
Oleh: KH. Saiful Amar, Lc, MSI *)
Khutbah Pertama
الْحَمْدُ لِلّهِ الَّذِي أَيَّدَ حَبِيْبَهُ الْمُصْطَفَى بِالقُرآنِ كَالشَّمْسِ وَضُحَاهَا، وَبِالسُّنَّةِ كَالْقَمَرِ إِذَا تَلَاهَا، فَمَنْ سَارَ عَلَيْهِمَا سَارَ فِي ضَوْءِ النَّهَارِ إِذَا جَلَّاهَا، وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْهُمَا سَارَ فِي ظُلْمَةِ اللَّيْلِ إِذَا يَغْشَاهَا. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ. اَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ نَبِيِّكَ الْمُصْطَفَى وَرَسُوْلِكَ الْمُرْتَضَى وَحَبِيْبِكَ الْمُجْتَبَى وَأَمِيْنِكَ عَلَى وَحْيِ السَّمَاءِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَجَمِيْعِ أُمَّتِهِ وَسَـلّـِمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. أَمَّا بَعْدُ فَيَا عِبَادَ اللهِ، اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ، فَاتَّقُوا اللهَ وَاسْمَعُوا وَأَطِيْعُوا وَأَنْفِقُوا خَيْرًا لِأَنْفُسِكُمْ وَمَنْ يُوْقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Marilah kita senantiasa meningkatkan ketakwaan kepada Allah dengan menjalankan perintah-perintah-Nya sesuai kemampuan manusia dan secara totalitas meninggalkan apa yang telah dilarang oleh Allah dan Rasulullah.
ما نَهَيْتُكُمْ عنْه فَاجْتَنِبُوهُ، وَما أَمَرْتُكُمْ به فَافْعَلُوا منه ما اسْتَطَعْتُمْ
Dalam konteks daerah, setiap lima tahun kita menyelenggarakan pilkada. Kita memilih Gubernur dan wakil gubernur juga Walikota, wakil Walikota dan Bupati beserta Wakilnya , anggota DPR dan DPD, dan kepala daerah.
Tahun 2024 pilkada akan diadakan lagi, dan KPU (Komisi Pemilihan Umum) sudah menetapkan Calon Gubernur dan calon Walikota maupun Bupati yang sama-sama kita telah tahu.
Pasangan ini adalah saudara kita. Seluruh pasangan yang berkontestasi menjadi pemimpin Jawa Tengah, kota atau kabupaten yang ada di Jawa Tengah ini adalah mukmin, WNI, dan anak keturunan Nabi Adam.
Atas dasar persaudaraan ini, kita menghormati para pasangan Calon Gubernur dan calon walikota atau Bupati.
Memilih pemimpin sangatlah menjadi urusan urgen dalam Islam bahkan dihukumi Fardhu Kifayah. Dari Abu Hurairah, Rasulullah pernah bersabda:
إِذَا كَانَ ثَلاَثَةٌ فِي سَفَرٍ فَلْيُؤَمِّرُوا أَحَدَهُمْ
“Bila ada tiga orang bepergian, hendaknya mereka mengangkat salah seorang di antara mereka menjadi pemimpinnya.” (HR Abu Dawud)
Imam Al-Ghazali mengaitkan pentingnya pemimpin dengan kelestarian agama sebagai berikut:
المُلْكُ وَالدِّيْنُ تَوْأَمَانِ فَالدِّيْنُ أَصْلٌ وَالسُّلْطَانُ حَارِسٌ وَمَا لَا أَصْلَ لَهُ فَمَهْدُوْمٌ وَمَا لَا حَارِسَ لَهُ فَضَائِعٌ
“Kekuasaan dan agama merupakan dua saudara kembar. Agama sebagai landasan dan kekuasaan sebagai pengawalnya. Sesuatu yang tidak memiliki landasan pasti akan tumbang. Sedangkan sesuatu yang tidak memiliki pengawal akan tersia-siakan.” (Abu Hamid al-Ghazali, Ihyâ Ulumiddin, tt, Beirut: Darul Ma’rifah, Juz 1, h. 17)
Ma’asyiral Mukminin Rahimakumulloh
Kita bisa saja pesimis terhadap pilihan-pilihan yang ada di hadapan kita karena tidak memenuhi idealitas kriteria.
Tapi keputusan untuk diam sama sekali, misalnya dengan menjadi golput, jelas tidak lebih baik.
Sebab, umat tidak dipaksa memenuhi idealitas ketika hal itu tidak memungkinkan, tapi ia berkewajiban berikhtiar membuat pilihan yang “paling ideal” di antara orang-orang yang tak ideal. Atau dengan bahasa lain, memilih terbaik di antara yang terburuk.
Cara memilih pemimpin yang Pertama dengan melihat rekam jejaknya. Sebagai rakyat yang bakal dipimpin, pemilik hak suara mesti aktif mencari tahu tentang kualitas calon pemimpin yang hendak mereka pilih.
