suaramuda

Fast Fashion Nyaman untuk Konsumen, Namun Ancaman untuk Lingkungan

Penulis: Wulaida Tsania Salma

SUARAMUDA, SEMARANG — Fashion merupakan suatu penampilan pakaian seseorang, dan pakaian adalah kebutuhan primer manusia.

Akan tetapi, belakangan ini gaya hidup seseorang yang terjadi sangat cepat dan semakin modern.

Pakaian bukan untuk menjadi suatu kebutuhan manusia, namun sebagai barang koleksi yang mereka inginkan bukan yang mereka butuhkan.

Fenomena fast fashion adalah fenomena yang memproduksi pakaian dengan jumlah besar dengan waktu cukup cepat dan singkat.

suaramuda

Kejar Target? 

Tujuannya agar para brand pakaian mengejar target dan mengganti model pakaian dengan model trend di masyarakat yang sedang terjadi.

Para brand menjual pakaian dengan murah dan harga diskon sehingga masyarakat yaitu konsumen tergiur untuk membeli pakaian-pakaian yang sebenarnya tidak terlalu mereka butuhkan.

Bisnis mode bertanggung jawab atas sekitar 10% emisi karbon dunia, yang lebih besar dari gabungan emisi sektor pelayaran dan penerbangan, menurut data dari program lingkungan PBB.

Selain itu, mikroplastik yang mencemari lautan dilepaskan selama pembuatan bahan sintetis seperti poliester.

Selain itu, bahan kimia berbahaya yang digunakan dalam proses pewarnaan tekstil sering kali mencemari persediaan air, terutama di negara-negara miskin tempat sejumlah besar produsen tekstil berada.

Ironisnya, lingkungan dan pekerja yang mendukung sektor ini menanggung harga yang mahal untuk kenyamanan konsumen.

Pekerja di pabrik mode cepat sering kali mengalami jam kerja yang panjang mengakibatkan para pekerja lembur dengan jam melebihan batas kerja, upah yang minimum, dan kondisi kerja yang kejam karena dikejar target yang pakian dengan jumlah yag banyak.

Diskon besar mungkin tersedia bagi konsumen di negara-negara kaya atau kota-kota besar.

Fondasi dari mode cepat adalah pendekatan produksi yang agresif dan efektif yang memungkinkan terciptanya dan pengiriman koleksi baru dalam beberapa minggu yang singkat.

Setiap bulan, brand-brand ternama dapat memperkenalkan puluhan hingga ratusan desain baru. Akibatnya, konsumen dibanjiri dengan pilihan dan tren yang terus berubah.

Namun, pakaian ini terkadang berkualitas rendah karena produksinya yang cepat dan murah. Pakaian berubah menjadi barang sekali pakai yang hanya dipakai beberapa kali sebelum dibuang atau disimpan di lemari.

Dampaknya sangat parah. Setelah bisnis minyak, industri mode saat ini merupakan pencemar terbesar kedua di dunia.

Diperkirakan 1,2 miliar ton emisi gas rumah kaca dihasilkan setiap tahun oleh industri tekstil, menurut sebuah laporan yang diterbitkan oleh Ellen MacArthur Foundation.

Setiap tahun, bahkan setiap beberapa bulan sekali pasti brand-brand akan melakukan diskon yang cukup menarik perhatian Masyarakat mulai dari 10%, 20%, 30% bahkan sampai diskon 50% dan 75%.

Sehingga, menyebabkan masyarakat tertarik untuk membeli produk yang brand tawarkan sebagai barang diskon.

Konsumerisme akan terus terjadi sampai pola pikir Masyarakat diubah untuk mengurangi fast fashion yang bisa menyebabkan kerusakan lingkungan.

Masyarakat seharusnya perlu diubah pola pikirnya untuk memikirkan dampak lingkungan kedepannya. Limbah-limbah yang perlu dikurangin agar tidak terlalu menumpuk akibat menjadi konsumerisme yang berlebihan.

