
SUARAMUDA, SEMARANG — Indonesia tengah bersiap menyambut era keemasan pada tahun 2045, yakni sebuah visi besar yang menuntut fondasi sumber daya manusia yang unggul dan berkarakter.
Di garda depan pembangunan ini berdiri para pelajar, khususnya siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang dipersiapkan menjadi tenaga kerja terampil. Namun, keunggulan keterampilan saja tidaklah cukup.
Pendidikan karakter yang kuat, yang menjunjung tinggi kesetaraan gender dan menolak segala bentuk kekerasan, menjadi prasyarat mutlak untuk mewujudkan Indonesia Emas yang beradab dan inklusif.
Dalam konteks ini, lingkungan sekolah sebagai kawah candradimuka pembentukan karakter, memiliki peran krusial dalam menanamkan nilai-nilai tersebut.
Tantangan Kekerasan
Sayangnya, praktik kekerasan berbasis gender, baik verbal, fisik, maupun psikologis, masih menjadi tantangan nyata di berbagai jenjang pendidikan, termasuk SMK.
Kekerasan semacam ini tidak hanya merusak perkembangan psikologis dan akademik siswa, tetapi juga mengancam cita-cita luhur Indonesia Emas.
Pendidikan karakter tanpa kekerasan berbasis gender di lingkungan SMK harus menjadi agenda prioritas.
Sejalan dengan itu, kurikulum perlu diintegrasikan dengan nilai-nilai kesetaraan, saling menghormati, dan pemahaman tentang berbagai perspektif gender.
Guru dan tenaga kependidikan harus menjadi agen perubahan, memberikan teladan perilaku yang inklusif dan responsif terhadap isu-isu gender.
Selain itu, mekanisme pencegahan dan penanganan kekerasan yang efektif dan berpihak pada korban perlu diwujudkan.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi telah menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (Permendikbudristek PPKSP).
Terbitnya regulasi ini merupakan wujud dari komitmen Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi dalam mencegah dan menangani Kekerasan yang terjadi di Satuan Pendidikan secara menyeluruh.
Dalam rangka mendukung implementasi Permendikbudristek PPKSP, Pasal 74 Permendikbudristek PPKSP memandatkan penetapan Petunjuk Teknis PPKSP yang dapat memandu pemangku kepentingan dalam melaksanakan kebijakan secara efektif.
Petunjuk Teknis PPKSP ini disusun sebagai rujukan utama bagi pemerintah pusat, pemerintah daerah, satuan pendidikan, dan pemangku kepentingan lainnya, dalam memahami langkah implementasi kebijakan dan melaksanakan perannya terkait pencegahan dan penanganan kekerasan, khususnya untuk pemberian pendampingan teknis, peningkatan kapasitas, serta monitoring dan evaluasi.
Contoh Bentuk Kekerasan Gender di Lingkungan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK):
1. Kekerasan Seksual dan Perundungan. Siswa perempuan seringkali menjadi korban pelecehan seksual oleh teman atau guru, sedangkan perundungan berbasis gender lebih sering dialami oleh perempuan.
2. Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO). Pelecehan online, penyebaran foto/video pribadi tanpa izin, dan intimidasi berbasis gender dapat pula terjadi di dunia maya.
3. Ketidaksetaraan dalam Ekstrakurikuler. Beberapa kegiatan mungkin didominasi oleh satu jenis kelamin, seperti sepak bola yang lebih banyak diikuti laki-laki atau tarian/paduan suara yang sering dianggap kegiatan perempuan.
4. Stigma Peran Gender. Perilaku seperti “kenapa masuk jurusan masak? Kan kamu laki-laki” atau “kenapa masuk jurusan mesin? Kan kamu perempuan” mencerminkan stigma peran gender yang membatasi pilihan jurusan.
5. Diskriminasi Akses dan Fasilitas. Fasilitas seperti toilet atau kamar mandi yang tidak terpisah dapat memicu diskriminasi terhadap perempuan yang sedang mengalami menstruasi.
Bentuk kekerasan berbasis gender ini, yang mungkin terjadi di banyak lingkungan SMK di Indonesia.
Oleh karenanya, dalam rangka menuju Indonesia Emas 2045 dengan sumber daya manusia yang berkualitas dan berkarakter, diperlukan upaya komprehensif untuk mencegah dan menanggulangi kekerasan gender di lingkungan sekolah, khususnya SMK.
Beberapa langkah yang dapat diambil meliputi:
1. Pendidikan Karakter Berbasis Gender. Langkah ini mengintegrasikan nilai-nilai kesetaraan gender, anti-diskriminasi, dan anti-kekerasan secara sistematis dalam kurikulum dan kegiatan ekstrakurikuler.
2. Pelatihan Sensitivitas Gender bagi Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Meningkatkan pemahaman guru dan staf sekolah mengenai isu gender, bentuk-bentuk kekerasan, dan cara penanganan yang tepat.
3. Membangun Mekanisme Pelaporan dan Penanganan Kekerasan yang Aman dan Efektif.
Menyediakan saluran pelaporan yang mudah diakses dan terpercaya, serta menjamin tindak lanjut yang adil dan berpihak pada korban.
4. Menciptakan Lingkungan Sekolah yang Aman dan Inklusif. Menerapkan kebijakan anti-kekerasan yang tegas, membangun budaya saling menghormati, dan memberdayakan siswa untuk menjadi agen perubahan.
5. Melibatkan Orang Tua dan Masyarakat. Membangun kesadaran dan partisipasi aktif orang tua serta masyarakat dalam upaya pencegahan kekerasan gender di lingkungan sekolah.
Dengan tindakan nyata dan berkelanjutan, diharapkan lingkungan SMK dapat menjadi ruang belajar yang aman, nyaman, dan memberdayakan bagi seluruh siswa.
Penting untuk disadari bahwa pendidikan karakter yang berlandaskan anti-kekerasan berbasis gender bukan hanya tanggung jawab sekolah.
Orang tua, masyarakat, dan pemerintah memiliki peran yang sama dalam menciptakan ekosistem pendidikan yang aman dan suportif.
Kolaborasi yang sinergis antara berbagai pihak ini nantinya akan memperkuat upaya mewujudkan generasi emas yang cerdas, terampil, berkarakter mulia, dan menjunjung tinggi kesetaraan.
Dengan menanamkan nilai-nilai anti-kekerasan berbasis gender sejak dini di lingkungan SMK, kita tidak hanya melindungi hak-hak pelajar, tetapi juga sedang membangun fondasi yang kokoh bagi Indonesia Emas 2045.
Generasi muda yang tumbuh dalam lingkungan yang aman dan menghargai perbedaan akan menjadi motor penggerak kemajuan bangsa yang inklusif, adil, dan beradab. Mari bergandengan tangan mewujudkan visi mulia ini. (Red)
Artikel ini ditulis oleh: Bagus Rofei, Yulia Rahma Lestari, Siska Alfianti, Ami Rosmiati – Mahasiswa Program Studi Ilmu Pemerintahan Universitas Pamulang PSDKU Kota Serang.