
SUARAMUDA, SEMARANG – Rancangan Undang–undang (RUU) TNI yang sedang menjadi perbincangan hangat saat ini menimbulkan isu penting bagi demokrasi dan keadilan di Indonesia.
Perluasan peran TNI dalam bidang sipil menjadi sorotan utama, karena dikhawatirkan dapat mengancam supremasi sipil yang merupakan dasar negara demokratis.
Dalam konteks sila kelima Pancasila, “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia,” isu ini menghadirkan pertanyaan penting tentang keseimbangan kekuasaan dan perlindungan hak-hak warga negara.
Salah satu poin yang menjadi perdebatan sengit dalam RUU ini adalah usulan penempatan prajurit aktif di berbagai posisi dalam pemerintahan sipil.
Meskipun pemerintah berdalih bahwa langkah ini diperlukan untuk mengatasi kekurangan tenaga ahli dan meningkatkan efisiensi, banyak pihak khawatir bahwa hal ini dapat membuka celah bagi militer untuk kembali mendominasi sektor sipil, seperti yang terjadi di masa lalu.
Hal ini jelas bertentangan dengan semangat reformasi dan demokratisasi yang telah kita perjuangkan selama ini.
Kekhawatiran ini bukan tanpa dasar. Sejarah Indonesia mencatat periode kelam di mana militer memiliki peran dominan dalam pemerintahan, yang dikenal sebagai dwifungsi ABRI.
Pada masa itu, militer tidak hanya bertugas menjaga pertahanan negara, tetapi juga terlibat aktif dalam urusan politik dan ekonomi. Hal ini menyebabkan pembatasan kebebasan sipil, penyalahgunaan kekuasaan, dan korupsi yang merajalela.
Menurut prinsip sila kelima, keadilan sosial tidak hanya tentang pemerataan kesejahteraan, tetapi juga perlindungan hak-hak dasar warga negara, termasuk hak untuk berpartisipasi dalam pemerintahan secara bebas dan setara.
Penempatan prajurit aktif di posisi sipil tanpa mekanisme pengawasan yang ketat dapat berpotensi besar untuk memicu penyalahgunaan kekuasaan dan diskriminasi terhadap warga sipil. Tindakan ini tentu tidak sejalan dengan nilai – nilai keadilan yang diamanatkan oleh Pancasila.
Selain itu, isu perubahan batas usia pensiun anggota TNI juga menjadi sorotan. Meskipun langkah ini dapat dianggap sebagai bentuk aspirasi atas pengabdian mereka, perlu dipertimbangkan dampaknya terhadap pergantian kepemimpinan di tubuh TNI secara matang.
Proses pergantian yang lambat dapat menghambat inovasi dan adaptasi TNI dalam menghadapi dinamika ancaman keamanan yang terus berubah.
Dalam konteks keadilan sosial, pergantian generasi yang optimal sangat diperlukan untuk menjamin bahwa setiap warga negara memiliki kesempatan yang sama untuk berkontribusi dalam pembangunan bangsa, termasuk di sektor pertahanan.
Perpanjangan usia pensiun yang berlebihan dapat menghambat peluang bagi generasi muda untuk mengembangkan potensi mereka dan menduduki posisi-posisi strategis di TNI.
Oleh karena itu, sangat penting bagi pemerintah dan DPR untuk melakukan evaluasi yang komprehensif terhadap semua aspek dalam RUU TNI ini, dengan memprioritaskan prinsip – prinsip keadilan dan kepentingan seluruh warga negara.
Mekanisme pengawasan yang ketat perlu diterapkan untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan dan memastikan bahwa peran TNI tetap berada dalam batas – batas yang sesuai dengan prinsip supremasi sipil.
Selain itu, perlu adanya diskusi yang terbuka dengan berbagai elemen masyarakat, termasuk organisasi masyarakat sipil, akademisi, dan pakar hukum, untuk mendapatkan masukan dan perspektif yang beragam.
Transparansi dan akuntabilitas dalam proses pembahasan RUU ini juga sangat penting untuk membangun kepercayaan publik.
Sebagai warga negara, kita semua memiliki tanggung jawab untuk mengawasi jalannya proses legislasi ini dan menyampaikan aspirasi kita. Kita perlu memastikan bahwa RUU TNI yang dihasilkan benar-benar menjunjung tinggi nilai – nilai keadilan sosial dan memperkuat fondasi demokrasi bangsa.
Dengan demikian, kita dapat memastikan bahwa TNI akan terus berkembang menjadi angkatan bersenjata yang profesional, modern, dan dicintai rakyat, serta mampu menjaga kedaulatan negara tanpa mengorbankan prinsip-prinsip demokrasi dan keadilan sosial yang telah kita perjuangkan bersama.
Profesionalisme TNI akan diwujudkan melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia, modernisasi peralatan militer, dan penerapan doktrin militer yang sesuai dengan perkembangan zaman.
Kepercayaan rakyat akan dibangun melalui transparansi, akuntabilitas, dan pelayanan yang prima. Kedaulatan negara akan dijaga melalui kemampuan TNI dalam menghadapi berbagai ancaman, baik dari dalam maupun luar negeri.
*) Penulis: Rahma Rizka Artiansyah, mahasiswa Prodi Pendidikan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Yogyakarta
**) Artikel ini disusun untuk memenuhi tugas perkuliahan
***) Isi dan pesan dalam artikel bukan menjadi pandangan redaksi