promo

Warga Kedungombo Tolak PLTS Terapung 100 MW, LBH Ansor Kendal Turut Berikan Pendampingan

LBH Ansor turut mendampingi permasalahan hukum warga sekitar Waduk Kedungombo. Dok: Istimewa

Sragen, SUARAMUDA – Rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terapung di Waduk Kedungombo (WKO) menuai penolakan dari masyarakat setempat. Proyek yang digagas oleh PT Indonesia Power, anak perusahaan PT PLN (Persero), ini dirancang untuk menghasilkan daya listrik sebesar 100 Megawatt (MW). Namun, warga yang bergantung pada waduk sebagai sumber mata pencaharian menolak proyek tersebut karena dianggap mengancam kelangsungan hidup mereka.

Sebagai bagian dari sosialisasi proyek, PT Indonesia Power menggelar pertemuan konsultasi dengan masyarakat terdampak pada Selasa (11/2/2025).

Acara ini bertujuan memberikan pemahaman kepada warga, khususnya petani dan nelayan karamba ikan yang menggantungkan hidup di area Waduk Kedungombo.

Promo

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Ansor Kendal, yang dipimpin oleh Agus Sulistiyono bersama timnya yakni Ogud dan Rudi Santoso, turut hadir untuk memberikan pendampingan kepada warga Dusun Ngasinan, Desa Ngargotirto, Kecamatan Sumberlawang, Sragen. Pendampingan ini dilakukan atas instruksi dari LBH Ansor Jawa Tengah, mengingat dampak proyek yang melibatkan tiga kabupaten, yaitu Sragen, Grobogan, dan Boyolali.

Dalam pertemuan tersebut, hadir berbagai pihak, termasuk konsultan kebijakan publik dari Asian Development Bank (ADB) selaku pendana proyek, PT PLN (Persero), PT Indonesia Power, Bupati Sragen, Kementerian ATR/BPN, Kementerian PUPR, Kementerian ESDM, NGO Greenpeace, sejumlah LSM, serta perwakilan masyarakat terdampak yang berjumlah sekitar 180 orang.

Pendampingan ini dikoordinatori oleh Pimpinan Pusat (PP) LBH Ansor dan dihadiri oleh LBH Ansor dari berbagai daerah, seperti Kendal, Boyolali, Demak, Purwodadi, dan Pati.

Dalam kesempatan tersebut, LBH Ansor bersama warga memberikan lima pernyataan sikap tegas terhadap proyek PLTS Terapung Kedungombo:

  1. Menolak pembangunan PLTS yang mengganggu aktivitas perekonomian warga.
  2. Menolak pembangunan PLTS yang berpotensi merusak lingkungan.
  3. Menolak kompensasi dan lebih menghendaki ketersediaan lahan yang sesuai dengan mata pencaharian mereka.
  4. Meminta proyek 100 MW tidak dilakukan di area pembudidaya ikan dan petani waduk.
  5. Menuntut agar lokasi pembangunan PLTS dikembalikan sesuai peta awal perencanaan.

Ketua LBH Ansor Kendal, Agus Sulistiyono, menegaskan bahwa pendampingan ini bertujuan untuk memastikan hak-hak masyarakat terdampak benar-benar diperhatikan.

Promo

“Kami hadir untuk memastikan hak-hak masyarakat terdampak benar-benar diperhatikan. Warga yang selama ini menggantungkan hidup dari perikanan karamba dan pertanian di sekitar Waduk Kedungombo berhak mendapatkan kepastian atas masa depan mereka,” kata Agus.

Kami menolak jika pembangunan PLTS ini justru mengorbankan penghidupan mereka tanpa solusi yang adil. Kami juga menegaskan bahwa proyek ini tidak boleh merusak lingkungan, lanjutnya.

Jika benar-benar untuk kepentingan energi hijau, seharusnya tetap mempertimbangkan keseimbangan sosial dan ekologi. Kami bersama LBH Ansor dari berbagai daerah akan terus mengawal aspirasi masyarakat sampai ada keputusan yang berpihak kepada mereka,” tegasnya.

Sikap tegas ini mencerminkan keresahan masyarakat yang merasa hak ekonomi dan lingkungan mereka terancam. Sementara pihak pemerintah dan perusahaan masih berupaya melakukan pendekatan, warga bersikeras mempertahankan keberlanjutan hidup mereka di sekitar Waduk Kedungombo.

Promo

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like
Promo