promo

Khutbah Jum’at: Muhasabah Diri Sendiri Ajaran Islam Yang Banyak Ditinggalkan

Oleh: Dr. KH Ariffudin, Lc, MA *)


KHUTBAH PERTAMA

اَلْحَمْدُ للهِ العَزِيزِ الحَمِيدِ، حَمْدًا يَلِيقُ بِجَلَالِ وَجْهِهِ، وَكَمَالِ وَصْفِهِ، وَعَظِيمِ سُلْطَانِهِ، نَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ عَدَدَ خَلْقِهِ، وَرِضَا نَفْسِهِ، وَزِنَةَ عَرْشِهِ، وَمِدَادَ كَلِمَاتِهِ، وَنَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إلَّا اللهُ وَحْدَهُ، شَهَادَةَ حَامِدٍ لَهُ، مُعْتَرِفٍ بفَضْلِهِ، وَنَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، مَنِ اشْتَقَّ مِنَ الحَمْدِ اسْمُهُ، فَكَانَ أَحْمَدَ النَاسِ لِرَبِّهِ. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى اٰلِهِ وَاَصْحَابِهِ اَجْمَعِيْنَ. اَمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ. اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْاٰنِ الْعَظِيْمِ. أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَۗ اِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌ ۢ بِمَا تَعْمَلُوْنَ.

Jama’ah shalat Jumat yang dirahmati Allah SWT.
Puji syukur kita haturkan kepada Allah swt. Berkat kenikmatan yang diberikan-Nya, kita dapat bertemu di tempat dan majelis yang diberkahi ini untuk beribadah kepada-Nya sebagai tanda syukur atas segala nikmat yang telah kita terima dari-Nya. Tak lupa, shalawat dan salam, kita haturkan kepada Nabi Besar Muhammad saw, juga kepada para sahabatnya, pengikutnya, dan semoga kita semua kelak mendapatkan syafaatnya di hari akhir nanti. Amin ya rabbal alamin.

Salah satu sikap baik yang selalu diajarkan dalam agama Islam adalah sikap muhasabah atau introspeksi kepada diri sendiri. Sikap ini berarti sikap selalu mawas diri, meninjau, menimbang dan menghitung antara amal kebaikan dan keburukan. Muhasabah diri ini penting dilakukan karena objek muhasabah adalah jiwa dan diri manusia itu sendiri, dan jiwa adalah amanah titipan dari Allah SWT yang paling penting dan agung melebihi amanah titipan harta kekayaan, keturunan, dan ilmu pengetahuan. Saking pentingnya, sampai-sampai Allah SWT bersumpah atas nama jiwa manusia dalam firman-Nya (QS. Asy-Syams : 7).

وَنَفْسٍ وَّمَا سَوّٰىهَاۖ

Artinya : Demi jiwa serta penyempurnaan (ciptaan) Nya.

Dalam ayat yang lain, Allah SWT juga memerintahkan kita agar senantiasa melihat dan memperhatikan diri kita masing-masing dan mencurigai segala potensi jahat yang ditimbulkannya. Allah SWT berfirman dalam Surah Yusuf ayat 53:

وَمَآ اُبَرِّئُ نَفْسِيْۚ اِنَّ النَّفْسَ لَاَمَّارَةٌ ۢ بِالسُّوْۤءِ اِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّيْۗ اِنَّ رَبِّيْ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

Dan aku tidak (menyatakan) diriku bebas (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan, kecuali (nafsu) yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun, Maha Penyayang.

Jika melihat kehidupan manusia modern saat ini, khususnya mereka yang selalu mengikuti tren kehidupan ala budaya Barat dan asing, maka tampak sekali perilaku-perilaku yang menistakan jiwa dan diri kemanusiaan. Yang ada hanyalah perbuatan melampiaskan syahwat dan keinginan nafsu amarah yang tamak dan merusak baik terhadap diri sendiri, orang lain atau lingkungan sekitar. Semua ini diantara penyebabnya adalah tidak adanya sikap muhasabah diri sendiri.