Masyarakat perlu bijak dalam memilah pakaian yang ramah lingkungan dan mengurangi kebiasaan sebagai konsumerisme yang berlebihan.

Fast fashion sekarang nyaman bagi masyarakat konsumen. Akan tetapi, kita tidak bisa memprediksi akan ada bencana lingkungan yang seperti apa.

Namun, penggunaan pakaian atau menjadi konsumerisme yang berlebihan jelas akan merusak lingkungan tanpa kita sadari dampaknya dari sifat konsumerisme yang berlebihan.

Dampak Fast Fashion

Dampak dari fast fashion adalah penambahan limbah-limbah karena pakaian yang digunakan hanya beberapa kali mereka pakai.

Menciptakan mentalitas bahwasanya pakaian tersebut hanya digunakan sekali, sehabis itu di buang. Mereka para konsumerisme berlebihan memandang bahwa pakaian bisa dirawat dan dipakai beberapa kali.

Fenomena fast fashion bisa mengakibatkan rusaknya polusi air karena beberapa pabrik membuang pewarna dan bahan kimia sembarang sehingga menyebabkan lautan dan sungai tercemar.

Selain pencemaran lingkungan akibat fenomena fast fashion. Pekerja di industri ini sering kali mengalami kondisi kerja yang buruk.

Realitas yang sering kali disembunyikan dari pelanggan meliputi upah minimum, jam kerja yang panjang, dan mengabaikan keselamatan.

Pengingat yang jelas tentang bagaimana bisnis ini dapat menderita demi efisiensi dan keuntungan diberikan oleh runtuhnya pabrik Rana Plaza di Bangladesh pada tahun 2013.

Dunia diguncang oleh tragedi tersebut, tetapi perbaikan yang telah dilakukan tidak cukup substansial.

Sebagai konsumen, kita sangat penting bagi industri mode cepat. Kebiasaan konsumsi kita mendorong industri untuk terus memproduksi massal dengan cepat.

Namun, hal itu juga berarti bahwa kita memiliki kemampuan untuk mengubah arah industri.

Penyesuaian kecil seperti memutuskan untuk membeli barang berkualitas lebih baik yang jarang dibeli, mendukung merek yang berkelanjutan dan transparan, membeli barang bekas, atau memperbaiki pakaian yang rusak dapat membuat perbedaan yang signifikan.

Penting untuk menyadari bahwa beralih ke mode berkelanjutan tidak berarti meninggalkan mode sepenuhnya.

Sebaliknya, mode dapat berfungsi sebagai sarana untuk mengekspresikan cita-cita tanggung jawab sosial, etika, dan keberlanjutan.

Kesulitannya terletak pada mengubah sistem dan budaya konsumsi kita yang sudah mengakar dari yang boros dan instan menjadi yang lebih bijaksana dan sadar.

Solusi Fast Fashion

Solusi dari adanya fenomena fast fashion adalah pertama, kita harus menerapkan slow fashion yang artinya memakai pakaian yang berkelanjutan.

Contohnya, kita memilih bahan pakaian dengan kualitas yang bagus sehingga pakaian akan bertahan lama dan tidak gampang rusak, dan memilih pakaian yang ramah lingkungan.

Kedua, sebelum kita membeli pakaian alangkah baiknya. Kita mempertanyakan diri kita sendiri bahwasanya apakah kita butuh pakaian ini atau justru kita hanya menginginkannya, terus memilah pakaian yang ramah lingkungan.

Selanjutnya, kita memikirkan jika kita membeli pakaian tersebut, berapa jangka lama yang kita gunakan untuk menggunakan pakaian tersebut.

Dengan cara-cara seperti itu, kita bisa lebih mengurangi penggunaan pakaian yang berlebihan dan bisa mengantisipasi akan kerusakan lingkungan yang terjadi.

Agar bumi kita akan lebih sehat dan mengurangi limbah-limbah yang seharusnya kita bisa kurangi. (Red)

Penulis: Wulaida Tsania Salma

Redaksi Suara Muda, Saatnya Semangat Kita, Spirit Indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like
Promo