promo

Budaya Nepotisme yang Mengakar: Siapa Untung?

SUARAMUDA, SEMARANG – Nepotisme menjadi praktik dengan memberikan keuntungan atau posisi kepada keluarga atau kerabat dekat.

Hal tersebut telah menjadi budaya yang mengakar di Indonesia.

Praktik ini sering dibenarkan dengan alasan menjaga keharmonisan atau loyalitas. Namun kenyataannya justru menciptakan ketidakadilan sosial dan merusak meritokrasi.

Promo

Di tingkat keluarga, nepotisme dimulai dengan pola pikir yang mengutamakan “darah daging”, seperti menyerahkan posisi strategis kepada anak atau saudara meski ada yang lebih kompeten.

Di lingkup politik, nepotisme terlihat jelas ketika anak atau kerabat pejabat menduduki posisi penting tanpa kompetensi yang memadai.

Praktik ini bahkan menjadi warisan turun-temurun, di mana anak-anak diajarkan untuk mengutamakan keluarga, bahkan jika harus mengorbankan prinsip keadilan.

Promo

Misalnya dalam pendidikan, orang tua menggunakan pengaruh untuk memastikan anaknya diterima di sekolah favorit walaupun nilainya tidak memenuhi syarat.

Dampaknya, nepotisme menciptakan ketimpangan sosial, merusak kepercayaan publik, dan menghambat kemajuan bangsa.

Bertentangan dengan Nilai Pancasila

Nepotisme secara prinsip bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.

Praktik ini merusak prinsip keadilan, kesetaraan, persatuan, partisipasi, dan keadilan sosial yang menjadi fondasi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Untuk menciptakan masyarakat yang lebih adil dan sejahtera, kita perlu memerangi budaya nepotisme dan kembali pada nilai-nilai luhur Pancasila.

Untuk mengatasi hal ini, diperlukan perubahan pola pikir dan sistemik.

Kesadaran akan keadilan dan meritokrasi harus ditanamkan sejak dini, regulasi ketat dalam rekrutmen perlu diterapkan, dan masyarakat harus lebih kritis menolak praktik nepotisme.

Nepotisme mungkin menguntungkan untuk sebagian orang, tetapi dalam jangka panjang, budaya ini dapat merugikan kita semua.

Sudah saatnya membangun sistem yang adil dan inklusif, di mana setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang. (Red)

Penulis: Moetia Putri Fadillah, Mahasiswa Pendidikan Kimia, Universitas Negeri Yogyakarta

 

Redaksi Suara Muda, Saatnya Semangat Kita, Spirit Indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like