![Inilah Tiro Turnip Hilarius, Mahasiswa Asal Indonesia yang Ukir Prestasi di Rusia](https://suaramuda.net/wp-content/uploads/2025/02/IMG_20250219_063130.jpg)
SUARAMUDA – Mohammad Hatta, atau panggilan populernya ‘Bung Hatta’ adalah tokoh penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Ia tak hanya wakil presiden pertama negara ini, tapi dikenal juga sebagai pemikir terkemuka bangsa ini.
Bersama Soekarno, Bung Hatta dikenal sebagai sang Proklamator. Namun ia juga dihormati sebagai Bapak Koperasi Indonesia.
Mohammad Hatta lahir di Bukittinggi pada 12 Agustus 1902 dengan nama Muhammad Athar. Ia adalah anak dari Muhammad Djamil, seorang keturunan ulama Naqsyabandiyah di Payakumbuh, Sumatera Barat. Hatta lahir dari rahim Siti Saleha, yakni keturunan pedagang di Bukittinggi, Sumatera Barat.
Bung Hatta dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang taat dalam menjalankan ajaran agama Islam, terutama karena kakeknya, Abdurrahman, adalah seorang ulama terkemuka.
Di usia 11 tahun, Hatta mulai pendidikan dasarnya di Sekolah Melayu pada tahun 1913 dan menyelesaikan tahap dasar pada tahun 1916. Setelah itu, ia melanjutkan pendidikan di Europeesche Lagere School (ELS) di Padang.
Masuk usia 13 tahun, Hatta melanjutkan pendidikannya di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) di Padang dan lulus pada tahun 1919. Lalu, ia melanjutkan ke HBS di Padang dan lulus dengan prestasi yang sangat baik pada tahun 1921.
Usai pendidikan di HBS Padang, Bung Hatta muda lalu melanjutkan pendidikan ekonominya di Nederland Handelshogeschool di Rotterdam, Belanda.
Di bangku kuliah, ia tak hanya fokus pada studi akademisnya, namun juga aktif dalam organisasi pergerakan kemerdekaan Indonesia.
Perjuangan dan Cara-cara Diplomasi
Bung Hatta tiba di Belanda untuk melanjutkan pendidikannya pada 1922. Di sana, ia bergabung dengan Perhimpunan Hindia (Indische Vereeniging), yakni sebuah organisasi pelajar Indonesia.
Awalnya, organisasi ini hanya menjadi tempat berkumpul bagi para pelajar. Namun dalam perkembangannya, Indische Vereeniging berubah menjadi gerakan politik dengan pengaruh tiga tokoh Indische Partij pada tahun 1913.
Bung Hatta mulai mendalami pemikiran politiknya dengan menghadiri ceramah politik dan menjadikan tokoh seperti Abdul Moeis sebagai idolanya.
Pada tahun 1927, ia bergabung dengan Liga Menentang Kolonialisme di Belanda, di mana ia bertemu dan menjalin hubungan baik dengan nasionalis India, Jawaharlal Nehru.
Aktivitas Hatta di organisasi inilah yang membuatnya ditangkap dan dipenjara oleh pemerintah Belanda.
Pada 23 September 1927, Hatta dipenjara di Den Haag, Belanda. Ia baru dibebaskan pada tanggal 22 Maret 1928 setelah memberikan pidato pembelaannya yang terkenal dengan judul “Indonesia Free”.
Pada 1932, Bung Hatta bergabung dengan organisasi Club Pendidikan Nasional Indonesia, usai kembali di Tanah Air. Ia memiliki tujuan untuk meningkatkan kesadaran politik rakyat melalui berbagai pelatihan.
Tapi sayangnya, aktivitas Bung Hatta di organisasi ini membuatnya ditangkap kembali oleh pemerintah Belanda pada Februari 1934, bersama dengan Sutan Sjahrir.
Tragisnya, Bung Hatta kemudian diasingkan ke Boven Digoel, Irian Barat, lalu dipindahkan ke Banda Naira di Maluku selama enam tahun.
Rupanya Bung Hatta juga dipenjara di Sukabumi pada tahun 1942, tetapi akhirnya dibebaskan pada tanggal 9 Maret 1942.
Setelah Belanda menyerah dan Jepang menguasai Indonesia, Hatta bersama Soekarno, Ki Hadjar Dewantara, dan KH Moh Mansyur menjadi pemimpin Pusat Tenaga Rakyat (Putera).
Sebelum kemerdekaan Indonesia, Hatta terpilih sebagai Wakil Ketua Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada 7 Agustus 1945.
Hatta memusatkan segala pikiran dan ide-idenya untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal 17 Agustus 1945, Hatta bersama Soekarno memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Setelah proklamasi, melalui sidang PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 Bung Hatta ditunjuk untuk menjadi wakil presiden pertama Republik Indonesia.
Dedikasi dan Pengabdian
Bung Hatta dalam awal-awal membangun pemerintahan memiliki peran sentral terutama dalam kabinet. Pada periode Januari 1948 hingga Desember 1949, ia menjabat sebagai Perdana Menteri sekaligus Menteri Pertahanan.
Bung Hatta juga merangkap jabatan Menteri Luar Negeri di Kabinet Republik Indonesia Serikat (RIS) dari Desember 1949 hingga Agustus 1950.
Setelah 11 tahun menjabat di pemerintahan, Bung Hatta kemudian mengundurkan diri dari jabatan Wakil Presiden pada 1 Desember 1956. Banyak sumber menyebutkan, pengunduran dirinya disebabkan adanya perbedaan pandangan politik dengan Soekarno.
Bung Hatta menilai bahwa Soekarno telah menyimpang dari prinsip-prinsip demokrasi. Meski begitu, ia tetap aktif dalam politik Indonesia. Ia menerbitkan buku “Demokrasi Kita” untuk mengkritik kebijakan politik Soekarno.
Bung Hatta tetap aktif dalam politik Indonesia hingga akhir hayatnya. Ia meninggal dunia pada 14 Maret 1980.
Atas jasa-jasanya, Bung Hatta dianugerahi gelar Pahlawan Proklamator bersama dengan Soekarno melalui Keputusan Presiden Nomor 81/TK/1986 pada tanggal 23 Oktober 1986. (Artikel ini disarikan dari Kata Data)