![Khutbah Jum’at: Sya’ban sebagai Jembatan Spiritual Menuju Ramadhan yang Penuh Ampunan](https://suaramuda.net/wp-content/uploads/2025/02/f90ff4f37b62aa088197bcf18e59e2a4.jpg)
SUARAMUDA – Tradisi Rebo Wekasan menjadi satu kebiasaan bagi umat muslim di Indonesia. Rebo Wekasan diperingati setiap hari Rabu terakhir di bulan Safar .Dan pada tahun ini, Rebo Wekasan jatuh pada 30 Safar 1446 H bertepatan dengan tanggal 4 September 2024.
Sejumlah masyarakat percaya, pada malam Rebo Wekasan menyimpan sejumlah mitos yang diyakini secara turun temurun. Bahkan Rebo Wekasan disebut-sebut menjadi hari paling sial sepanjang tahun. Pada hari Rebo Wekasan dipercaya sebagai hari di mana diturunkannya bala dan bencana ke bumi.
Sejarah Rebo Wekasan
Mengutip dari situs Warisan Budaya Takbenda Indonesia Kemdikbud, sejarah tradisi Rabu Wekasan ditelaah dalam berbagai versi. Versi pertama, disebutkan bahwa tradisi Rebo Wekasan sudah ada sejak 1784, yang mengisahkan adanya seorang kyai yang memiliki kelebihan ilmu yang sangat baik di bidang agama maupun bidang ketabiban atau penyembuhan penyakit.
Tokoh kyai itu bernama Faqih Usman yang kemudian lebih dikenal dengan nama Kyai Wonokromo Pertama atau Kyai Welit. Kyai Faqih diyakini oleh masyarakat mampu mengobati penyakit dan metode disuwuk, yakni dibacakan ayat-ayat AI-Qur’an pada segelas air yang kemudian diminumkan kepada pasiennya sehingga pasien tersebut dapat sembuh.
Berkat ketenarannya, Kyai Faqih pun mendapat sanjungan dari Sri Sultan Hamengku Buwono I. Sepeninggal Kyai Faqih, masyarakat masih meyakini bahwa setiap hari Rabu Wekasan masyarakat berbondong-bondong untuk mencari berkah.
Versi kedua, tidak jauh berbeda dari yang pertama, hanya saja Upacara Rebo Wekasan tidak terlepas dari tradisi Kraton Mataram dengan Sultan Agung. Upacara adat ini diselenggarakan sejak tahun 1600.
Pada masa pemerintahan Mataram terjangkit wabah penyakit atau pagebluk. Kemudian diadakan ritual untuk menolak bala wabah penyakit ini dan Rabu Wekasan ini diadakan sebagai wujud doa.
Versi ketiga, diceritakan bahwa Kyai Muhammad Faqih berasal dari Desa Wonokromo. Kyai Faqih ini juga disebut Kyai Welit, karena pekerjaannya adalah membuat welit atau atap dari rumbia.
Masyarakat mendatangi Kyai Welit supaya membuatkan tolak bala yang berbentuk wifik atau rajah yang bertuliskan Arab. Rajah ini kemudian dimasukkan ke dalam bak yang sudah diisi air lalu dipakai untuk mandi dengan harapan supaya yang bersangkutan selamat. Adat ini kemudian disebut malam Rabu Pungkasan atau Rabu Wekasan.
Menurut pendapat lainnya, Rabu Wekasasan juga berhubungan erat dengan penyebaran agama Islam di Indonesia. Abdul Hamid Quds berpendapat bahwa terdapat 32.000 bala yang diturunkan Allah ke bumi pada hari Rabu terakhir setiap tahun di Bulan Safar.
Wali Songo dianggap berperan dalam mengembangkan tradisi ini. Menurut kepercayaan masyarakat Desa Suci, Kabupaten Gresik, Sunan Giri memberikan petunjuk sumber air ketika kekeringan dan berpesan untuk mengadakan upacara adat Rabu Wekasan. (Red)