promo

Kisah Siswa SD Dihukum Duduk di Lantai Karena Tidak Membayar SPP, Tanggung Jawab Siapa?

Ratih Nugrahiny, Mahasiswa Prodi Pendidikan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Yogyakarta

Oleh: Ratih Nugrahiny *)

SUARAMUDA, SEMARANG – Kita semua tentu merasa miris, mendengar cerita seorang anak Sekolah Dasar (SD) yang dihukum gurunya, lantaran tidak/ belum mampu membayar SPP.

Untuk menelisik lebih dalam kasus itu, kita harus membahas lebih dalam tentang efek sosial dan moral dari kejadian siswa SD yang dihukum di kelas, utamanya pada efek psikologi dan perkembangan anak.

Promo

Pertama-tama, pendidikan harus fokus tidak hanya pada bahan pengajaran tetapi juga pada pengembangan karakter.

Sekolah seharusnya tidak hanya menjadi tempat yang berkontribusi pada stres emosional dan psikologis, tetapi juga tempat-tempat yang memberi semua anak rasa aman dan nyaman.

Hukuman fisik atau perlakuan tidak adil seperti itu dapat dilihat sebagai bentuk disiplin, tetapi sebenarnya dapat mempengaruhi kepercayaan anak dan memperburuk kondisi intelektual.

Promo

Anak-anak yang dihukum dengan cara ini akan merasa sangat malu, terpinggirkan, dan mulai kehilangan kepercayaan baik di lingkungan sekolah maupun sekitarnya.

Lantas, apakah dibenarkan anak-anak yang tidak mampu membayar harus dihukum?

Tentu saja tidak! Pendidikan harus memberikan kesempatan yang sama untuk semua anak, terlepas dari latar belakang keuangan mereka.

Pancasila sebagai Panduan

Pancasila sebagai pondasi negara bagian Indonesia, mengandung lima sila yang harus menjadi panduan bagi kehidupan sehari-hari, baik dalam interaksi sosial, ketertiban umum dan pendidikan.

Tindakan menghukum siswa yang tidak dapat duduk di lantai dan membayar SPP jelas tidak sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, terutama sila kedua dan sila kelima.

Sila Kedua “kemanusiaan yang adil dan beradab” menekankan pentingnya perlakuan yang adil dan beradab terhadap orang lain.

Dalam konteks pendidikan, setiap anak harus diperlakukan dengan hormat dan menghargai martabatnya sebagai pribadi.

Hukuman dalam bentuk apapun, termasuk duduk di lantai gara-gara tidak dapat membayar SPP adalah perlakuan yang tidak adil dan tidak beradab.

Terlambatnya membayar SPP, bukanlah perilaku yang buruk melainkan problem situasi keuangan keluarganya, yang mungkin saja sedang sulit.

Maka, terlepas dari latar belakang keuangan mereka, setiap anak sudah seharuanya memiliki hak untuk mempertahankan pelatihan yang tepat tanpa diskriminasi.

Pada sila kelima “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” mengajarkan bahwa negara harus memastikan keadilan sosial untuk semua orang tanpa kecuali.

Pendidikan untuk Semua Anak

Dalam hal ini, pendidikan harus menjadi hak akses untuk semua anak terlepas dari status sosial dan ekonomi keluarga.

Sebagai negara yang mempertahankan prinsip-prinsip keadilan sosial, Indonesia perlu memastikan bahwa semua anak memiliki kesempatan yang sama untuk belajar terlepas dari latar belakang ekonomi mereka.

Pendidikan seharusnya tidak menjadi beban tambahan bagi anak-anak yang berasal dari keluarga yang kurang mampu, terutama untuk bermartabat.

Pendidikan juga harus menjadi sarana untuk secara aktif mengembangkan kepribadian, memberikan kesempatan untuk semua anak, dan memastikan keadilan sosial tercapai.

Oleh karena itu, sekolah harus menemukan solusi yang cerdas dan lebih manusiawi untuk mengatasi masalah pembayaran SPP, dan tidak perlu mengorbankan martabat siswa untuk alasan administrasi atau keuangan.

*) Ratih Nugrahiny, Mahasiswa Prodi Pendidikan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Yogyakarta
**) Artikel ini disusun untuk memenuhi tugas perkuliahan
***) Isi dan pesan dalam artikel bukan menjadi pandangan redaksi

Redaksi Suara Muda, Saatnya Semangat Kita, Spirit Indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like