promo

Dilema Garuda Indonesia di Tengah Kebijakan Harga Tiket Murah

Maskapai Garuda Indonesia / gambar: pinterest

Oleh: Jovanca Lintang A.Y*)

SUARAMUDA, SEMARANG — Kebijakan pemerintah dalam upaya menurunkan harga tiket pesawat selama Natal 2024 dan Tahun Baru 2025 (Nataru) menuai reaksi yang beragam.

Oleh pemerintah, langkah ini diambil untuk membantu masyarakat sekaligus meningkatkan sektor pariwisata. Namun di balik kebijakan tersebut, maskapai seperti Garuda Indonesia harus menanggung kerugian signifikan.

Lantas timbul pertanyaan tentang efektivitas dan dampaknya dalam jangka panjang. Apakah kebijakan ini merupakan solusi yang ideal atau hanya menambah beban bagi industri penerbangan?

Promo

Penurunan harga tiket pesawat sebesar 10% selama Nataru bertujuan mendukung daya beli masyarakat di musim libur panjang. Meski terlihat menguntungkan bagi masyarakat, namun di sisi lain kebijakan ini justru menjadi tantangan besar bagi maskapai penerbangan.

Maskapai Garuda Indonesia mau tidak mau harus menghadapi kerugian besar. Perusahaan yang mencatat kerugian sebesar US$131,22 juta pada kuartal III 2024 kini harus bersiap kehilangan pendapatan lebih banyak akibat kebijakan ini.

Dilema Garuda Indonesia

Tapi apa boleh buat, penurunan harga tiket pesawat selama liburan akhir tahun ini merupakan langkah yang sejalan dengan arahan pemerintah untuk meningkatkan aksesibilitas transportasi udara.

Promo

Tiket yang lebih murah memang memungkinkan masyarakat untuk bepergian dan mendukung pemulihan ekonomi, khususnya di sektor pariwisata.

Dilema Garuda Indonesia di tengah kebijakan harga tiket murah / gambar: pinterest

Pemerintah memperkirakan penghematan rata-rata sebesar Rp157.500 per tiket akan dirasakan masyarakat, dengan total penghematan mencapai Rp472,5 miliar selama masa liburan.

Namun, kebijakan ini tidak lepas dari kritik. Pengamat penerbangan, Alvin Lie, menyatakan bahwa kebijakan ini bersifat sementara dan hanya memindahkan beban kepada maskapai dan pengelola bandara.

Ia menyoroti bahwa diskon avtur sebesar 5% dan potongan biaya bandara hingga 50% tidak cukup untuk menutupi kerugian yang ditimbulkan.

Garuda Merugi?

Dengan kontribusi avtur mencapai 40% dari biaya operasional, diskon ini hanya mengurangi biaya sekitar 2%, sementara pendapatan maskapai bisa turun hingga 8%. Akibatnya, maskapai tetap menghadapi kerugian bersih sekitar 6%.

Dari sisi maskapai, Garuda Indonesia juga harus menghadapi dampak perubahan skema pembayaran sewa pesawat dari “pay by the hour” menjadi “fixed lease cost.”

Skema ini meningkatkan tekanan finansial di tengah upaya perusahaan untuk pulih dari krisis sebelumnya. Selain itu, beban biaya operasional yang terus naik, seperti biaya perawatan dan kebandaraudaraan, membuat maskapai semakin sulit untuk menutup kerugian. Namun, di sisi lain, kebijakan ini tetap membawa manfaat besar bagi masyarakat.

Direktur Utama Garuda Indonesia, Wamildan Tsani Panjaitan, menyebut bahwa harga tiket yang lebih terjangkau berpotensi meningkatkan jumlah penumpang selama masa liburan.

Penurunan harga tiket juga diharapkan menjadi pendorong mobilitas masyarakat untuk berkumpul dengan keluarga saat liburan, sekaligus mendukung pemulihan ekonomi kreatif dan pariwisata.

Pun dengan Menteri BUMN Erick Thohir, menegaskan bahwa langkah ini adalah bagian dari komitmen pemerintah untuk memberikan manfaat langsung kepada rakyat, meskipun harus mengorbankan pendapatan maskapai.

Evaluasi Mendatang

Pemerintah juga menyusun roadmap lima tahun untuk mengurangi fluktuasi harga tiket di momen-momen penting seperti Nataru dan Idul Fitri, yang sering memberatkan masyarakat.

Kebijakan penurunan harga tiket pesawat selama Nataru membawa manfaat besar bagi masyarakat, tetapi dampaknya terhadap keuangan maskapai seperti Garuda Indonesia perlu menjadi perhatian serius.

Di satu sisi, langkah ini mendukung mobilitas dan daya beli masyarakat, serta sektor pariwisata. Namun di sisi lain, maskapai harus menanggung kerugian signifikan yang berpotensi mengancam keberlanjutan bisnis mereka.

Untuk itu, diperlukan solusi jangka panjang yang lebih seimbang. Pemerintah perlu memperkuat kolaborasi dengan pihak maskapai, penyedia bahan bakar, dan pengelola bandara untuk menekan biaya operasional secara menyeluruh.

Langkah ini tidak hanya akan menjaga keberlanjutan bisnis maskapai, tetapi juga memastikan bahwa masyarakat tetap dapat menikmati transportasi udara dengan harga yang terjangkau di masa mendatang. (Red)

*) Jovanca Lintang A.Y., mahasiswa Administrasi Publik, Universitas Muhammadiyah Sidoarjo

Redaksi Suara Muda, Saatnya Semangat Kita, Spirit Indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like
Promo