suaramuda

Mengenal Dugderan, Tradisi Warga Semarang yang Tak Lekang Waktu

POV: Kirab tradisi Dugderan menjelang Ramadhan di Kota Semarang/ sumber gambar: pinterest

SUARAMUDA, SEMARANG — Dugderan bagi warga Kota Semarang, bukanlah sekadar tradisi melainkan sebuah perayaan yang meriah menjelang bulan suci Ramadhan.

Dikutip dari arsip Kementerian Pendidikan (Kemendikbud), dugderan pertama kali digelar sekitar 1862-1881 oleh Bupati Semarang Raden Mas Tumenggung Aryo Purboningrat.

Konon, dugderan digagas sebagai kegiatan untuk menentukan pertanda awal waktu puasa.

Nama “dugderan” sendiri merupakan onomatope dari suara pukulan bedug dan dentuman meriam, sebagai tanda dimulainya Ramadhan.

suaramuda

Kala itu, Raden Mas Tumenggung Aryo Purboningrat menghelat upacara dengan membunyikan suara bedug (dengan bunyi dug) sebagai puncak “awal bulan puasa”.

Bedug ditabuh sebanyak 17 (tujuh belas) kali dan diikuti dengan suara dentuman meriam (dengan bunyi der) sebanyak 7 kali.

Perpaduan bunyi bedug dan meriam tersebut yang kemudian membuat tradisi tersebut diberi nama “dugderan”.

Sementara mengutip dari buku Sejarah Islam Nusantara karya Rizem Aizid, kata ‘dugder’ dalam tradisi dugderan diambil dari perpaduan bunyi bedug ‘dug dug’ dan bunyi meriam yang mengikutinya, yaitu ‘der’.

Karena itulah upacara penyambutan bulan suci Ramadan tersebut disebut dengan nama dugderan atau dhug der.

Dugderan Masa Kini

Dugderan saat ini telah menjadi tradisi perayaan menyambut bulan Ramadan yang dilakukan oleh umat Islam di Semarang.

Dalam perkembangan waktu, tradisi ini juga menjadi pesta rakyat tahunan bagi masyarakat Semarang.

POV: Kirab tradisi Dugderan menjelang Ramadhan di Kota Semarang/ sumber gambar: pinterest

Digelarnya tradisi dugderan juga sebagai upaya pemerintah untuk menyamakan awal puasa dan hari raya.

Hingga saat ini, tradisi itu masih diselenggarakan setiap tahunnya.

Tradisi ini dikatakan sebagai salah satu cara masyarakat untuk mencurahkan rasa rindunya terhadap bulan Ramadan.

Pada 2025 kali ini, kirab dugderan hanya akan berlangsung satu kali yaitu di Balai Kota Semarang.

Melansir Kompas.com, hal itu karena terbentur dengan kebijakan efisiensi anggaran.

Kepala Bidang (Kabid) Kebudayaan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Semarang (Disbudpar) Kota Semarang, Sarosa, mengungkapkan bahwa sudah ada Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 terkait efisiensi anggaran.

“Karena ada perintah Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 2025, akhirnya kalau ada efisiensi kirab tetap dilaksanakan. Hanya saja konsepnya digabung jadi satu, biasanya dua kali,” ucap Sarosa. (Red/ Dik)

Redaksi Suara Muda, Saatnya Semangat Kita, Spirit Indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like
Promo