
Surakarta, SUARAMUDA –
Rais Syuriyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah, KH Ubaidullah Shodaqoh, menyampaikan pandangan visionernya dalam Khutbah Iftitah pada Muktamar Ilmu Pengetahuan ke-2 di Auditorium Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Sabtu (7/12/2024).
Menurut Kiai Ubaid, NU kini tak lagi terbatas pada dunia pesantren, tetapi juga berperan aktif di ranah akademik universitas.
“Sebagai organisasi yang didirikan oleh para ulama, tanggung jawab ulama sangat besar dan penting hingga yaumil qiyamah. Tugas yang sebelumnya diemban Rasulullah Saw kini berpindah kepada para ulama,” tegas Kiai Ubaid, yang juga Pengasuh Pondok Pesantren Al-Itqon, Semarang.
Ia menekankan, di era kenabian, Nabi bertanggung jawab atas masyarakat. Namun kini, peran tersebut berada di pundak para ulama yang memiliki tugas melanjutkan risalah dan memimpin civil society.
Ilmu Bermanfaat, Tak Hanya Milik Pesantren
Dalam muktamar yang bertujuan mengintegrasikan keilmuan pesantren dan akademik, KH Ubaidullah mengajak untuk memperluas pemahaman tentang konsep ilmin yunfa’u bihi (ilmu yang bermanfaat).
إِذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلا مِنْ ثَلاثٍ : صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Ketika seseorang telah meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali 3 (perkara): shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang berdoa baginya.”
Di pesantren, sering kali tafsir tentang ilmu yang bermanfaat dimonopoli pada ilmu agama seperti ilmu shalat, tasawuf, dan lainnya. Padahal, ilmu pertanian, psikologi, dan berbagai disiplin ilmu lainnya juga termasuk dalam kategori ini. Semua ilmu yang diajarkan dan diaplikasikan di masyarakat adalah bagian dari amal jariyah, jelasnya.
Menurutnya, dalil tentang ilmu yang bermanfaat seharusnya tidak hanya menjadi pegangan ulama dan ustadz, tetapi juga para akademisi seperti profesor dan doktor. Ia menyoroti kurangnya implementasi hasil penelitian di masyarakat, meskipun banyak penelitian telah masuk ke jurnal internasional.
“Banyak penelitian brilian yang hanya berhenti di publikasi, tanpa mampu diaktualisasikan di tengah masyarakat. Ini menjadi tantangan besar, khususnya bagi ilmuwan dan akademisi, untuk menjadikan ilmunya lebih bermanfaat,” tambahnya.
Kolaborasi Ulama dan Cendekiawan
Kiai Ubaid menyerukan kolaborasi antara ulama dan para ilmuwan untuk mengatasi kesenjangan antara hasil penelitian dan penerapan praktis di masyarakat.
“Marilah dalam rangka ibadah kepada Allah dan khidmah kepada umat Nabi Muhammad, para cendekiawan bergabung bersama kami, para ulama NU, untuk menjadikan ilmu Anda sebagai ilmin yunfa’u bihi yang benar-benar memberikan manfaat,” tandasnya.
Muktamar ini menjadi momentum penting untuk memperkuat sinergi antara keilmuan pesantren dan universitas, menjadikan NU sebagai jembatan dalam menyebarluaskan ilmu yang bermanfaat di berbagai bidang kehidupan.