![Khutbah Jum’at: Sya’ban sebagai Jembatan Spiritual Menuju Ramadhan yang Penuh Ampunan](https://suaramuda.net/wp-content/uploads/2025/02/f90ff4f37b62aa088197bcf18e59e2a4.jpg)
SUARAMUDA, SEMARANG – Dunia sosial media baik Instagram, TikTok maupun YouTube baru-baru ini sedang viral dengan grup orkes melayu (OM) Lorenza asal Sukoharjo, Jawa Tengah.
Orkes yang mengusung konsep tembang jadul itu membawakan lagu-lagu hits 1970-1980-an. Uniknya, para penggemarnya juga berdandan ala era 70/80-an menyesuaikan tembang-tembang yang dilantunkan para penyanyinya.
Tak jarang, dalam medsos tergambar para fans yang enjoy dengan kostum dengan style calana cutbray, rambut kribo, topi laken dan kemeja berkerah lebar lengkap dengan kacamata hitam.
Para penggemar juga terlihat berjoged asyik, dipadu gaya joged dengan memikul tape/ radio lawas berbentuk kotak. Atau ada pula yang membawa seruling panjang.
Uniknya lagi, para fans rupanya tak melulu dari generasi X, namun juga dari generasi Y yang lahir berkisar 1981-1995, hingga generasi Z yakni generasi yang lahir sekitaran tahun 1996-2010.
Dengan mengenakan outfit jadul, mereka nampak menikmati lagu-lagu lawas nostalgia. Gaya jogednya pun terlihat joged 1980-an. Asyik dan seru!
Lantas, seperti apa profil OM Lorenza yang kini tengah naik daun?
Melansir Radar Solo, Selasa (4/1/2025), pemilik sekaligus pengelola OM Lorenza, Murjiyanto, berbagi kisah panjang perjalanan grup musik dangdut legendaris ini.
“OM Lorenza didirikan Pak Budi Aeromac dari Lalung, Karanganyar, pada 2007. Awalnya, penyanyi utamanya Mbak Inul Daratista. Saat itu, kami mendapat banyak sponsor, dari produk rokok hingga perusahaan obat, dan sering pentas di berbagai kota di Indonesia. Bahkan, kami memiliki jadwal rutin seminggu sekali, sebulan sekali di THR Sriwedari,” kenangnya.
Dikatakan, seiring dengan berjalannya waktu, OM Lorenza menghadapi tantangan besar. Pada 2012, grup musik ini malah vakum.
“Setelah lama tidak aktif, saya dan teman-teman punya ide untuk menghidupkan kembali OM Lorenza. Kami meminta izin kepada Pak Budi, dan beliau memberikan nama itu tanpa syarat apa pun. Akhirnya, manajemen kami ambil alih, dengan satu pesan penting dari beliau ‘jaga nama baik Lorenza’,” ujar Murjiyanto.
Selanjutnya, OM Lorenza kembali aktif dengan mengikuti tren dangdut koplo yang sedang naik daun.
Tapi, persaingan dunia hiburan yang ketat membuat mereka sulit bertahan. Hingga akhirnya, pandemi COVID-19 menjadi titik balik tak terduga bagi mereka.
“Saat pandemi, semua job dibatalkan, tidak ada yang bisa manggung. Kami hanya latihan di rumah, bermain gitar dan ketipung, membawakan lagu-lagu dangdut jadul era 60-an hingga 80-an,” ungkapnya.
Tak disangka, video latihan sederhana yang diunggah ke Facebook mendapat respons positif.
“Awalnya kami ragu, siapa yang mau mendengar lagu-lagu jadul? Tapi ternyata banyak yang tertarik. Dari situ, kami semakin yakin untuk mengusung konsep dangdut klasik sebagai identitas kami,” tambahnya.
Kini, OM Lorenza memiliki 18 anggota yang terdiri dari 10 musisi, 4 penyanyi, 1 MC, dan 3 orang tim mixing.
“Sebagian besar pemusik kami sudah berusia lanjut, dan ada satu elemen yang tidak bisa tergantikan, yakni suara kendang kami yang khas. Ini yang membedakan kami dari grup dangdut lainnya,” katanya.
Lebih dari sekadar musik, OM Lorenza juga berkomitmen menjaga nilai-nilai dalam pertunjukan mereka.
“Kami ingin menciptakan suasana berjoget yang santai dan menyenangkan, tanpa keributan. Selama kami manggung, alhamdulillah, tidak pernah ada kejadian yang mengganggu,” katanya.
Tak hanya itu, mereka juga memiliki standar dalam berpenampilan.
“Penyanyi kami tidak perlu berpakaian vulgar atau seronok hanya demi saweran. Kami ingin menjaga citra dangdut agar tetap elegan dan berkelas,” tegasnya.
Dengan basis utama di Desa Sidorejo, Kecamatan Bendosari, Kabupaten Sukoharjo, OM Lorenza kini kembali eksis dengan identitas kuat sebagai orkes dangdut klasik.
Mereka tidak sekadar bernyanyi, tetapi juga merawat nostalgia bagi para pecinta musik jadul. Selamat menghibur, OM Lorenza! (Red)