suaramuda

Dampak Efisiensi terhadap Fleksibilitas Mahasiswa di Kampus

Nely Anis Fitriya Muhsin, mahasiswa Prodi Sosiologi, FISIP, UIN Walisongo Semarang

Oleh: Nely Anis Fitriya Muhsin *)

SUARAMUDA, SEMARANG — Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang resmi menerapkan kebijakan efisiensi anggaran dan pelaksanaan tugas sesuai dengan Surat Edaran (SE) Rektor Nomor: 1492/Un.10.0/R/HK.04/3/2025, pada Jumat 10 Maret 2025.

Kebijakan yang diterbitkan pada 10 Maret 2025 tersebut berisi:

  1. Menegaskan kepada seluruh pimpinan fakultas, lembaga, dan unit untuk memastikan pengetahuan anggaran secara selektif di beberapa aspek seperti penghematan penggunaan fasilitas kampus, pengadaan alat, penyelenggaraan kegiatan, pemeliharaan peralatan dan mesin, serta pelaksanaan belanja yang dinilai tidak efisien.
  2. Penggunaan sarana dan prasarana kantor seperti listrik dan air dibatasi hanya pada hari dan jam kerja pukul 07.00-16.00 WIB kecuali hari Jumat.
  3. Tanggal 17-27 Maret 2025 perkuliahan dilaksanakan secara online.
  4. Work From Home (WFH) untuk semua dosen dan tenaga kependidikan setiap hari Jumat.

Sebagai mahasiswa Universitas Islam Negeri Walisongo, tentang anggaran dan pelaksanaan tugas memberikan perasaan kekhawatiran.

suaramuda

Pada sisi pertama kami memahami bahawa kebijakan efisisensi anggaran mungkin salah satu langkah pimpinan UIN Walisongo dalam menghadapi efisiensi dana dari Kementrian Agama.

Dengan adanya penghematan fasilitas, pengadaan, kegiatan, pemeliharaan, dan belanja yang tidak efisisen sebenarnya merupakan langkah positif.

Namun pada sisi kedua yaitu mengenai beberapa highlight dalam kebijakan tersebut memunculkan pertanyaan baru pada para aktivis mahasiswa yang sehari-harinya sangat bergantung pada fasilitas dan layanan kampus.

Pertama terkait pengetatan anggaran secara selektif. Pengetatan tersebut diharapkan benar-benar didasari pada kajian mendalam dan transparan, serta tidak mengorbankan bagian-bagian penting yang menunjang kualitas pembelajaran dan kegiatan mahasiswa.

Misalnya, penghematan pada pengadaan atau atau pemeliharaan peralatan dan mesin tentunya jangan sampai berdampak pada ketersediaan dan fungsionalitas fasilitas seperti perpustakaan atau sarana olahraga yang krusial bagi pengembangan akademik serta non akademik mahasiswa.

Kekhawatiran mahasiswa adalah sejauh mana mahasiswa dilibatkan dalam keputusan efisiensi ini. Pada akhirnya keputusan efisiensi ini dilakukan tanpa adanya pendapat atau sudut pandang mahasiswa.

Kekhawatiran kedua adalah terkait pembatasan penggunaan sarana dan prasar

ana kantor dan gedung perkuliah hanya sampai pukul 16.00 wib, sedangkan hari Jumat diliburkan.

Merupakan kebijakan yang paling meresahkan mahasiswa karena banyak mahasiswa terutama membutuhkan ruang publik.

Mereka memerlukan ruang untuk mengerjakan tugas kelompok atau rapat organisasi, membutuhkan tempat seperti perpustakaan atau sekretariar Unit Kegiatan Mahasiswa dalam wadah diskusinya.

Pembatasan atau efisiensi yang dilakukan UIN Walisongo menjadikan mahasiswa khawatir. Kebijakan efisiensi tersebut bahkan dapat menghambat produktivitas mahasiswa selama masa perkuliahan berlangsung.

Efisiensi atau kebijakam pemghematan tersebut diharapkan adanya dispensasi atau keringanan terkait penambahan jam selain hari Senin sampai Kamis.

Namun sayangnya, saat ini sudah terjadi penutupan ruang publik—berupa perpustakaan universitas yang akan buka pada hari Senin sampai Kamis.

Merespon kebijakan ini, muncul protes mahasiswa hingga pada akhirnya perpustakaan universitas akan buka pada Senin hingga Jumat pukul 8.00 wib hingga 18.00 wib.

