
SUARAMUDA, SEMARANG – Saat dunia masih terpecah oleh kolonialisme dan Perang Dingin, muncul sebuah langkah berani dari negara-negara Asia untuk menentukan nasib sendiri.
Konferensi Kolombo pada tahun 1954 bukan sekadar pertemuan diplomatik biasa, tetapi titik tolak lahirnya solidaritas Asia-Afrika yang mengguncang tatanan dunia.
Lalu, mengapa konferensi ini begitu penting? Bagaimana pertemuan ini akhirnya melahirkan Konferensi Asia-Afrika (KAA) yang menjadi tonggak perjuangan negara-negara berkembang?
Artikel ini akan mengupas jejak historis Konferensi Kolombo dan dampaknya yang masih relevan hingga saat ini.
Pasca Perang Dunia II, negara-negara di Asia dan Afrika masih berjuang melawan kolonialisme dan pengaruh negara-negara adidaya.
Pada saat yang sama, Perang Dingin semakin memperburuk kondisi geopolitik, memaksa negara-negara berkembang untuk memilih antara blok Barat atau blok Timur.
Di tengah ketegangan tersebut, negara-negara Asia yang baru merdeka menyadari perlunya membangun solidaritas untuk memperjuangkan kedaulatan mereka.
Salah satu upaya untuk mewujudkan persatuan tersebut adalah melalui Konferensi Kolombo, yang dihadiri oleh lima pemimpin negara: Perdana Menteri Sri Lanka (Ceylon) John Kotelawala, Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru, Perdana Menteri Pakistan Mohammad Ali, Perdana Menteri Burma U Nu, dan Perdana Menteri Indonesia Ali Sastroamidjojo.
Pertemuan ini menjadi forum bagi negara-negara Asia untuk berdiskusi mengenai berbagai isu global, termasuk dekolonisasi, perdamaian dunia, dan kebijakan luar negeri yang bebas dari tekanan negara-negara besar.
Persatuan Negara-negara Asia
Konferensi Kolombo adalah bukti nyata bahwa persatuan negara-negara Asia mampu menginisiasi perubahan besar di panggung dunia.
Jika bukan karena keberanian para pemimpin Asia saat itu, KAA mungkin tidak akan pernah terjadi, dan perjuangan melawan kolonialisme akan lebih terjal.
Dalam konteks saat ini, semangat Konferensi Kolombo seharusnya dijadikan inspirasi untuk memperkuat solidaritas antarnegara berkembang dalam menghadapi tantangan global, seperti ketidakadilan ekonomi, perubahan iklim, dan politik internasional yang masih didominasi oleh negara-negara besar.
Konferensi Kolombo diadakan pada 28 April – 2 Mei 1954 di Ceylon (sekarang Sri Lanka) dan dihadiri oleh lima negara: India, Pakistan, Burma (Myanmar), Sri Lanka, dan Indonesia.
Cikal-Bakal Konferensi Asia-Afrika
Dalam pertemuan ini, Perdana Menteri Indonesia Ali Sastroamidjojo mengusulkan perlunya konferensi yang lebih besar dengan melibatkan negara-negara Afrika dan Asia lainnya.
Menurut catatan sejarah, usulan ini awalnya mendapat respons skeptis, tetapi kemudian diterima dengan baik.
Langkah ini kemudian ditindaklanjuti dengan Konferensi Bogor pada Desember 1954 yang menjadi persiapan akhir sebelum KAA digelar di Bandung pada April 1955.
KAA akhirnya berhasil menyatukan 29 negara Asia dan Afrika untuk menentang kolonialisme serta memperjuangkan hak menentukan nasib sendiri.
Dari perspektif akademis, sejarawan Michael Brecher menyatakan bahwa Konferensi Kolombo memainkan peran penting dalam membangun landasan politik bagi KAA.
Selain itu, menurut catatan dari Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), Konferensi Kolombo mencerminkan kesadaran baru negara-negara Asia terhadap peran strategis mereka dalam politik global.
Lebih jauh, Konferensi Kolombo juga menunjukkan bahwa negara-negara berkembang tidak harus selalu tunduk pada tekanan negara-negara besar.
Dengan bersatu dan bekerja sama, mereka mampu menciptakan agenda politik yang menguntungkan kepentingan mereka sendiri. Ini menjadi bukti bahwa diplomasi dan solidaritas antarnegara dapat menjadi kekuatan besar dalam membentuk tatanan dunia yang lebih adil.
Dampak Konferensi Kolombo terhadap KAA dan Dunia
Dampak yang dihasilkan dari Konferensi Kolombo atas KAA dan dunia adalah sebagai berikut.
1. Pembentukan Konferensi Asia-Afrika – Salah satu hasil langsung dari Konferensi Kolombo adalah keputusan untuk menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika di Bandung pada April 1955.
2. Menguatkan Gerakan Non-Blok – Konferensi ini juga membantu membentuk fondasi bagi Gerakan Non-Blok, yang kemudian diresmikan dalam Konferensi Beograd tahun 1961.
3. Menegaskan Hak Menentukan Nasib Sendiri – Negara-negara yang hadir dalam Konferensi Kolombo sepakat bahwa bangsa-bangsa Asia dan Afrika memiliki hak untuk bebas dari kolonialisme dan imperialisme.
4. Inspirasi bagi Negara-negara yang Belum Merdeka – Konferensi ini memberi semangat bagi negara-negara yang masih dijajah untuk terus berjuang demi kemerdekaan.
Simpulan
Jejak Konferensi Kolombo adalah bukti bahwa inisiatif dari negara-negara berkembang mampu mengubah sejarah dunia.
Hari ini, semangat yang sama masih dibutuhkan untuk menghadapi tantangan global, seperti ketimpangan ekonomi, perubahan iklim, dan politik internasional yang tidak selalu adil.
Kita sebagai masyarakat harus terus mendukung solidaritas antarnegara berkembang agar warisan perjuangan ini tidak hilang.
Saatnya belajar dari sejarah dan menjadikannya inspirasi untuk masa depan yang lebih adil dan berdaulat!
Mari kita jadikan semangat Konferensi Kolombo sebagai inspirasi untuk memperjuangkan hak dan kedaulatan bangsa di tengah dinamika politik global yang terus berubah. (Red)
Penulis: Muhammad Rizalul Umam