
Oleh: M. Furqon Al Maarif, Mahasiswa S2 Universitas Sebelas Maret, Surakarta
SUARAMUDA, SEMARANG — Dunia digital diramaikan dengan istilah “#KaburSajaDulu yang sudah hampir dua pekan ini membanjiri berbagai kanal media khususnya media sosial.
Tren #KaburSajaDulu muncul pertama kali dan masif digunakan di media sosial X. Terbukti, hingga saat ini tren itu masih menjadi trending topik Indonesia di media sosial X.
Tren #KaburSajaDulu muncul secara pesat dan tidak asing terutama bagi kalangan anak muda. Bahkan kemungkinan besar #KaburSajaDulu memang dicetuskan pertama kali oleh anak-anak muda.
Kita tinggalkan sejenak istilah-istilah #KaburSajaDulu. Kali ini tidak akan mengajak orang lain untuk kabur untuk meninggalkan Indonesia atau membahas solusi yang harus kita berikan untuk menanggapi tren #KaburSajaDulu.
Biarlah itu dipikirkan oleh para ahli dan pemangku kebijakan yang ada. Toh mereka terlahir dan terdidik dari universitas-universitas top.
Sejanak, apakah kita berfikir mengapa tren #KabarSajaDulu itu ada dan diperbincangkan? Mengapa menggunakan istilah #KaburSajaDulu, dan ajaibnya tren #KabarSajaDulu seolah-olah menjadi sebuah semboyan yang jika dimunculkan akan mengarahkan pikiran kita kepada suatu konteks?
Secara etimologi Kata kabur di KBBI bermakna, “berlari cepat”, “melarikan diri”, “meninggalkan tugas”, bahkan paling ekstrem “menghilang”.
Kata “saja” bentuk tidak baku dari “sahaja” bermakna “sewajarnya, apa adanya”. Dan kata “dulu” bentuk tidak baku dari “dahulu” bermakna “lebih awal, paling depan”, “mula-mula”.
Jika digabungkan “kabur saja dulu” muungkin bisa bermakna “melakukan kegiatan meninggalkan sesuatu dengan lebih awal, atau setidaknya saat ini”.
Namun, mengapa istilah tersebut dipakai luas dan viral untuk menggambarkan perilaku untuk kabur dari negara Indonesia ke luar negeri, jawabannya adalah dengan mengkajinya lewat analisis wacana kritis.
Tinjaun Kritis
Dalam persepktif analisis wacana kritis tren #KaburSajaDulu bisa dikaji karena ada unsur ketidakpuasan sosial dan identitas bersama.
Seperti yang diungkapkan oleh Fairclough, bahwa analisis wacana kritis mengkaji tentang upaya kekuatan sosial, pelecehan, dominasi, dan ketimpangan yang direproduksi dan dipertahankan melalui teks yang pembahasannya dihubungkan dengan konteks sosial dan politik.
Pendapat ahli lain, Van Dijk juga menimpali hal yang serupa di mana analisis wacana kritis menitikberatkan kekuatan dan ketidak setaraan yang dibuat pada fenomena sosial.
Penggunaan tagar #KaburSajaDulu juga dapat dikaitkan sebagai kritik yang mengandung gelak jenaka atau mungkin ke arah satire yaitu denagan sindiran secara halus.
Dengan kata lain tagar #KaburSajaDulu meskipun terlihat sebagai guyonan atau hal yang ringan dikonsumsi, namun sebenarnya di balik hal tersebut menyimpan ketegangan, kisruh dan kekhawatiran sosial yang mendalam.
Situasi ini menggambarkan bagaimana orang yang berada dalam lingkup sosial tersebut berusaha menghadapi perasaan tertekan dengan cara yang lebih santai atau setidaknya tidak anarkis.
Dalam konteks ini, tagar #KaburSajaDulu tersebut mencerminkan tingkat kesadaran sosial yang tinggi khususnya di kalangan pengguna media sosial.
Kita melihat kembali bagaimana tren ini aktif digunakan untuk menanggapi isu konteks sosial dan ekonomi. Bagi kalangan millennial dan gen z, tagar #KaburSajaDulu ini digunakan sebagai respon atas kesulitan hidup yang sedang meraka alami.
Ketidakpastian ekonomi, mahalnya biaya hidup, rendahnya upah minimum kerja di Indonesia dan beberapa kasus malah masih di bawah standar yang ditetapkan atau persyaratan kerja yang tidak masuk akal.
Seperti dalam twit @masput1073787, (20 Februari 2025) _“Betul Banget Bunda…Usia Aku 33th Cocoknya dimusiumkan klu Di Indonesia #KaburSajaDulu._ Penggunaan gaya Bahasa hiperbola yang sangat melebih-lebihkan keadaan dengan kata “dimusiumkan” namun memiliki arti sindiran keras kepada keafaan Indonesia karena saking susahnya mencari kerja.
Hal-hal yang dapat dikaji selanjutnya adalah adanya unsur ketimpangan social, seperti yang diungkapkan oleh pengguna X @ahyar_ros, (20 Februari 2025).
“Dua hari lalu, keponakan di kampong ngabari. Dia sudah sampai Malaysia & langsung bekerja. Dalam sambungan via telepon, ia cerita. Susahnya nyari kerjaan di kampung. Sebelumnya, ia guru madrasah, tapi lantaran honor yang kecil, tiga bulan sekali. Dia akhirnya #KaburSajaDulu”.
Suprastruktur pada tweet di atas menggamabarkan jelas adanya ketimpangan sosial yang terjadi dalam konteks dunia kerja antara di Indonesia dan Malaysia.
Dalam analisis wacana kritis, tren semacam ini dapat dilihat sebagai bentuk perlawanan simbolik terhadap struktur kekuasaan yang dianggap tidak berpihak kepada rakyat kecil.
Tren #KaburSajaDulu yang awalanya hanya bergaung di media sosial untuk melakukan perlawanan akhirnya berubah menjadi pijakan dalam membentuk tren perlawanan-perlawanan selanjutnya dalam bentuk aksi nyata yang dilakukan di berbagai daerah terutama oleh mahasiswa lewat aksi unjuk rasa, bahkan memunculkan tren baru untuk menguatkan dan menegaskan arah narasi perlawanan, yaitu #IndonesiaGelap.
Kritik atas Penguasa
Terakhir, tren #KaburSajaDulu dipandang sebagai bentuk kritik atas wacana kekuasaan dan dominasi ideologi tertentu yang memebentuk kehidupan sosial dan politik.
Dalam perspektif wacana kritis, masyarakat seringkali terjebak dalam narasi dominan yang dibangun oleh kekuasaan. Kekuasaan yang dimaksud dalam hal ini adalah pemerintah Indonesia.
Sayangnya peran pemerintah Indonesia belakangan ini malah sering memunculkan kebijakan-kebijakan yang menimbulkan polemik publik, yakni efisiensi anggaran, dinomorduakannya sektor pendidikan dan kesehatan, pemutusan kasus pengadilan korupsi yang serampangan, pembalakan hutan besar-besaran, dan yang terbaru adalah peluncuran Danantara.
Ketika individu merasa bahwa jalan keluar dari masalah-masalah besar seperti ketidakadilan, kesenjangan sosial, ekonomi, pendidikan, dll yang ada di Indonesia adalah “kabur” ke negara lain, hal itu menunjukkan kegagalan sistem dalam memenuhi kebutuhan dasar ekosistem masyarakat banyak.
Bagaimana dengan kalian, apakah sudah menggunakan istilah #KaburSajaDulu juga di media sosial? (Red)