suaramuda

Transformasi Strategis PT Pertamina Hulu Energi Menghadapi Krisis Energi Global

Yarahman, Mahasiswa Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Bangka Belitung

Oleh: Yarahman *)

SUARAMUDA, SEMARANG — Dalam durasi awal 2024 hingga awal 2025, dunia menghadapi dinamika baru dalam sektor energi yang turut memengaruhi kebijakan dan strategi perusahaan energi di berbagai negara.

Salah satu peristiwa penting dalam ruang lingkup manajemen adalah transformasi strategis yang dilakukan oleh PT Pertamina Hulu Energi (PHE), anak usaha PT Pertamina (Persero), sebagai respons terhadap tekanan krisis energi global dan tuntutan transisi energi berkelanjutan.

Peristiwa ini merupakan contoh nyata penerapan manajemen perubahan dan manajemen strategis dalam perusahaan besar milik negara (BUMN).

suaramuda

Krisis energi global dipicu oleh ketegangan geopolitik antara Rusia dan Ukraina yang berkepanjangan, disertai dengan meningkatnya tekanan dari komunitas internasional untuk beralih ke energi rendah karbon.

Negara-negara konsumen energi, termasuk Indonesia, menghadapi fluktuasi harga minyak dan gas yang tajam, serta tantangan menjaga ketahanan energi nasional.

Perubahan pada PT Pertamina Hulu Energi

Dalam konteks ini, PHE sebagai pemegang peran penting dalam produksi migas nasional, menyadari perlunya mengubah arah strategi dan struktur organisasi agar tetap relevan, kompetitif, dan berkelanjutan.

Perubahan besar yang dilakukan PHE dimulai sejak kuartal ketiga 2024, ketika perusahaan meluncurkan roadmap “PHE Sustainability Pathway 2030.”

Roadmap ini mencerminkan komitmen perusahaan untuk melakukan efisiensi operasional, transformasi digital, serta investasi pada teknologi karbon rendah.

Dalam praktik manajerial, transformasi ini melibatkan berbagai aspek, termasuk perombakan struktur organisasi, penguatan budaya kerja berbasis digital, hingga pelatihan ulang (reskilling) bagi ribuan karyawan.

Inisiatif ini juga menunjukkan penerapan teori manajemen perubahan Kurt Lewin, yang mencakup tiga tahap: unfreezing (menciptakan kesadaran akan perlunya perubahan), changing (melaksanakan perubahan), dan refreezing (menetapkan perubahan sebagai standar baru).

Contoh spesifik dari strategi manajemen yang diterapkan adalah pengembangan sistem pemantauan berbasis Artificial Intelligence (AI) dan Internet of Things (IoT) untuk mendeteksi potensi kerusakan pada sumur migas secara real-time.

Inovasi ini tidak hanya meningkatkan efisiensi produksi, tetapi juga mengurangi risiko kerusakan lingkungan.

Dari sisi SDM, manajemen PHE menyelenggarakan program pelatihan kepemimpinan transformasional bagi manajer menengah dan atas, guna memastikan mereka mampu memimpin dalam masa transisi yang penuh ketidakpastian.

Tantangan Besar

Transformasi ini tidak lepas dari tantangan besar, terutama resistensi dari dalam organisasi. Banyak karyawan senior yang merasa terancam dengan percepatan digitalisasi dan perubahan budaya kerja.

Dalam hal ini, pendekatan manajemen komunikasi menjadi krusial. Manajemen PHE menerapkan pendekatan partisipatif, di mana karyawan dilibatkan dalam perumusan kebijakan perubahan dan diberi ruang untuk menyampaikan aspirasi melalui forum diskusi terbuka dan survei internal.

Hasil awal dari transformasi ini menunjukkan indikasi positif. Menurut laporan keuangan kuartal pertama 2025, PHE berhasil meningkatkan efisiensi biaya operasional sebesar 12%, serta menaikkan volume produksi migas sebesar 7% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Selain itu, tingkat keterlibatan karyawan (employee engagement) juga mengalami peningkatan, yang menunjukkan bahwa pendekatan manajemen perubahan yang inklusif membawa dampak yang konstruktif.

Peristiwa transformasi strategis PHE ini mencerminkan pentingnya kemampuan manajerial dalam menghadapi disrupsi global dan tekanan eksternal.

Dalam konteks akademik, kasus ini relevan dengan kajian manajemen strategi, manajemen SDM, dan manajemen krisis.

Manajemen tidak lagi hanya tentang pengelolaan rutin, melainkan juga tentang adaptasi cepat, inovasi, dan kepemimpinan visioner dalam menghadapi ketidakpastian.

Kesimpulannya, peristiwa ini memperlihatkan bagaimana manajemen perubahan yang terstruktur, berbasis data, dan berorientasi pada kolaborasi dapat membantu perusahaan bertahan dan berkembang di tengah tantangan global.

Mahasiswa manajemen dan praktisi bisnis dapat belajar banyak dari studi kasus ini, terutama dalam memahami peran penting manajemen dalam membentuk masa depan organisasi yang berkelanjutan. (Red)

*) Yarahman, Mahasiswa Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Bangka Belitung
**) Artikel ini disusun untuk memenuhi tugas kuliah, isi dan pesan dalam artikel bukan menjadi tanggung jawab redaksi

Redaksi Suara Muda, Saatnya Semangat Kita, Spirit Indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like
Promo