promo

Kritik Bagi Aktivis Mahasiswa, Para Pengkhianat Idealisme

Muammal Farizal, aktivis BEM, Mahasiswa Politeknik Medica Farma Husada Mataram

Oleh: Muammal Farizal *)

SUARAMUDA, SEMARANG — Sebuah keresahan yang di utarakan oleh salah satu Menlu BEM Medica Farma Husada Mataram 2024, terhadap aktivis yang berhianat pada idealisme. Ia menggadaikan idealisme demi kepentingan pribadinya, miris!

Jadi, kita perlu kembali mengingat kembali perkataan Bung Hatta. Bahwa, mahasiswa adalah hati dan pikiran massa rakyat; yang menjadi pondasi moral keberpihakan mahasiswa sebagai kaum intelektual dari segala bentuk pengkhianatan, penyelewengan dan ketidakadilan yang dialami masyarakat atas arogansi kekuasaan.

Promo

Perkataaan itu, setidaknya menjadi alasan penting akan hadirnya gelombang perlawanan kawan-kawan mahasiswa.

Mereka (mahasiswa) harus keluar dari arus kepentingan para elit dan sekaligua melihat persoalan secara objektif sebelum mengambil langkah dengan menempatkan kepentingan rakyat sebagai kulminasi intelektualitas yang diperjuangkan.

Tak heran jika acap kali gerakan mahasiswa dibuat pecah atau tidak solid dengan menghalalkan segala cara.

Beasiswa S2 gratis, uang, juga jaminan kehidupan di masa mendatang dalam bentuk apapun menjadi azimat pemikat bagi mereka yang ‘lemah syahwat’ dalam gerakan. Dan sialnya, sebagian besar terpikat.

Semakin banyak massa aksi semakin banyak pula yang akan adinda dapatkan, kiranya demikian hitung-hitungan dalam ilmu penjualan gerakan.

Promo

Peduli setan soal mereka yang dirampas haknya atas tanah, haknya atas air, hingga haknya atas hidup, asal bisa ‘makan siang ‘dengan para elit sudah lebih dari cukup.

Obral idealisme dengan sepucuk ‘angpao merah’ yang hilir mudik dilingkaran para pemuka organisasi atau gerakan sudah tidak asing lagi.

Barang tentu tragedi kemanusiaan yang terjadi dibelahan Indonesia lainnya menjadi kabar baik yang membelalakan mata bagi gerombokan semacam ini.

Berteriak di atas mobil komando sambil menebar syair-syair suci Tuhan tentang surga dan neraka, namun setelah mendapat panggilan dari si surga untuk bertemu maka tinggallah si “neraka”.

Iman kemanusiaan harus dipegang sampai mati, nak! Demikianlah mantra terakhir dari seorang petani tua ketika mengantarkan anaknya yang hendak berangkat menuju rumah peradaban (kampus). Bukan tidak mungkin! (Red)

Promo

*) Penulis: Muammal Farizal, aktivis BEM, Mahasiswa Politeknik Medica Farma Husada Mataram

Redaksi Suara Muda, Saatnya Semangat Kita, Spirit Indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like
Promo