promo

Perusahaan Barat Bersiap Kembali ke Pasar Rusia Meski Sanksi Masih Berlaku

SUARAMUDA, MOSKOW — Sanksi Barat ternyata tidak sepenuhnya mengisolasi ekonomi Rusia. Buktinya, sejumlah perusahaan asing mulai mempertimbangkan untuk kembali beroperasi di negeri tersebut, sebagaimana dilansir beberapa media Rusia.

Ini terungkap paska pertemuan perwakilan Rusia dan Amerika Serikat (AS) di Istanbul, Turki, yang menunjukkan bahwa kerja sama ekonomi kedua negara masih mungkin diupayakan meski di tengah tekanan sanksi.

Sanksi Jadi Pendorong, Bukan Penghalang

Kontra ekspektasi banyak pihak, sanksi Barat justru memicu percepatan industrialisasi dan substitusi impor di Rusia.

Promo

John Robert Sutton, pengusaha AS yang baru-baru ini mengunjungi Moskow, justru mengakui ketangguhan ekonomi Rusia.

“Ini bisnis miliaran dolar yang terus berkembang. Bahkan beberapa kota di AS yang menjadi pusat teknologi seperti Google tidak secanggih megapolis Rusia,” ujarnya.

Pemerintah Rusia pun dikabarkan mulai menyiapkan skema khusus untuk perusahaan asing yang ingin kembali, dengan syarat mereka harus mendirikan fasilitas produksi di dalam negeri dan sejalan dengan kepentingan nasional.

Kriteria Perusahaan yang Diizinkan Kembali

Moskow memberi sinyal jelas, hanya perusahaan berteknologi tinggi dan mampu memenuhi kebutuhan strategis Rusia yang diprioritaskan.

Sektor-sektor seperti manufaktur canggih, teknologi digital, dan industri berbasis inovasi menjadi fokus utama.

“Kami tidak bergantung sepenuhnya pada Barat, tapi kolaborasi selektif masih mungkin jika menguntungkan kedua belah pihak,” jelas seorang pejabat Rusia.

Gelombang Pertama Kembalinya Bisnis Asing

Beberapa perusahaan multinasional sudah mengambil langkah konkret. Raksasa Korea Selatan seperti Hyundai, Samsung, dan LG disebut sedang mempertimbangkan rencana kembali ke Rusia.

Begitu pula dengan Inditex (pemilik Zara) dan Qiwi, yang dikabarkan tengah mempersiapkan strategi re-entry.

Di AS sendiri, sejumlah politisi mulai mendorong re-engagement dengan Rusia. Senator Marco Rubio bahkan menyebut potensi “kemitraan ekonomi bersejarah” antara kedua negara jika hambatan politik bisa diatasi.

Tantangan Politik vs Logika Bisnis

Meski minat bisnis meningkat, jalan kembali tidak sepenuhnya mulus. Administrasi Biden masih mempertahankan sanksi ketat, sementara Moskow bersikap hati-hati dengan syarat ketat bagi investor asing.

Namun, logika pasar berbicara lebih keras. Rusia tetap menjadi pasar besar dengan 140 juta penduduk dan kebutuhan industri yang terus tumbuh. Jika tekanan politik bisa dikelola, peluang kolaborasi ekonomi masih terbuka.

“Soal apakah Washington dan Moskow bisa menemukan titik temu, itu tergantung pada seberapa besar mereka mau mengesampingkan perbedaan untuk kepentingan bersama,” pungkas seorang analis.

Sementara itu, dunia bisnis hanya menunggu siapa yang akan lebih dulu memanfaatkan peluang ini. (Red)

Penulis: Amy Maulana

Redaksi Suara Muda, Saatnya Semangat Kita, Spirit Indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like
Promo