Oleh karena itu, Islam mengajarkan agar seorang muslim selalu melakukan muhasabah diri seperti yang dinyatakan dalam Al-Quran (QS. Al-Hasyr [59]: 18):

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌ ۢبِمَا تَعْمَلُوْنَ

Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.

Dalam ayat tersebut Allah SWT mewanti-wanti agar kita semua, selaku orang-orang yang beriman, selalu memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (hari kiamat). Ini adalah bagian dari proses muhasabah diri dimana setiap kita selalu mengawasi dan mengamati perbuatannya masing-masing.

Dalam menafsirkan ayat ini, Imam Ibn Katsir mengatakan: “Hisablah diri kalian sejak sekarang sebelum nanti di hari kiamat kalian akan dihisab. Lihatlah dan perhatikan amal kebaikan apa yang telah kalian lakukan dan investasikan untuk kehidupan akhirat disaat kalian dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT, Yang Maha Mengatahui segala sesuatu yang tampak atau yang samar.”

Jama’ah shalat Jumat yang dirahmati Allah SWT.
Akibat buruk jika seseorang tidak melakukan muhasabah diri adalah: Manusia mudah dikuasai oleh pengaruh setan dan iblis yang selalu menjauhkan dari amal ketaatan, mengajak kepada perbuatan dosa dan maksiat, bahkan selalu menghalang-halangi kebaikan baik untuk dirinya atau orang lain.

Manusia selalu dalam keadaan lalai dan lupa dengan jati dirinya sebagai hamba Allah SWT. Mereka memiliki hati tetapi tidak bisa membedakan kebaikan dan keburukan, mereka punya mata tetapi tidak bisa melihat cahaya hidayah, dan mereka memiliki telinga tetapi tidak bisa mendengarkan nasihat-nasihat agama. Keberadaan mereka seperti binatang, bahkan lebih sesat dari binatang.

Hati manusia rusak dan hancur. Jika manusia tidak pernah melakukan muhasabah diri, hati manusia akan gelap dan penuh kejahatan, padahal hati ini berpotensi dapat merasakan kedekatan dan kenikmatan bersama Allah SWT.

Maka, dalam mempraktikkan muhasabah diri ini, ada dua tahapan yang perlu diperhatikan:

Pertama, muhasabah sebelum melakukan amal perbuatan. Muhasabah ini dilakukan dengan cara melihat amal perbuatan, apakah seseorang mampu melakukan amal perbuatan tersebut atau tidak mampu? Jika tidak mampu maka tidak perlu melakukan amal perbuatan tersebut karena Allah SWT tidak membebani hamba-Nya dengan amalan di luar kemampuan diri hamba.

Seseorang juga perlu memperhatikan, apakah amal perbuatan tersebut mengandung kebaikan atau keburukan. Jika mengandung kebaikan dan kemanfaatan maka lakukan amal tersebut, tetapi sebaliknya jika mengandung keburukan maka tinggalkan amal tersebut. Dan yang terakhir, menanyakan apakah amal itu dilakukan tulus karena Allah SWT atau karena manusia, pencitraan dan sebagainya.

Jika niatnya sudah bisa diluruskan ikhlas karena Allah maka amal perbuatan tersebut baik dilakukan, tetapi jika belum bisa ikhlas maka perlu melatih diri sendiri dan meluruskan niat agar bisa beramal secara tulus.

Kedua, muhasabah setelah beramal. Amal perbuatan yang dihisab dalam tahapan ini dapat dibedakan sebagai berikut: Amal ibadah. Setelah melakukan amal ketaatan, seseorang introspeksi apakah telah melakukannya dengan baik sesuai syarat dan rukunnya, atau masih ada kekurangan.

