
Oleh: Novia Saputri *)
SUARAMUDA, SEMARANG – Krisis moral dan etika yang terjadi di Indonesia saat ini merupakan permasalahan yang harus segera diatasi. Nilai-nilai Pancasila yang seharusnya menjadi pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara semakin tergeserkan oleh kepentingan pribadi, materialisme, dan kekuasaan.
Pancasila sebagai dasar negara tidak hanya berfungsi sebagai pedoman dalam penyelenggaraan pemerintah tetapi sebagai panduan moral dan etika kehidupan masyarakat. Sayangnya, fenomena itu masih “jauh api dari panggang”, jelas tidak sesuai dengan fakta di lapangan.
Hal ini dapat kita lihat dari banyaknya permasalahan yang terjadi seperti maraknya praktik korupsi, ketidakjujuran, kekerasan, maraknya kasus pelanggaran hukum, rendahnya rasa empati dan solidaritas, menurunnya sikap saling menghormati serta sikap intoleransi yang semakin berkembang di kalangan masyarakat.
Sehingga, dari permasalah tersebut menunjukan bahwa implementasi nilai-nilai Pancasila masih jauh dari harapan.
Faktor Degradasi Moral
Dalam pengamatan penulis, kondisi ini tidak hanya semata-mata karena lemahnya sistem hukum tetapi juga karena degradasi moral yang berlangsung diberbagai lapisan masyarakat.
Saat ini banyak pemimpin yang seharusnya menjadi teladan justru ikut terlibat dalam pelanggaran hukum dan praktik korupsi, sehingga mengakibatkan masyarakat kehilangan figur yang bisa dijadikan contoh dalam menjalankan nilai nilai Pancasila seperti kejujuran, keadilan, dan tanggung jawab.
Kondisi moral dan etika ini dapat muncul dikarenakan mulai melemahnya pendidikan karakter dan kurangnya teladan dari seorang pemimpin tersebut. Maka, bagaimana mungkin nasyarakat dapat menjalankan nilai-nilai moral yang benar jika pemimpin kita juga tidak memberikan contoh yang baik?
Di sisi lain, perkembangan teknologi dan media sosial juga memberikan pengaruh besar terhadap krisis moral dan etika yang terjadi. Konten-konten negatif yang tersebar secara luas seperti ujaran kebencian, hoaks, dan perilaku yang tidak etis semakin membentuk pola pikir masyarakat yang mengabaikan nilai-nilai moral.
Banyak orang yang lebih mementingkan kepentingan pribadi dan popularitasnya di media sosial dibandingkan dengan menjaga etika dan perilaku sopan santun. Hal ini mengakibatkan nilai-nilai Pancasila seperti gotong-royong, persatuan, dan kepedulian antar sesama semakin luntur.
Pendidikan Karakter yang Lemah
Krisis moral yang muncul juga dapat disebabkan oleh lemahnya pendidikan karakter baik di lingkungan keluarga, sekolah maupun lingkungan masyarakat.
Fakta ini juga dapat dilihat pelaksanaan pendidikan saat ini yang lebih berorientasi pada pencapaian akademik daripada pembentukan karakter yang kuat.
Padahal, pendidikan karakter yang berbasis nilai-nilai Pancasila sangat penting bagi kehidupan yang dapat membentuk generasi yang berintegritas dan bertanggung jawab.
Jika pendidikan hanya mementingkan aspek kognitif saja tanpa memperhatikan aspek moral maka akan semakin banyak individu yang cerdas secara akademik saja tetapi tidak memiliki integritas dan tanggung jawab sosial.
Langkah Solutif
Salah satu solusi utama dalam menghadapi krisis moral dan etika ini adalah dengan memperkuat pendidikan karakter yang ditanamkan sejak dini.
Pendidikan harus lebih menekankan pada pembentukan sikap yang jujur, disiplin, tanggung jawab, dan kepedulian terhadap sesama, tidak hanya dalam aspek teori saja tetapi juga melalui praktik nyata dalam kehidupan sehari-hari seperti sekolah dapat mengadakan kegiatan sosial contohnya bakti sosial, kerja bakti dan program mentoring untuk menanamkan nilai nilai gotong royong dan solidaritas.
Selain itu juga peran keluarga sangat penting dalam membentuk karakter anak. Orang tua harus menjadi teladan dengan memberikan contoh perilaku nilai-nilai Pancasila seperti kejujuran, keadilan, dan sikap yang saling menghormati, serta nilai lainnya.
Pendidikan karakter yang terjadi di rumah atau lingkungan keluarga akan menjadi pondasi bagi anak untuk menjalani kehidupan bermasyarakat dengan sikap yang positif.
Dalam konteks ini, media juga memiliki tanggung jawab yang besar dalam membentuk etika dan moral masyarakat. Media harus lebih selektif dalam menampilkan tayangan yang dapat memberikan edukasi moral dan etika.
Konten-konten yang bersifat negatif seperti kekerasan, kebencian, dan ketidakjujuran seharusnya dibatasi agar tidak merusak pola pikir masyarakat terutama generasi muda.
Sebaliknya, media harus lebih menampilkan tayangan konten yang lebih menginspirasi dan membangun kesadaran terhadap pentingnya nilai-nilai moral dalam kehidupan sehari-hari, untuk membentuk perilaku yang baik dan positif.
Pemerintah juga seyogyanya berperan penting, yakni dengan tegas melakukan penegakan hukum bagi siapa saja yang melanggar etika dan norma.
Hukuman yang diberikan kepada para pelaku korupsi dan pelanggar hukum harus memberikan efek jera agar dengan begitu masyarakat akan lebih menghormati nilai-nilai hukum dan moral dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Krisis moral dan etika yang terjadi di Indonesia bukanlah hal yang bisa dianggap remeh. Jika terus dibiarkan, hal ini akan semakin merusak tatanan sosial dan memperlemah persatuan bangsa.
Oleh karena itu, diperlukan upaya yang serius dalam mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila di segala aspek kehidupan. Implementasinya antara lain seperti optimalisasi pendidikan karakter di lingkungan keluarga.
Demikian pula upaya keteladanan pemimpin dan peran media juga harus diperkuat agar nilai-nilai moral dan etika kembali menjadi pedoman utama dalam kehidupan masyarakat. Semoga. (Red)
*) Novia Saputri, Mahasiswa Prodi Pendidikan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam-UNY
**) Artikel ini disusun untuk memenuhi tugas perkuliahan
***) Isi dan pesan dalam artikel bukan menjadi pandangan redaksi