
SUARAMUDA, SEMARANG — Dunia kita telah bertransformasi menjadi panggung global, di mana batas-batas negara seolah memudar.
Globalisasi telah merajut jaringan yang menghubungkan setiap sudut bumi, memungkinkan informasi dan budaya saling bertukar dengan cepat sehingga menciptakan lanskap budaya global yang dinamis.
Fenomena ini membawa manfaat yang signifikan, seperti akses ke pengetahuan dan teknologi baru, serta peluang untuk pertumbuhan ekonomi dan pertukaran budaya yang positif.
Namun, di balik gemerlapnya pertukaran ini, terselip kekhawatiran akan hilangnya identitas budaya lokal.
Dominasi budaya Barat yang mengancam keberagaman serta mengikis nilai-nilai tradisional.
Dilema Kaum Muda
Generasi muda sebagai agen perubahan menghadapi dilema antara merangkul modernitas dan melestarikan warisan budaya.
Dominasi budaya Barat, yang sering kali dipicu oleh kekuatan ekonomi dan media, dapat mengancam keberagaman budaya yang kaya di Indonesia.
Masuknya budaya pop seperti K-pop dan tren dari penyanyi-penyanyi Barat, yang menciptakan fenomena fear of missing out (FOMO) di kalangan anak muda.
Dimana mereka merasa seolah diharuskan untuk selalu mengikuti tren agar tidak dianggap kolot atau ketinggalan zaman.
Bukan hanya sekedar masalah trend semata, tapi pada poin ini hal yang dikhawatirkan adalah bagaimana generasi muda dalam menghadapi fenomena yang dapat menggerus nilai-nilai Pancasila yang menjadi fondasi bangsa.
Bayangkan saja trend gaya hidup mewah yang dipertontonkan para idola mendorong individualisme yang bertolak belakang dengan semangat gotong royong.
Generasi muda berlomba-lomba mengumpulkan barang bermerek dan terjebak dalam materialis yang mengabaikan kesederhanaan, gaya berpakaian yang semakin terbuka meniru budaya barat tanpa mempertimbangkan norma-norma yang berlaku di masyarakat.
Memang tidak semua aspek budaya barat negatif ada juga posisi positifnya seperti kreativitas dan inovasi yang bisa menginspirasi.
Oleh karena itu, kita sebagai generasi muda tidak boleh lengah, diperlukan sikap kritis dan bijak dalam menyaring setiap pengaruh yang masuk. Jangan sampai kita kehilangan jati diri sebagai bangsa Indonesia yang berlandaskan Pancasila.
Penulis: Aisyah Ika Nurdina