Pidato Prabowo di PBB: Strategi Indonesia Tegaskan Dukungan Two-State Solution

Presiden Indonesia Prabowo Subianto berbicara dalam KTT Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Palestina di Markas Besar PBB di New York, Amerika Serikat, Senin (22/9/2025) waktu setempat. (AFP/LUDOVIC MARIN)

Oleh: Jeliyan Tanjung*)

SUARAMUDA.NET, SEMARANG — Presiden Prabowo Subianto tampil dalam Sidang Umum ke-79 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, Amerika Serikat, pada 22 September 2025.

Dalam pidatonya, Prabowo menegaskan kembali dukungan Indonesia terhadap Two-State Solution, yakni solusi dua negara untuk mengakhiri konflik berkepanjangan antara Palestina dan Israel.

Pesan Utama Pidato: Perdamaian Tanpa Kebencian

Dalam pidato tersebut, Prabowo menyatakan: “Kita harus memiliki Palestina yang merdeka, tetapi kita juga harus mengakui dan menjamin keselamatan dan keamanan Israel. Hanya dengan begitulah kita dapat mencapai perdamaian sejati: perdamaian tanpa kebencian, perdamaian tanpa kecurigaan. Satu-satunya solusi adalah solusi dua negara ini.”

Pernyataan ini mencerminkan bahwa Indonesia siap mengakui Israel jika Palestina terlebih dahulu diakui sebagai negara merdeka. Prabowo juga menyampaikan simpati mendalam atas tragedi kemanusiaan di Gaza, sekaligus menegaskan posisi Indonesia sebagai negara yang konsisten mengedepankan politik luar negeri bebas aktif.

Langkah ini tidak sekadar retorika moral, tetapi bagian dari strategi diplomasi Indonesia untuk memperkuat posisinya di panggung global.

Jejak Historis Dukungan Indonesia terhadap Palestina

Dukungan Indonesia terhadap Palestina bukanlah hal baru. Sejak masa Presiden Soekarno, Indonesia telah berdiri di barisan negara yang mendukung kemerdekaan Palestina. Dukungan tersebut pun berakar pada ikatan historis dan emosional antara kedua bangsa yang sama-sama pernah mengalami perjuangan melawan kolonialisme.

Selain itu, dasar hukum dan moral dukungan ini tertuang jelas dalam Pembukaan UUD 1945, yang menyebutkan bahwa “segala bentuk penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.”

Atas dasar itu, Indonesia menolak segala bentuk pendudukan, termasuk yang dialami rakyat Palestina, dan konsisten memperjuangkan kemerdekaan mereka di berbagai forum internasional.

Makna Strategis Two-State Solution

Secara global, Two-State Solution dinilai sebagai jalan paling realistis menuju perdamaian Palestina–Israel, meskipun implementasinya menghadapi tantangan berat akibat invasi dan kekerasan di Gaza.

Kehadiran Prabowo di forum PBB menjadi momentum penting untuk menegaskan kembali posisi Indonesia sebagai negara dengan politik luar negeri bebas aktif.

Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia (sekitar 246 juta jiwa), Indonesia memiliki potensi untuk menjadi “moral voice” bagi perdamaian dunia. Pendekatan ini sejalan dengan semangat antikolonialisme yang menjadi fondasi politik luar negeri Indonesia, sekaligus membangun citra Indonesia sebagai aktor moral, bukan sekadar pemain pragmatis di diplomasi global.

Prabowo juga mendesak negara-negara anggota PBB untuk segera mengakui kedaulatan Palestina, karena pengakuan tersebut merupakan fondasi bagi perdamaian yang bermakna. Ia menekankan bahwa Indonesia siap menjadi penengah aktif, termasuk dengan mengirim pasukan perdamaian di bawah mandat PBB.

Keseimbangan antara Solidaritas dan Realpolitik

Pidato Prabowo menandai upaya Indonesia menjaga keseimbangan antara solidaritas moral terhadap Palestina dan pragmatisme diplomatik terhadap Israel. Pendekatan ini penting agar posisi Indonesia tetap kredibel di mata komunitas internasional sekaligus mendapat dukungan dari publik domestik.

Namun, dukungan publik terhadap Two-State Solution tidak selalu stabil. Survei MEDIAN (Februari 2025, 900 responden) menunjukkan dukungan awal terhadap solusi dua negara cukup tinggi, tetapi menurun menjadi 30,2% pada Juni 2025, seiring meningkatnya kekerasan di Gaza. Sebagian besar responden bahkan berpendapat bahwa hanya Palestina yang berhak memiliki negara.

Menurut Leonard C. Sebastian (RSIS) dan Rico Marbun (MEDIAN), perubahan opini publik ini dipengaruhi oleh intensitas konflik di Gaza dan meningkatnya sentimen anti-Israel di media sosial dan ruang publik.

Implikasi Global dan Regional

Pidato Prabowo di PBB memberikan implikasi strategis bagi posisi Indonesia dalam percaturan global. Di level internasional, Indonesia tampil sebagai negara berkembang yang aktif dan berpengaruh dalam isu kemanusiaan dan perdamaian dunia.

Di level regional dan dunia Islam, sikap tegas Indonesia memperkuat kepercayaan negara-negara Muslim bahwa Indonesia layak menjadi mediator kredibel dalam isu Palestina–Israel.

Di level domestik, langkah ini memperkuat legitimasi politik luar negeri pemerintah dan memperkokoh citra Prabowo sebagai pemimpin yang membawa Indonesia tampil di panggung dunia.

Selain memperkuat reputasi diplomatik, strategi ini juga menunjukkan ambisi Indonesia untuk menjadi jembatan antara dunia Barat dan dunia Muslim.

Tantangan Diplomatik dan Risiko Strategis

Meski mendapat apresiasi internasional, Indonesia menghadapi sejumlah tantangan. Pertama, tekanan diplomatik dan ekonomi dari negara-negara pendukung Israel bisa membatasi ruang gerak Indonesia.

Kedua, kekuatan koalisi di PBB menjadi faktor penentu efektivitas diplomasi. Tanpa dukungan kolektif, seruan Indonesia berisiko kehilangan daya tekan. Ketiga, fluktuasi opini publik domestik dapat memengaruhi stabilitas kebijakan luar negeri, terutama jika konflik di Gaza kembali memanas.

Dan keempat, dilema antara norma dan realpolitik: jika pidato Prabowo tidak diikuti langkah konkret seperti inisiatif mediasi atau pasukan perdamaian, diplomasi Indonesia bisa dianggap hanya simbolik.

Diakui atau tidak, pidato Presiden Prabowo di PBB sesungguhnya mempertegas bahwa diplomasi Indonesia tidak lagi sebatas dukungan moral terhadap Palestina, tetapi telah bergeser ke arah diplomasi aktif dan strategis.

Indonesia kini memainkan peran ganda: sebagai penjaga nilai kemanusiaan dan penyeimbang kepentingan geopolitik.

Jika dijalankan konsisten dan didukung langkah konkret, strategi ini dapat memperkuat posisi Indonesia sebagai aktor moral dan mediator global, yang menjembatani perdamaian abadi antara Palestina dan Israel. Namun, jika berhenti pada tataran retorika, diplomasi tersebut berisiko kehilangan substansi dan kredibilitasnya. (Red)

*) Jeliyan Tanjung, mahasiswa Hubungan Internasional, Sriwijaya University

Redaksi Suara Muda, Saatnya Semangat Kita, Spirit Indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like