promo

Trump, oh Trump! AS Diambang ‘Boncos’ Gegara Dia?

SUARAMUDA, SEMARANG — Usai dilantik Januari 2025 lalu, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terus menjadi sorotan sejak menduduki posisi orang nomor satu di Negeri Paman Sam.

Trump telah menandatangani serangkaian perintah eksekutif dan sejumlah kebijakan yang jauh berbeda dari pendahulunya, Joe Biden.

Salah satu kebijakan keras yang dirancangnya adalah deportasi sebagian besar anggota geng Venezuela yang diduga ke penjara kontroversial di El Salvador.

Promo

Hal ini ia lakukan meski Hakim Distrik AS James Boasberg memintanya untuk tidak melakukan hal tersebut.

Keputusan itu pun memunculkan asumsi bahwa AS sedang berada dalam krisis konstitusional.

Pasalnya, manuver presiden Partai Republik itu dirasa melanggar sistem pemerintahan AS, yang dibangun atas gagasan bahwa tiga cabang pemerintahan yang setara dan seimbang satu sama lain.

Promo

“Orang-orang pada umumnya menggunakan istilah ‘krisis konstitusional’ untuk menggambarkan periode ketika lembaga-lembaga pemerintah jelas-jelas berkonflik,” tulis profesor hukum Sanford Levinson dari Universitas Texas dan Jack Balkin dari Yale pada tahun 2009, dikutip CNN International, Rabu (19/3/2025).

Namun, Levinson berpendapat bahwa telah terjadi penggunaan istilah tersebut secara sembarangan.

Pasalnya, sejumlah lembaga tinggi pemerintahan selalu berada dalam konflik.

“Keberadaan konflik, bahkan konflik yang mendalam, tidak dapat menjadi definisi krisis. Lembaga-lembaga pemerintah selalu berkonflik. Jika satu cabang berhenti memberikan pengawasan sepenuhnya, sistem akan menjadi kacau,” tambah Levinson.

Hal serupa juga ditimpali Profesor Hukum University of California Berkeley, John Yoo.

Menurutnya, terlalu berlebihan apabila saat ini AS digolongkan sebagai masuk dalam krisis konstitusi.

“AS saat ini tidak sedang dalam krisis konstitusional. Presiden pasti akan berkonflik dengan pengadilan dan Kongres,” kata Yoo.

Trump Tak Tunduk Hukum?

Pemerintah Trump saat ini tidak mengatakan bahwa mereka memiliki kewenangan untuk menentang pengadilan.

Namun tampaknya mereka sedang mempertimbangkan ide tersebut.

“Seorang hakim pengadilan distrik tidak dapat memerintahkan pengusiran teroris asing ke tanah asing sebagaimana ia tidak dapat mengarahkan pergerakan Air Force One,” kata penasehat Gedung Putih, Stephen Miller.

Direktur senior Program Kebebasan dan Keamanan Nasional di Brennan Center for Justice, Elizabeth Goitein, menganggap bahwa seharusnya pemerintah mengambil langkah-langkah yang sesuai dengan koridor hukum. Misalnya, banding.

“Solusi presiden adalah mengajukan banding, mungkin mengajukan banding darurat ke pengadilan banding, tetapi tidak menentang perintah tersebut,” katanya, juga di CNN Max.

“Itulah arti dari checks and balances. Artinya, presiden tidak dapat duduk sebagai hakim atas tindakannya sendiri.”

Trump ‘Dikultuskan’?

Levinson dari Universitas Texas menambahkan bahwa saat ini AS terjebak dalam kultur bagaimana memanfaatkan setiap kemungkinan hukum atau teknis hukum untuk kepentingan dan kemenangan partai politik.

Walau begitu, ia mencatat perubahan besar telah terjadi di Kongres pada awal Trump 2.0, di mana Kongres, yang juga dikuasai Partai Republik, telah runtuh legitimasinya sebagai lembaga tinggi negara.

“Kaum Republik yang mungkin enam tahun lalu menentang Trump dalam beberapa isu, katanya, telah berubah menjadi apa yang saya pikir benar-benar kultus kepribadian,” tambahnya. (Red/ CNBC)

Redaksi Suara Muda, Saatnya Semangat Kita, Spirit Indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like