Sikap pasif tidak hanya membuat seseorang buta informasi tapi juga mudah dibohongi, bahkan diadu-domba.
Musyawarah Alim Ulama NU pada tahun 2012 pernah mendiskusikan persoalan ini dan berujung pada kesimpulan tidak boleh mencalonkan diri, dicalonkan, dan dipilih untuk menduduki jabatan publik (urusan rakyat/umat), orang yang terkena satu di antara beberapa hal berikut:
(1) Terbukti atau diduga kuat pernah melakukan korupsi.
(2) Mengabaikan kepentingan rakyat
(3) Cenderung memanfaatkan jabatannya untuk kepentingan pribadi
(4) gagal dalam melaksanakan tugas-tugas jabatan sebelumnya. Dasar tentang hal ini sangat jelas:
إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ ۚ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil…” (QS an-Nisa: 58)
Kedua, Cara calon pemimpin untuk naik ke kursi kepemimpinan. Secara ideal pemimpin tidak dianjurkan mencalonkan atau mengajukan dirinya sendiri, melainkan dicalonkan atau diajukan oleh masyarakat.
Namun, bila hal ini tidak terlaksana, setidaknya ia menggunakan cara-cara bersih dalam menunaikan proses pencalonan, kampanye, hingga prosedur pemilihan yang disepakati bersama.
Calon pemimpin wajib mengedepankan watak kejujuran (shiddiq) karena ini bekal paling mendasar dalam mewujudkan tata pemerintahan yang bersih nanti.
Kejujuran tersebut diaplikasikan mulai dari tidak melakukan politik uang (risywah), tidak membual dengan janji-janji palsu, dan sejenisnya. Juga menandakan sebagai pribadi yang amanah, tidak menyeleweng dari tanggung jawab.
Ibnu ‘Asyur dalam kitab tafsir at-Tahrîr wat Tanwîr, mengutip pernyataan Imam Fahruddin ar-Razi, mengatakan:
قَالَ الفَخْرُ : إِنْ أَرَادَ الرَّعِيَّةُ أَنْ يَتَخَلَّصُوا مِنْ أَمِيْرٍ ظَالِمٍ فَلْيَتْرَكُوْا الظُّلْمَ
“Jika rakyat ingin terbebas dari pemimpin yang zalim maka ia harus meninggalkan perbuatan zalim itu sendiri.”
Salah satu solusi bangsa ini tidak sekedar pemerintah itu baik tapi rakyat juga harus baik, kebaikan konsesnsus/ijma’ itu dimulai dari kita.
Misal barokahnya kita sebagai orang muslim adalah sholat, maka setidaknya standar kita adalah memilih pemimpin yang mendirikan sholat, sehingga tolok ukur kebenaran juga menjadi tolok ukur politik juga, tidak mungkin masyarakat yang giat sholat mengangkat pemimpin yang terkenal tidak sholat misalnya meskipun baik sekali secara sosialnya.
Sebagaimana yang tersemat dalam diri Rasulullah, kriteria pemimpin setidaknya memiliki empat sifat, yakni shiddiq (jujur), amanah (bertanggung jawab dan dapat terpercaya), tabligh (aspiratif dan dekat dengan rakyat), fathanah (cerdas, visioner).
Inilah sifat-sifat ideal yang mesti ada dalam diri pemimpin, di mana pun levelnya, apa pun jenis institusinya.
Kita memilih calon pemimpin yang menurut kita terbaik, sambil mendoakan siapapun nanti semoga membawa kebaikan untuk Agama dan bangsa Indonesia.
Para calon pemimpin yang terpilih walaupun bukan pasangan yang kita dukung, bisa menjadi pasangan terbaik dengan doa-doa baik kita.
Semoga Allah Ta’ala menjadikan kita orang yang mampu menjalankan semua perintah Allah dan menjauhi semua larangan-Nya, dan menjadikan kita termasuk orang-orang yang berbahagia di dunia dan Akhirat. Amin Ya Rabbal ‘alamin.
بَارَكَ اللهُ لِي وَلكم في الْقُرأنِ الْعَظِيم وَنَفَعَنِي وإيَّاكُم ِبما فيه من الأياتِ والذِّكْرِ الْحَكِيْم وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلَاَوتَهُ إنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْم
Khutbah kedua
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ ثُمَّ الْحَمْدُ لِلّٰهِ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ القِيَامَةِأَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يٰأَ يُّها الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
.اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ، اَلْأَحْياءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اَللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلَاءَ وَاْلوَبَاءَ والقُرُوْنَ وَالزَّلَازِلَ وَسُوْءَ اْلفِتَنِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا إِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ بُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عامَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. اَللّٰهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلًا وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَاَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ
عٍبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتاءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشاءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
Oleh: KH. Saiful Amar, Lc, MSI
(Ketua LD PWNU Jawa Tengah dan Pengasuh Ponpes Al-Ma’rufiyyah Semarang)