promo

Pendidikan Moral dan Problem Kesenjangan Pendidikan di Kota dan Desa

Diasyifa Kartika C., Mahasiswa Prodi Pendidikan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Yogyakarta

Oleh: Diasyifa Kartika C *)

SUARAMUDA, SEMARANG – Pendidikan Pancasila menjadi salah satu mata pelajaran yang wajib diajarkan dalam semua jenjang pendidikan mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi (PT).

Tak dipungkiri, Pendidikan Pancasila didedikasi sebagai dasar pendidikan moralitas, yang di dalamnya termaktub nilai-nilai karakter.

Promo

Tentunya, nilai-nilai tersebut seiring sejalan dengan modal dasar dalam membangun karakter bangsa. Upaya itu juga dimaksudkan untuk pembinaan generasi muda yang dalam konteks ini mewujudkan generasi emas 2045.

Langkah ini sudah seharusnya dilaksanakan secara merata, tanpa membedakan daerah, atau geografis wilayah Indonesia yang luas. Hal itu sejalan dengan pasal 5 Pancasila yakni “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.

Kesenjangan Pendidikan 

Promo

Namun dalam pandangan penulis, pelaksanaan pendidikan di Tanah Air masih belum merata. Masih terjadi ketimpangan antara pendidikan di perkotaan dengan pedesan. Tentu, fakta ini masih jauh dari nilai keadilan sosial.

Di kota, misalnya, banyak dijumpai pendidikan yang berkualitas, sumber daya belajar yang melimpah, dan lingkungan yang mendukung cenderung lebih tersedia. Ini menciptakan lingkungan yang kondusif bagi anak-anak untuk mengembangkan nilai-nilai moral dengan baik.

Namun di desa, perkembangan pendidikan moral cenderung berjalan lebih lambat. Hal ini sering disebabkan oleh kurangnya akses terhadap sarana dan prasarana yang mendukung pendidikan tersebut.

Kondisi geografis yang sulit, keterbatasan ekonomi, dan infrastruktur yang kurang memadai seringkali menjadi penghambat utama.

Faktor yang Mempengaruhi

Kenyataan ini tentu akan mempengaruhi perkembangan pendidikan moral bagi siswa. Maka, ada beberapa faktor yang mempengaruhi perbedaan pelaksanaan pendidikan di kota dan di desa.

Pertama, kualitas guru. Penyebaran guru berkualitas seringkali belum merata antara kota dan desa. Di kota, sekolah-sekolah biasanya lebih mudah menarik guru-guru dengan kualifikasi tinggi karena fasilitas dan gaji yang lebih baik.

Sedangkan di wilayah pedeesaan, guru seringkali menghadapi tantangan yang lebih besar, termasuk keterbatasan sumber daya dan fasilitas. Ini menjadi problematik yang cukup serius, utamanya di wilayah pedalaman.

Kedua, terkait kurikulum pembelajaran. Kurikulum ini sejatinya berfungsi sebagai pedoman utama bagi guru dalam mengajar dan mengintegrasikan nilai-nilai moral ke dalam materi pelajaran.

Di Indonesia, kurikulum seringkali berubah-ubah untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman dan kebutuhan pendidikan. Untuk itu dibutuhkan akselarasi secara cepat dan tepat.

Di kota, sekolah-sekolah biasanya lebih cepat dan lebih efektif dalam mengadopsi perubahan kurikulum ini dibandingkan dengan sekolah di desa, yang mungkin membutuhkan waktu lebih lama untuk beradaptasi.

Ketiga masalah anggaran pendidikan. Anggaran pendidikan sebaiknya diimbangi dengan pemetaan isu strategis pendidikan, sehingga alokasi dana bisa lebih efektif dan tepat sasaran.

Dana ini juga bisa digunakan untuk meningkatkan kualitas guru dan siswa melalui pelatihan, workshop, dan program peningkatan lainnya.

Langkah ini juga bertujuan untuk mengoptimalkanpengembangan sumber daya manusia di seluruh wilayah, baik kota maupun desa.

Keempat, tentang regulasi pendidikan. Dengan banyaknya regulasi yang ada, terkadang bisa terjadi kebingungan atau salah tafsir dalam implementasinya, terutama jika peraturan tersebut tidak disosialisasikan dengan baik.

Ini menunjukkan pentingnya regulasi yang jelas dan implementasi yang konsisten untuk mendukung pengembangan pendidikan moral baik di kota maupun di desa.

Faktor Pendukung

Selain faktor-faktor yang mempengaruhi, ada juga beberapa faktor pendukung yang dapat meningkatkan kualitas pendidikan.

Pertama, terkait kinerja guru. Kinerja guru tidak kalah pentingnya dibandingkan dengan kualitas atau kompetensi mereka. Guru yang berdedikasi dan bersemangat dalam mengajar dapat menciptakan lingkungan belajar yang positif dan produktif.

Di kota, misalnya, kinerja guru sering didukung oleh pelatihan dan pengembangan profesional yang lebih baik.

Namun di desa, meskipun tantangannya lebih besar, ada banyak contoh guru yang berprestasi yang mampu menginspirasi dan memotivasi siswa mereka untuk belajar dengan giat.

Kedua, semangat belajar anak. Motivasi dan semangat belajar siswa juga sangat mempengaruhi kualitas pendidikan moral.

Anak-anak yang memiliki minat dan keinginan yang kuat untuk belajar cenderung lebih mudah menginternalisasi nilai-nilai moral yang diajarkan di sekolah.

Di kota, anak-anak mungkin memiliki lebih banyak kesempatan untuk terlibat dalam berbagai kegiatan ekstrakurikuler yang mendukung pengembangan moral.

Di desa, meskipun peluang tersebut mungkin lebih terbatas, semangat belajar yang tinggi dari siswa dapat menjadi faktor pendorong yang kuat untuk kemajuan mereka.

Ketiga, dukungan dari stakeholders. Meningkatkan kualitas pendidikan bukanlah tanggung jawab pemerintah atau guru saja. Ini memerlukan dukungan dari berbagai pihak, termasuk orang tua, komunitas, dan pihak swasta.

Di kota, seringkali ada lebih banyak peluang untuk kolaborasi antara sekolah dan masyarakat. Di desa, dukungan dari komunitas lokal dan kerjasama antara berbagai pihak juga sangat penting untuk mengatasi keterbatasan dan memajukan pendidikan moral.

Oleh sebab itu, nilai-nilai moral seperti integritas, empati, kejujuran, dan tanggung jawab sudah menjadi keharusan untuk diintegrasikan dalam kurikulum pendidikan, bukan hanya sebagai pelajaran tambahan.

Pendidikan moral tidak berhenti hanya di kelas atau sekolah, tapi harus dilakukan secara konsisten dalam berbagai aspek kehidupan anak-anak.

Hal yang perlu diingat, konsistensi dalam penerapan nilai-nilai moral tentunya akan membantu membangun karakter yang kuat dan bertanggung jawab guna mewujudkan Indonesia Emas 2045.

*) Diasyifa Kartika C., Mahasiswa Prodi Pendidikan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Yogyakarta
**) Artikel ini disusun untuk memenuhi tugas perkuliahan
***) Isi dan pesan dalam artikel bukan menjadi pandangan redaksi

Redaksi Suara Muda, Saatnya Semangat Kita, Spirit Indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like