Jika dirasakan masih ada kekurangan maka dia berusaha memperbaiki dan menyempurnakan kekurangan tersebut. Selain itu, seorang muslim juga selalu memperhatikan ke dalam dirinya sendiri amal ketaatan apa yang belum dilakukan, mulai dari ibadah wajib seperti shalat, puasa, memberi nafkah kepada keluarga, sampai ibadah sunah seperti shalat sunah rawatib, shalat berjamaah, membaca Al-Quran, membaca wirid dan doa-doa.

Amal perbuatan yang lebih baik ditinggalkan. Banyak diantara kita yang melakukan hal-hal tidak penting yang menghabiskan waktu seperti berlama-lama main HP dan medsos yang tidak ada manfaatnya, main game online sampai lupa waktu, dan ngobrol ngalor ngidul tentang hal-hal yang tidak berguna. Sebaiknya, hal-hal semacam ini ditinggalkan atau setidaknya dikurangi sebisa mungkin.

Sebagaimana perkataan imam Ghozali

مِنْ عَلاَمَةِ إعْرَاضِ اللهِ تعالى عَنِ الْعَبْدِ إشْتِغَالُهُ بِمَا لَا يُعْنِيْهِ

“Salah satu tanda Allah berpaling dari hambanya adalah, dia selalu disibukkan dengan mengurus urusan-urusan yang tidak penting”

Perbuatan sehari-hari yang bersifat kebiasaan. Muhasabah bagian ini dengan cara menanya kepada diri sendiri, mengapa itu semua dilakukan? Apakah hal itu didorong oleh niat beribadah atau hanya sekedar memenuhi kebutuhan fisik saja? Apakah ada kepentingan akhirat di dalamnya atau hanya sekedar menikmati kenikmatan duniawi saja?

Secara lebih praktis, dalam melakukan muhasabah diri ini seseorang perlu membuat prioritas objek muhasabah sebagai berikut:

Mendahulukan amal ibadah fardhu atau wajib. Apakah kewajiban-kewajiban itu sudah dilakukan dengan baik atau masih ada yang tertinggal atau kurang dari sempurna? Jika masih ada yang tertinggal maka harus segera dilaksanakan, dan jika masih ada yang kurang sempurna maka harus disempurnakan.

Melihat larangan-larangan dalam Islam. Jika masih melakukan hal-hal yang dilarang maka segeralah untuk bertaubat dan beristighfar kepada Allah SWT, dan bertekad untuk tidak mengulangi perbuatan dosa tersebut.

Muhasabah atas kelalaian kepada Allah SWT. Jika masih dirasakan banyak lupa dan lalai mengingat Allah SWT maka segeralah mulai berlatih untuk memperbanyak zikir; doa-doa seperti sebelum tidur, bangun tidur, keluar rumah, masuk rumah, doa pagi dan sore hari; dan wirid-wirid yang ringa.

Hal ini sesuai dengan perintah Allah SWT kepada kita selaku hamba-Nya untuk memperbanyak zikir.

Jama’ah shalat Jumat yang dimuliakan Allah SWT.
Muhasabah diri ini perlu kita latih dalam kehidupan sehari-hari. Jika tidak mampu setiap hari, maka setidaknya seminggu sekali, jika tidak mampu maka dua minggu sekali, jika tidak mampu maka sebulan sekali, dan jika masih tidak mampu maka setidaknya setahun sekali.

Kita semua berharap semoga kita dapat memperoleh manfaat-manfaat muhasabah diri yang diantaranya adalah:

Mengetahui kekurangan dan kesalahan diri sendiri, menyesali kesalahan dan bertaubat, menyadari hak-hak Allah SWT yang telah banyak ditinggalkan.

Menyadari kelemahan dan kehinaan diri di hadapan Allah SWT, mengetahui anugerah Allah SWT dan bagaimana Allah SWT selalu menutupi dosa dan aib kita yang banyak.  Bersikap sederhana dan bersahaja (zuhud) dalam kehidupan dunia karena bersifat sementara sedangkan akhirat adalah kehidupan yang kekal dan hakiki.