Pergantian jam buka tersebut setidaknya memberikan kepuasan terhadap tidak tutupnya perpusatakaan universitas pada hari Jumat.

Berikutnya adalah keresahan mahasiswa terkait kebijakan Work From Home (WFH) bagi dosen dan tenaga kependidikan pada hari Jumat.

Sama halmya dengan kebijakan sebelumnya, kebijikan WFH pada hari Jumat ini menjadikan keresahan mahasiswa terkait layanan akademik dan administrasi mahasiswa.

Apalagi, jika mahasiswa tersebut merupakan mahasiswa semester akhir. Jadwal peluang bertemu dosen dan melakukan bimbingan akan semakin sedikit.

WFH ini juga akan berdampak pada ilmu-ilmu yang akan diterima mahasiswa menjadi tidak maksimal dan akan memungkinkan output yang dihasilkan dari mata kuliah menjadi tidak maksimal juga bagi mahasiswa.

Untuk menanggulangi masalah ini seharusnya para petinggi kampus melibatkan mahasiswa dalam mengambil keputusan yang sangat memengaruhi aktivitas mahasiswa. Sehingga, ada alternatif lain baik bagi mahasiswa, dosen atau layanan akademik.

Mahasiswa pun dapat meminta kebutuhan data, terkait diri maupun universitas dan dapat melakukan bimbingan secara online dengan dosen pembimbing di hari Jumat, agar dapat memaksimalkan waktu sebaik mungkin.

Terakhir, efisiensi sesunggugnya juga dapat merugikan mahasiswa. Ini karena dalam setiap satu semester para mahasiswa tetap membayar uang kuliah tunggal secara penuh, namun fasilitas yang diterima sangat minimal karena adanya kebijikakan efisiensi.

Mahasiswa subjek pendidikan seharusnya mendapatkan hak-haknya seperti fasilitas dan layanan yang setara dengan biaya yang telah mereka bayarkan.

Karena ketika efisiensi pada fasilitas secara signifikan namun uang kuliah yang dibayarkan tetap sama, maka terjadi ketidakseimbangan antara hak dan kewajiban.

Di lain sisi, mahasiswa sudah memenuhi kewajiban untuk membayar uang kuliah tunggal sedangkan hak-hak akan fasilitas dan layanan tidak setara. Tentu, ini sangat merugikan.

Jika fasilitas yang diberikan kampus merupakan fasilitas yang minimal, maka nilai atau value fasilitas atau layanan pendidikan yang mahasiswa terima juga berkurng tentunya merugikan mahasiswa secara material dan pengalaman belajar mereka.

Selain menghambat pada proses kegiatan belajar dan mengajar, efisiensi juga berdampak pada proses pengembangan diri mahasiswa.

Efisiensi bukan berarti hanya mengganggu proses belajar formal, tetapi juga memengaruhi bagaimana pendanaan UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa), Ormawa (Organisasi Mahasiswa), atau komunikas pembentuk skill lainnya yang
dapat mengembangkan potensi mahasiswa.

Pendanaan Ormawa dan UKM yang dipotong oleh kampus dan menjadikan Ormawa mencari dana tambahan agar programnya tetap berlanjut.

Berdasarkan beberapa keresahan terkait kebijakan efisiensi pada kampus UIN Walisongo di atas, dapat disimpulkan bahwa pengetatan anggaran atau efisiensi yang dilakukan akan menjadikan penurunan kualitas pendidikan, terbatasnya kelompok pengembangan diri, dan rasa ketidakadilan tidak seimbangnya antara hak dan kewajiban yang diterima mahasiswa.

Oleh karena itu, diharapkan dalam langkah selanjutnya terdapat kebijakan terkait solusi atas efisiensi anggaran ini agar mahasiswa dapat tetap melakukan aktivitas di kampus sesuai dengan jam penutupan akses fasilitas dan layanan yang sesuai dengan adanya kebijakan efisiensi. (Red)

*) Nely Anis Fitriya Muhsin, mahasiswa Prodi Sosiologi, FISIP, UIN Walisongo Semarang
**) Tulisan ini disusun untuk memenuhi tugas perkuliahan di FISIP UIN Walisongo Semarang
***) Redaksi tidak melakukan proses editing, dan tulisan yang terpublish bukan mewakili redaksi

 

 

Redaksi Suara Muda, Saatnya Semangat Kita, Spirit Indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like
Promo