
SUARAMUDA, BEIJING – Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Tiongkok menyelenggarakan rangkaian Musyawarah Kerja (Musker) periode 2025-2027 yang berpuncak pada rapat kerja komprehensif di School of Public Policy and Management, Universitas Tsinghua, Beijing
Rangkaian kegiatan strategis ini menandai konsolidasi visi organisasi Islam moderat terbesar di Indonesia dalam memperkuat perannya sebagai jembatan kultural di tengah kompleksitas hubungan Indonesia-Tiongkok.
Musker ini dilaksanakan di tengah momentum peringatan 75 tahun hubungan diplomatik Indonesia-Tiongkok yang ditandai dengan peningkatan signifikan dalam kerja sama ekonomi bilateral senilai 147 miliar dolar—jauh melampaui perdagangan dengan Eropa (27 miliar dolar) dan Amerika (38 miliar dolar).
Dalam konteks geopolitik ini, PCINU Tiongkok memposisikan diri sebagai aktor diplomasi publik yang menawarkan pendekatan kultural dan pendidikan dalam memperkuat fondasi hubungan bilateral.
“Kami berada pada titik krusial di mana kaderisasi dan pengembangan kapasitas diaspora Indonesia di Tiongkok harus diimbangi dengan pendekatan strategis dalam memahami dinamika regional,” ujar Ahmad Syaifuddin Zuhri, S.IP., LL.M., Mustasyar PCINU Tiongkok saat membuka rapat kerja.
Dalam dialog sebelumnya dengan Duta Besar RI untuk Tiongkok dan Mongolia, Drs. Djauhari Oratmangun, di Wisma KBRI Beijing, terungkap juga pentingnya memisahkan “basket politik” dan “basket ekonomi” dalam hubungan bilateral—prinsip yang kemudian menjadi landasan perumusan program kerja PCINU Tiongkok.
Penguatan Hubungan RI-Tiongkok
Ketua Tanfidziyah PCINU Tiongkok, Hasim Habibi, menegaskan bahwa fokus utama lembaganya ke depan adalah pengembangan sumber daya manusia dan penguatan hubungan bilateral kedua negara.
“Ke depan kami akan fokus pada pengembangan SDM, mengadakan pelatihan intensif bahasa Mandarin baik untuk internal anggota PCINU Tiongkok maupun masyarakat umum. Selebihnya, kita juga turut memperkuat diplomasi people-to-people connect untuk mempererat hubungan bilateral kita,” jelasnya.
Rapat kerja yang dihadiri seluruh jajaran Syuriah dan Tanfidziyah ini menghasilkan serangkaian terobosan program dengan tiga pilar utama: penguatan kelembagaan internal, aktivasi ekonomi berbasis kearifan pesantren, dan pengembangan dialog antarbudaya melalui pendekatan akademis.
Sekretaris PCINU Tiongkok Muhammad Aflah, S.Kom menambahkan, pendataan anggota dan konsolidasi internal menjadi prioritasnya untuk memastikan keberlanjutan program.
Dia juga menyadari bahwa kekuatan PCINU Tiongkok terletak pada keutuhan jejaring kader-kader muda NU yang tersebar di berbagai universitas di Tiongkok.
Membuka Akses UMKM Pesantren dengan Tiongkok
Terkait orientasi ke depan, Bidang Perekonomian PCINU Tiongkok telah merancang inisiatif terintegrasi yang menghubungkan UMKM pesantren di Indonesia dengan pasar Tiongkok melalui pendampingan standardisasi produk sesuai regulasi impor Tiongkok.
“Kami tidak sekadar memfasilitasi perdagangan, tetapi menciptakan ekosistem ekonomi berbasis nilai-nilai pesantren yang dapat bersaing di pasar global,” jelas Koordinator Bidang Perekonomian.
Program strategis ini melibatkan kemitraan dengan pihak ketiga, termasuk kerjasama summer camp dengan JUFE di Nanchang, yang memungkinkan pertukaran pengetahuan tentang ekonomi digital Tiongkok dengan potensi ekonomi pesantren di Indonesia.
PCINU Tiongkok juga menggarap peta jalan digitalisasi UMKM NU yang bermuara pada platform e-commerce khusus produk halal Indonesia di Tiongkok.
Tak mau kalah, Bidang Pendidikan juga akan mengembangkan paradigma baru pendidikan transnasional dengan inisiatif penghimpunan karya tulis ilmiah mahasiswa Indonesia di Tiongkok yang berfokus pada kajian kebijakan publik, ekonomi syariah, dan diplomasi kultural.
“Peranannya bukan sekadar menghasilkan publikasi, tetapi membangun basis pengetahuan yang mendukung pengambilan kebijakan bilateral berbasis riset,” tegas Ahmad Syifa, SE., M.Ak., selaku Rais.
Program mentoring persiapan beasiswa dirancang untuk meningkatkan aksesibilitas pendidikan tinggi di Tiongkok bagi santri dan alumni pesantren NU—segmen yang selama ini memiliki keterbatasan akses namun berpotensi menjadi cultural broker dalam hubungan Indonesia-Tiongkok.
Pelatihan bahasa Mandarin dan sertifikasi HSK menjadi instrumen pendukung dalam mempersiapkan generasi baru diplomat publik berbasis pesantren, sejalan dengan visi Hasim Habibi untuk memperkuat SDM Indonesia di Tiongkok.
Sementara, Bidang Dakwah PCINU Tiongkok akan mengembangkan pendekatan dakwah yang responsif terhadap lanskap sosio-politik Tiongkok kontemporer.
Pendokumentasian masjid-masjid historis di Tiongkok menjadi pintu masuk dialog antarbudaya yang substantif, sekaligus pengenalan Islam moderat khas Nusantara kepada publik Tiongkok.
“Kami meredefinisi dakwah bukan sekadar sebagai aktivitas religius, tetapi sebagai medium dialog peradaban yang memperkaya hubungan bilateral,” jelas Min Hajul Abidin, S.Psi., M.Edu., Katib PCINU Tiongkok.
Aspek pengelolaan keuangan PCINU Tiongkok menjadi fokus pembenahan dengan pengembangan sistem transparansi dan akuntabilitas yang mempertimbangkan regulasi keuangan transnasional.
Solusi inovatif seperti pemisahan rekening untuk aktivitas organisasi menunjukkan adaptasi PCINU terhadap kompleksitas operasional di negara dengan sistem perbankan yang berbeda.
Rangkaian Musker ini menandai penguatan posisi strategis PCINU Tiongkok sebagai katalisator diplomasi publik yang menjembatani kesenjangan persepsi dan memperkuat landasan hubungan bilateral berbasis pemahaman kultural yang mendalam.
Jadi, ada peran yang semakin krusial di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik dan ekonomi di kawasan Indo-Pasifik.
Program-program yang direncanakan secara kolektif merepresentasikan konsensus para pengurus untuk memadukan pendekatan tradisional pesantren dengan dinamika global.
Langkah ini menjadikan PCINU Tiongkok sebagai model organisasi transnasional berbasis keagamaan yang adaptif terhadap perubahan geopolitik regional. (Red)