
Oleh: Queen Nirvana Latifah*)
SUARAMUDA, KOTA SEMARANG — Revolusi Industri 4.0 membawa banyak perubahan pada pemasaran, seperti meningkatkan efektivitas promosi dan memudahkan penjualan melalui berbagai macam teknologi digital.
Kemajuan ini juga ikut mendorong peningkatan dua strategi pemasaran klasik, yaitu word of mouth dan social proof.
Melalui teknologi digital, konsumen kini dapat berbagi pengalaman secara instan dalam berbagai bentuk sehingga membuat kedua strategi pemasaran tersebut juga semakin relevan di era digital.
Istilah e-Word of Mouth
Sejak dahulu word of mouth atau disingkat WOM sudah menjadi strategi pemasaran yang efektif karena konsumen cenderung mempercayai ulasan yang langsung direkomendasikan oleh orang lain lebih dari iklan resmi karena pengalaman nyata yang telah dirasakan oleh si pemberi rekomendasi.
Kini, setelah era digital berkembang lahir istilah electronic word of mouth atau disingkat e-WOM, yaitu pernyataan yang dibuat oleh konsumen aktual, potensial, atau konsumen yang sebelumnya mengenai produk atau perusahaan dimana informasi ini tersedia bagi orang-orang ataupun institusi melalui media perusahaan dan media internet (Thurau dalam Azhar et al., 2021).
Melalui e-WOM, konsumen dapat membagikan ulasan pribadi mereka dalam bentuk teks, gambar, ataupun video yang dapat dilihat oleh semua orang di berbagai platform sosial media seperti Google Review, Instagram, Tiktok, dan lainnya.
Hal ini dapat membuat calon konsumen lebih mudah menemukan ulasan asli dari konsumen sebelumnya, sehingga meningkatkan kepercayaan mereka.
Selain dapat diakses dengan mudah dan jangkauannya luas, e-WOM juga dapat bertahan lebih lama karena rekam jejak digital akan tetap tersedia di platform selama tidak dihapus. Oleh karena itu, para calon konsumen dapat mengakses kapan saja dengan mudah di kemudian hari.
Social Proof dan Pemasaran Era Digital
Istilah social proof pertama kali diciptakan oleh Robert Cialdini pada bukunya yang berjudul The Psychology of Persuasion. Manusia sebenarnya tidak yakin apa yang harus dilakukannya sehingga ia ingin meminta saran orang di sekitarnya (Cialdini dalam Said L et al., 2020).
Prinsip social proof sendiri adalah salah satu cara individu untuk memutuskan tindakan tepat dengan mengamati orang lain yang dianggap serupa sebagai petunjuk atau “bukti sosial” bahwa tindakan mereka benar atau sesuai.
Dalam pemasaran, social proof menjadi kuat ketika konsumen melihat banyak orang yang menggunakan atau tertarik dengan produk tersebut (reaksi kolektif), sehingga memberikan rasa aman bagi mereka.
Hal ini juga termasuk ke dalam efek bandwagon di mana calon konsumen merasa terdorong ikut atau terpengaruh ke dalam “gelombang” tren atau pendapat mayoritas.
Di era digital, dampak social proof lebih besar karena para calon konsumen dapat melihat dengan mudah bukti-buktinya di sosial media, seperti jumlah like, share, comments, review di e-commerce, dan seberapa banyak content creator yang membuat konten review produk tersebut.
Dengan demikian, para calon konsumen lebih merasa aman dalam memutuskan membeli produk atau layanan yang diinginkan.
Penguat e-WOM dan Social Proof
Terdapat beberapa profesi yang muncul setelah berkembangnya sosial media, yaitu influencer yang juga ikut berperan penting dalam memperkuat e-WOM dan social proof. Influencer merujuk pada seseorang yang memiliki kemampuan memberikan pengaruh positif terhadap publik.
Di Indonesia, istilah influencer juga digunakan kepada seorang Youtuber ataupun selebgram. Mereka biasanya memiliki kekuatan sehingga dapat memberikan pengaruh terhadap orang banyak (Nasih M et al. 2020).
Adanya kehadiran para influencer semakin memudahkan penyebaran informasi dengan jangkauan audiens yang sangat kuat dalam waktu singkat.
Para influencer memperkuat social proof lewat konten mereka yang biasanya disebut endorse dengan merekomendasikan produk atau layanan secara positif berdasarkan pengalaman mereka.
Hal ini dapat meningkatkan citra produk atau layanan di mata calon konsumen sekaligus meningkatkan kepercayaan mereka.
Selain itu, para influencer juga seringkali berinteraksi secara langsung dengan para pengikut lewat live streaming, Question & Answer, ataupun kolom komentar tentang produk yang mereka rekomendasikan secara pribadi maupun endorse.
Interaksi langsung ini dapat memperkuat engagement produk influencer maupun produk atau layanan. Maka dari itu, para influencer dapat menciptakan efek word of mouth yang lebih dalam dan tahan lama juga memberikan social proof yang lebih kuat karena interaksi mereka yang dekat dan meninggalkan kesan positif yang melekat.
Sinergi antara word of mouth dan social proof di era Revolusi Industri 4.0 dan era digital sangat efektif dalam pemasaran untuk menarik konsumen dan membangun kepercayaan calon konsumen.
Seiring berjalannya waktu di era digital, melalui lahirnya istilah e-WOM semakin memungkinkan konsumen membagikan pengalaman menggunakan produk dengan luas.
Selain itu, validasi sosial di media sosial, seperti jumlah like, share, comments dan review positif semakin memperkuat social proof yang dapat dilihat secara langsung oleh calon konsumen.
Sinergi ini menciptakan efek kuat dalam meningkatkan kepercayaan calon konsumen dalam membeli.
Oleh karena itu, dilihat dari sini sebenarnya sinergi antara word of mouth dan social proof bukan hanya efektif dalam pemasaran, tetapi juga pendekatan yang berkelanjutan dalam memengaruhi keputusan konsumen. (Red)
*) Queen Nirvana Latifah, Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB University