promo

Pilkada 2024, Sampah Kampanye dan Pesta Demokrasi yang Berkelanjutan

Ilustrasi kampanye dalam pemilu/ sumber gambar: pinterest

Oleh: Sofiyatul Maghfiro *)

SUARAMUDA, SEMARANG — Pilkada 2024 menjadi momen digelarnya pesta demokrasi di Indonesia. Ajang mencari pemimpin di tingkat daerah ini menjadi kesempatan bagi masyarakat untuk menentukan pemimpin mereka.

Kampanye politik menjadi proses dan tahapan Pilkada. Melalui kampanye, para kandidat menyampaikan visi, misi, serta program kerja kepada masyarakat. Sayangnya, kemeriahannya menyisakan problem serius yang salah satunya adalah masalah sampah.

Promo

Padahal, konsep kampanye di Indonesia masih yang sering kali digelar dalam skala besar baik melalui kampanye akbar, konvoi kendaraan, maupun acara hiburan yang semuanya justru berkontribusi pada peningkatan jumlah sampah.

Usai kampanye, misalnya, botol plastik air mineral, bungkus makanan, dan sedotan berserakan di area kampanye. Dan tak jarang pula, tim sukses suatu kandidat membagikan atribut seperti kaus, topi, atau bendera kecil yang kemudian ditinggalkan begitu saja.

Fenomena ini mencerminkan kurangnya kesadaran bersama dalam menjaga kebersihan selama kampanye berlangsung.

Promo

Selain itu, brosur dan pamflet yang dibagikan secara luas sering kali berakhir sebagai sampah. Padahal, banyak di antara material kampanye tersebut tidak efektif karena masyarakat dewasa ini lebih memilih media digital untuk mencari informasi tentang kandidat.

Ketergantungan pada material cetak ini tidak hanya memboroskan sumber daya, tetapi juga menjadi beban bagi lingkungan.

Polusi Visual dan Dampak Lingkungan

Banner dan baliho kampanye juga menjadi polusi visual, yang keberadaan seringkali melanggar aturan tata kota. Banyak baliho yang dipasang tanpa izin, di tempat-tempat yang tidak semestinya, seperti di tiang listrik atau pohon, yang merusak keindahan lingkungan.

Setelah kampanye berakhir, tak sedikit banner dan baliho yang tidak segera diturunkan, sehingga menjadi ‘sampah’ yang mengganggu pemandangan.

Dalam beberapa kasus, bahan-bahan ini terbuat dari material non-biodegradable seperti vinyl, yang membutuhkan waktu puluhan tahun untuk terurai. Jika tidak dikelola dengan benar, sampah ini akan mencemari tanah dan air, serta berpotensi membahayakan ekosistem.

Ilustrasi pemilu/ sumber gambar: pinterest

Regulasi atas ‘Sampah’ Kampanye

Persoalan sampah dari kampanye tidak hanya melibatkan aspek lingkungan, tetapi juga ketentuan umum yang diatur oleh berbagai peraturan perundang-undangan.

Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (Pasal 15) menegaskan bahwa produsen, termasuk penyelenggara acara kampanye, bertanggung jawab atas sampah yang dihasilkan oleh kegiatan mereka.

Jika sampah dari kampanye, seperti brosur atau pamflet, tidak dikelola dengan baik, hal ini dapat dianggap sebagai pelanggaran.

Yang kedua adalah Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Undang-undang ini sebetulnya melarang pemakaian fasilitas umum untuk kampanye tanpa izin, termasuk penempatan baliho atau spanduk di lokasi yang tidak sesuai dengan ketentuan.

Tapi yang sering terjadi, undang-undang ini justri banyak diabaikan, yang mengakibatkan banyak atribut kampanye menjadi sampah yang menumpuk setelah kampanye selesai.

Demikian pual dengan terbitnya Peraturan Daerah (Perda). Sejatinya telah banyak daerah yang memiliki Perda mengenai pengelolaan sampah dan ketertiban umum. Perda ini biasanya menetapkan kewajiban bagi semua pihak untuk menjaga kebersihan lingkungan, termasuk saat kegiatan kampanye berlangsung.