Demikian khutbah singkat yang bisa disampaikan semoga bermanfaat dan menambah semangat kita untuk terus memperbaiki diri menuju kebaikan dunia dan akhirat. Amin.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْاٰنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَاِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْاٰيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ اِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَيَا فَوْزَ الْمُسْتَغْفِرِيْنَ وَيَا نَجَاةَ التَّائِبِيْنَ.

KHUTBAH KEDUA

اَلحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِينْ ، اَلرَّحْمَنِ الرَّحِيمْ، مَالِكِ يَوْمِ الدِّينْ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمْ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ الله، المَبْعُوثِ رَحْمَةً لِلْعَالَمِينْ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى إِمَامِ الأَنْبِيَاءِ وَالمُرْسَلِينْ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ إِلَى يَوْمِ الدِّينْ.

أَمَّا بَعْدُ, فَيَا عِبَادَ اللهِ! أُوْصِى نَفْسِى وَأَنْتُمْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ, إِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ.وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ ، وَثَنَّى بِمَلاَئِكَتِهِ الْمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ ، فَقَالَ تَعَالَى وَلَمْ يَزَلْ قَائِلاً عَلِيْمًا ، تَنْبِيْهًا لَنَا وَتَعْلِيْمًا ، وَتَشْرِيْفًا لِنَبِيِّهِ وَتَعْلِيْمًا “إِنَّ اللهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَاأَيُّهَااَّلذِيْنَ آمَنُوْ ا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا

اللّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وعلى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ فِي العَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.

اللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ وَالمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ الأحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَقَاضِيْ الحَاجَاتِ وَأَلِّفْ بَيْنَ قُلُوْبِهِمْ وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِهِمْ وَانْصُرْهُمْ عَلَى عَدُوِّكَ وَعَدُوِّهِمْ ,

اللّهُمَّ لا تُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لايَخَافُكَ وَلا يَرْحَمُنَا , اللّهُمَّ انْصُرِ المُجَاهِدِيْنَ الَّذِيْنَ يُجَاهِدُوْنَ فِي سَبِيْلِكَ فِي كُلِّ زَمَانٍ وَمَكَانٍ, اللّهُمَّ انْصُرْ مَنْ نَصَرَ دِيْنَكَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ دِيْنَكَ ,

اللّهُمَّ أَعِزَّ الإسْلامَ وَالمُسْلِمِيْنَ وَأَذِّلَّ الشِّرْكَ وَالمُشْرِكِيْنَ وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَانْصُرْ عِبَادَكَ المُؤْمِنِيْنَ,

اللَّهُمَّ إِنِّا نعُوذُبِكَ مِنْ البَرَصِ، وَالجُنُونِ، وَالجُذَامِ، وَمِنْ سَيِّءِ الأَسْقَامِ تَحَصَّنَا بِذِى الْعزَّةِ وَالْجَبَرُوْتِ وَاعَتَصَمْنَا بِرَبِّ الْمَلَكُوْتِ وَتَوَكَّلْنَا عَلَى الْحَيِّ الَّذِى لاَ يَمُوْتُ

اللّهُمَّ اصْرِفْ عَنَّا هَذا الْوَبَاءَ وَقِنَا شَرَّ الرَّدَى وَنَجِّنَا مِنَ الطَّعْنِ والطَّاعُوْنِ وَالْبَلاَءِ بِلُطْفِكَ يَا لَطِيفُ يَا خَبِيْرُ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ رَبَّنَا لاتُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الوَهَّاب رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

عِبَادَ اللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالعَدْلِ وَالإحْسَانِ وَاِيْتَآءِ ذِيْ القُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالمُنْكَرِ وَالبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ فَاذْكُرُوْا اللهَ العَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْا عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكَمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ.

Oleh: Dr. KH Ariffudin, Lc, MA
Pengurus LD PWNU Jawa Tengah. Bidang Penelitian Pengembangan Dakwah.

Promo

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like
Promo