![Satkorcab Banser Kendal di Deklarasi Damai Polda Jateng: “Ora Grusa-Grusu, Tertib dan Terukur”](https://suaramuda.net/wp-content/uploads/2025/02/WhatsApp-Image-2025-02-13-at-10.41.09.jpeg)
SUARAMUDA – Kita memang perlu angkat topi untuk Nahdlatul Ulama (NU). Sebagai organisasi keagamaan terbesar, rupanya NU memiliki perwakilan atau cabang-cabang istimewa di luar negeri.
Di belahan negara dengan sistem komunis, China, bahkan telah berdiri Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Tiongkok. Hal itu diungkap Rais Syuriah PCINU Tiongkok Ahmad Syaifuddin Zuhri dalam YouTube nuonline yang dirilis Kamis (20/6/2024).
Zuhri, panggilan karib Rais Syuriah PCINU Tiongkok Ahmad Syaifuddin Zuhri membeberkan kisah berdirinya PCINU Tiongkok. Dalam ceritanya, organisasi itu berdiri pada 20 Agustus 2017.
“PCINU Tiongkok didirikan oleh santri-santri Indonesia yang saat itu sedang melanjutkan studinya di Tiongkok. Baik S1, S2 mapun S3 serta mereka yang studi non gelar akademik, ” katanya.
Secara luas para anggota PCINU Tiongkok adalah para pelajar, hampir 90 persen. Sedangkan sisanya adalah pekerja profesional serta diaspora yang ada di sana. Cikal bakal berdirinya PCINU Tiongkok sebenarnya sejak 2014.
“Embrio itu (lahirnya PCINU Tiongkok) muncul sejak 2014, lalu 2015-2016 kita lakukan konsolidasi. Baru, kemudian pada 20 Agustus 2017 kita gelar konferensi di Ponpes Al Islahiyah Singosari Malang, Indonesia, “terangnya.
Zuhri menuturkan, ihwal pendiriannya yang justru di Indonesia karena saat musim panas rata-rata pelajar justru pulang ke Indonesia. Liburan musim panas dijadikan momentum untuk bertemu dan menggelar konferensi.
Lahir di Singosari, Malang
Memurut Zuhri ada keuntungan tersendiri terkait konferensi di Indonesia. “Kalau seandainya digelar di Tiongkok, justru kendalanya adalah jarak yang sangat jauh. Problem kedua adalah tempat acara dan yang ketiga, adalah faktor finansial, ” ujarnya.
“Dari pelbagai problem itu, kemudian disepakati konferensi pembentukan PCINU Tiongkok digelar di Malang, di ponpes-nya Gus Imran Rosadi Hamid, ” jelasnya.
Peserta konferensi yang hadir, 95 persennya adalah mahasiswa, dan sisanya adalah pebisnis. Mereka adalah alumni yang mulai mapan dan menjadi pengusaha. Pada saat konferensi, panitia bahkan mengundang konsulat jenderal perwakilan Tiongkok yang ada di Surabaya.
“Alhamdulillah, Konjen-nya datang, sekaligus memberikan sambutan dan mensupport. Nah, usai kegiatan itu kami baru mendapat SK dari PBNU pada Oktober 2017, “ungkapnya.
Program PCINU Tiongkok
Pendirian PCINU di dunia pada dasarnya memang tidaklah mudah. Namun juga tak susah, apabila prosesnya kita lewati. Dalam konteks PCINU Tiongkok, lanjut Zuhri, usai konsolidasi adalah penguatan program kerja seperti khataman bulanan secara online. Lalu, pengajian-pengajian sesuai momentum Hari Besar Islam (HBI), serta aksi-aksi sosial.
Pada 2018, ia meminta para santri yang tersebar di Tiongkok untuk menulis dalam satu buku. Waktu itu terkumpul 25 tulisan dari 25 santri yang ada di Tiongkok. Adapun isi tulisannya pergulatan santri yang ada di Tiongkok baik dari aspek pengalaman Keislaman, pendidikan, beasiswa, dan sebagainya.
Pada 2019, PCINU Tiongkok kemudian meluncurkan sebuah buku dengan judul “Santri Indonesia di Tiongkok”. Disebutkan Zuhri, 2019 adalah tahun pertama kali penerbitan. Dan hasilnya, buku tersebut bahkan sampai dicetak ulang beberapa kali.
“Dan pada 2023 tahun lalu, pas acara ‘Satu Abad NU’ kami menerbitkan edisi kedua. Pada edisi ini bahkan langsung diterbitkan oleh kelompok penerbit terbesar di Indonesia, ” jelasnya.
“Alhamdulillah buku itu sekarang menjadi best seller, terutama terkait cerita pengalaman santri-santri Indonesia di China, “imbuhnya.
Berpusat di Beijing
Secara kantor administratif, PCNU Tiongkok sejak awal-awal pendiriannya bermarkas di Beijing, China. Namun pada saat Covid-19 kemarin, penggunaan kantor tersebut berakhir. Hal itu karena santri yang merupakan diaspora dan apartemennya menjadi “markas PCINU” tak lagi di Tiongkok. Ia berpindah tugas dan saat ini berkantor di Jerman.
“Untuk itu, kantor administrasi PCINU akhirnya berpindah di Guangzou. Insyaallah ke depan bisa kembali berkantor di Beijing. Apalagi di Beijing terdapat santri-santri baru yang memang berstudi di Beijing, ” terangnya.
Terkait dengan kegiatan sosial di Tiongkok, Zuhri mengatakan bahwa para santri yang ada di sana seringkali ‘sowan’ ke tokoh atau pemuka agama Islam, dan juga ke masjid-masjid yang ada di sana.
“Mereka bersilatirahmi dan diskusi dengan komunitas Muslim setempat. Dan tentunya dengan Muslim pendatang. Kita jalin komunikasi, dan dari situ acapkali mereka mengundang kami saat digelar acara-acara tertentu. Ya acara perjamuan makan, atau kalau pas Ramadhan, ya, kayak semacam buka bersama gitu, “paparnya.
Dalam kacamata Zuhri, dari hampir 1,4 miliar penduduk Tiongkok terdapat hampir sekitar 30-40 juta penduduk Muslim di sana. Adapun secara etnis dan kesukuan, sebagian besar wilayah Tiongkok didominasi oleh suku Han. Sedangkan sisanya adalah Muslim dari suku Hui dan Uighur.
“Suku Hui Muslim berlokasi di Barat Daya Tiongkok. Mereka mendiami wilayah-wilayah eks “Jalur Sutra”. Nah, di sana mudah ditemukan masjid.Tiap kota pasti ada masjidnya. Dan kita bisa menjalin silaturahmi dengan baik di sana”, jelasnya.
Adapun, secara universal Keislaman Muslim Tiongkok dengan Indonesia dikatakan sama. Tradisi Keislaman seperti dengan berdzikir dan maulidan juga berlaku bagi Muslim Tiongkok. “Kalau secara mahzab saya lihat, mereka lebih ke Mahzab Hanafi, ” ungkap Zuhri.
Sebagai gambaran literatur ini, Zuhri atau pemilik nama lengkap Ahmad Syaifuddin Zuhri adalah Rais Syuriah PCINU Tiongkok. Ia adalah mahasiswa Ph.D Hubungan Internasional pada Central China Normal University (CCNU) Wuhan, China. (DT. Atmaja)