Tanggung Jawab Bersama

Apabila ditelisik lebih jauh, mengatasi problem sampah kampanye sesungguhnya bukan hanya tanggung jawab pemerintah, melainkan juga tanggungjawab seluruh pihak yang terlibat, termasuk kandidat, tim sukses, dan masyarakat.

Penulis dalam hal ini mendorong langkah konkrit yang mungkin dapat diambil untuk mengurangi dampak lingkungan dari kampanye. Kesatu, penggunaan media digital. Seiring dengan adamya perkembangan teknologi, media digital dapat menjadi sarana untuk berkampanye.

Para kandidat sudah sepatutnya memanfaatkan media digital untuk memberikan informasi kepada masyarakat.

Kini, teknologi menawarkan konsep kampanye melalui media sosial, situs web, dan aplikasi pesan instan dapat menggantikan sebagian besar alat peraga fisik sehingga lebih efisien dan ramah lingkungan dibandingkan dengan brosur atau pamflet cetak.

Kedua, upaya pengelolaan sampah di lokasi kampanye. Apabila kampanye akbar, dengan bertemu kader serta simpasisan partai pendukung sebagai strategi jitu maka penyelenggara kampanye seharusnya menyediakan tempat sampah yang memadai di lokasi acara.

Mereka juga dapat bekerja sama dengan dinas kebersihan setempat untuk memastikan sampah segera diangkut dan dikelola dengan baik setelah acara selesai.

Ketiga, penggunaan material yang ramah lingkungan. Banner dan baliho kampanye sebaiknya menggunakan material yang mudah terurai atau dapat didaur ulang. Setelah kampanye selesai, atribut tersebut harus dikumpulkan dan dimanfaatkan kembali untuk keperluan lain.

Keempat, pendidikan dan kesadaran bersama akan lingkungan. Kampanye dapat menjadi momen untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga kebersihan lingkungan.

Para kandidat sudah seharusnya dapat menyampaikan pesan-pesan edukatif mengenai pengelolaan sampah dalam setiap kegiatan kampanye mereka.

Kelima, pemberlakuan sanksi bagi pelanggar. Dalam hal ini, KPU, Bawaslu, Dinas Lingkungan Hidup ataupun otoritas pemerintah daerah perlu menetapkan aturan yang tegas terkait pemasangan atribut kampanye.

Kandidat yang melanggar aturan atau tidak membersihkan atribut kampanye setelah masa kampanye berakhir harus dikenakan sanksi tegas, meski terukur.

Menuju Pilkada yang Berkelanjutan

Pilkada 2024 seharusnya tidak hanya menjadi ajang untuk memilih pemimpin, tetapi juga menjadi cerminan budaya demokrasi yang bertanggung jawab.

Kampanye yang ramah lingkungan adalah salah satu bentuk nyata dari komitmen kandidat terhadap keberlanjutan dan kepedulian terhadap masalah lingkungan.

Masyarakat juga memiliki peran penting dalam menciptakan Pilkada yang bersih. Sebagai bagian dari komunitas, setiap orang harus berkontribusi dalam menjaga kebersihan lingkungan, termasuk dengan tidak membuang sampah sembarangan selama kampanye berlangsung.

Hiruk pikuk kampanye seharusnya tidak meninggalkan jejak sampah yang keberadaannya menjadi ancaman terhadap lingkungan, tetapi menjadi momentum untuk menciptakan perubahan yang lebih baik.

Jika setiap pihak berkomitmen untuk mengelola sampah dengan bijak, Pilkada 2024 dapat menjadi contoh dalam membangun demokrasi yang tidak hanya adil, tetapi juga berwawasan lingkungan.

Singkatnya, dengan mematuhi regulasi yang ada dan mengadopsi praktik kampanye yang ramah lingkungan, kita dapat menciptakan pesta demokrasi yang tidak hanya adil, tetapi juga berkelanjutan. (Red)

*) Sofiyatul Maghfiro, Mahasiswa Hukum, UIN Sunan Ampel Surabaya
**) Artikel ini ditulis dan disusun untuk kepentingan tugas kuliah

Redaksi Suara Muda, Saatnya Semangat Kita, Spirit Indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like