran muncul karena tekana” posisi politiknya dan kecanduannya pada darah dan kekerasan. Tetapi langkah tersebut tampaknya mendapat dukungan dari oposisi parlemen,” kata anggota parlemen sayap kiri Israel Ofer Cassif kepada Al Jazeera. (Red)

Sumber: CNBC

 

Redaksi Suara Muda, Saatnya Semangat Kita, Spirit Indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like
Promo