
Oleh: Muamal Farizal*)
SUARAMUDA, SEMARANG – Turut menyorot beragam isu dewasa ini, penulis merasa prihatin. Adalah soal RUUD TNI tak lebih dari doktrin yang berkembang di Indonesia sejak Orde Baru, di mana TNI memiliki dua peran utama: sebagai kekuatan pertahanan dan keamanan (hankam) serta sebagai kekuatan sosial-politik.
Konsep ini diperkenalkan pada era Presiden Soeharto kemudian berkembang menjadi dasar bagi keterlibatan militer dalam pemerintahan sipil.
Doktrin ini berkembang dari pengalaman sejarah, terutama setelah peran besar TNI dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Dan seiring waktu, TNI semakin aktif dalam politik, ekonomi, dan pemerintahan dengan alasan stabilitas nasional.
Peran Dwi Fungsi dalam Pemerintahan
Selama Orde Baru, Dwi Fungsi ABRI/ TNI memungkinkan militer:
Mengisi posisi strategis di birokrasi pemerintahan, baik di pusat maupun daerah.
Mendominasi parlemen melalui fraksi ABRI di DPR dan MPR.
Mengontrol keamanan dalam negeri, termasuk menangani gerakan separatis dan oposisi politik.
Konsep ini membuat militer tidak hanya berfungsi sebagai alat pertahanan, tetapi juga sebagai pemain utama dalam kebijakan negara.
Dampak Positif Dwi Fungsi ABRI
•Stabilitas Politik: Pemerintahan Soeharto relatif stabil dengan minimnya gejolak politik besar.
•Pembangunan Infrastruktur: Dengan kendali militer, berbagai proyek pembangunan dapat berjalan tanpa hambatan politik berlebihan.
•Penegakan Keamanan: Peran ganda ABRI membantu menjaga ketertiban di era di mana kekuatan sipil masih lemah.
Dampak Negatif Dwi Fungsi ABRI
•Militerisasi Politik: Banyak jabatan sipil diisi oleh perwira militer, mengurangi partisipasi masyarakat dalam pemerintahan.
•Pelanggaran HAM: Militer yang terlalu dominan sering kali menggunakan kekuatan berlebihan dalam menghadapi oposisi politik dan gerakan sipil.
•Korupsi dan Nepotisme: Banyak bisnis militer berkembang tanpa pengawasan, memicu praktik korupsi dalam pemerintahan.
•Melemahkan Demokrasi: Dominasi militer menghambat pertumbuhan demokrasi dan kebebasan politik.
• Reformasi dan Penghapusan Dwi Fungsi
Pasca-Reformasi 1998, salah satu tuntutan utama masyarakat adalah menghapuskan Dwi Fungsi ABRI. Beberapa langkah yang diambil:
Pemisahan TNI dan Polri (1999)
Penghapusan fraksi TNI/Polri di parlemen (2004).
Pembatasan peran militer dalam politik dan ekonomi.
Namun, masih ada tantangan dalam menghapus pengaruh militer dalam politik, terutama dalam kasus-kasus di mana TNI tetap terlibat dalam kebijakan keamanan dalam negeri dan ekonomi.
Opini tentang Dwi Fungsi TNI
Secara pribadi, saya berpendapat bahwa Dwi Fungsi ABRI/TNI lebih banyak membawa dampak negatif dibanding positif.
Meskipun stabilitas politik bisa terjaga, dominasi militer justru melemahkan demokrasi dan kebebasan sipil.
Dengan pengalaman masa lalu, Indonesia harus tetap waspada terhadap potensi kembalinya peran politik TNI secara berlebihan.
Namun, bukan berarti TNI tidak boleh berperan sama sekali dalam kehidupan bernegara.
Mereka tetap bisa terlibat dalam pembangunan melalui jalur profesional, seperti dalam bantuan bencana alam, pengamanan nasional, dan misi perdamaian dunia.
Tetapi, jalur politik harus tetap berada di tangan sipil agar demokrasi tetap sehat.
Kesimpulan
Dwi Fungsi ABRI adalah bagian dari sejarah Indonesia yang membawa dampak besar dalam politik dan pemerintahan.
Reformasi 1998 berhasil membatasi peran militer dalam politik, tetapi tantangan masih ada.
Hemat saya, Indonesia harus terus menjaga keseimbangan antara peran TNI dalam pertahanan negara dan menghindari campur tangan militer dalam politik agar demokrasi tetap berkembang. (Red)
Penulis: Muamal Farizal, Presiden Mahasiswa Politeknik Medica Farma Husada Mataram