promo

Pentingnya Kedewasaan dalam Berdemokrasi

Dian Jati Sasongko, Mahasiswa Prodi Pendidikan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Yogyakarta

SUARAMUDA, SEMARANG — Pada 21 dan 22 Mei 2019, Jakarta menjadi saksi kerusuhan pascapengumuman hasil Pemilu 2019 oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Massa yang tidak puas dengan hasil pemilu menggelar aksi protes di depan Gedung Bawaslu, Jakarta Pusat.

Aksi yang awalnya damai berubah menjadi bentrokan antara demonstran dan aparat keamanan, terutama di kawasan Sarinah, Tanah Abang, dan Petamburan.

Promo

Kerusuhan ini mengakibatkan setidaknya delapan orang meninggal dunia dan ratusan lainnya luka-luka.

Selain itu, lebih dari 400 orang ditangkap terkait insiden tersebut.

Peristiwa kerusuhan 21-22 Mei 2019 menjadi cerminan betapa rapuhnya kedewasaan berdemokrasi di Indonesia.

Promo
Ilustrasi demokrasi/ pinteresr

Pemilu seharusnya menjadi ajang perayaan demokrasi di mana perbedaan pilihan dihormati dan hasilnya diterima dengan lapang dada.

Namun, kenyataan menunjukkan bahwa ketidakpuasan terhadap hasil pemilu dapat memicu tindakan anarkis yang merugikan banyak pihak.

Kebebasan berekspresi dan berpendapat memang dijamin oleh konstitusi. Namun, kebebasan tersebut harus disertai dengan tanggung jawab dan kesadaran akan batasan-batasan yang ada.

Mengungkapkan ketidakpuasan melalui aksi damai adalah hal yang wajar dalam demokrasi, tetapi ketika aksi tersebut berubah menjadi kerusuhan, maka esensi dari demokrasi itu sendiri tercoreng.

Kita musti harus belajar kembali, esensi demokrasi sebagaimana Kepala Badan Bela Negara FKPPI adalah adanya keseimbangan.

Di satu sisi, demokrasi menjamin ketersediaan ruang bagi setiap warga negara untuk berekspresi dan mengartikulasikan hak-hak politiknya tanpa represi dan intimidasi.

Baik dari aparatur negara maupun dari elemen-elemen kekerasan dalam masyarakat.

Di sisi lain, eskpresi demokrasi juga tidak boleh dilakukan dengan cara-cara tidak bertanggungjawab, yang justru mencederai nilai-nilai demokrasi itu sendiri.

Semisal dilakukan dengan cara anarkis, atau dengan menyebarkan hoax yang dapat memantik konflik dan memecah belah bangsa.

Penulis: Dian Jati Sasongko, Mahasiswa Prodi Pendidikan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Yogyakarta

Redaksi Suara Muda, Saatnya Semangat Kita, Spirit Indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like