SUARAMUDA, SEMARANG – Keputusan Presiden Prabowo Subianto menunjuk Presiden ke-7 Joko Widodo mewakilinya hadir ke pemakaman Paus Fransiskus di Vatikan pada Sabtu, 26 April 2025, menuai kritik.
Meski begitu, Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani mengungkapkan alasan Prabowo mengutus Jokowi ke pemakaman Paus Fransiskus di Vatikan.
Muzani menjelaskan, perjalanan apostolik Paus Fransiskus ke Indonesia awal September 2024 lalu merupakan tamu Jokowi.
Pada saat kunjungan tersebut Jokowi masih menjabat presiden dan dialah yang bertemu langsung dengan Paus.
“Sehingga Pak Prabowo merasa tingkatnya adalah tingkat kepala negara ketika itu. Itu sebabnya yang diminta adalah Pak Jokowi untuk menghadiri dan mewakili pemerintah dan rakyat serta bangsa Indonesia di Vatikan,” ucap Muzani, Jumat, 25 April 2025, seperti dilansir Tempo.
Untuk diketahui, Jokowi diutus Prabowo bersamaan dengan Menteri Hak Asasi Manusia Natalius Pigai; Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono; dan mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan.
Respon Publik
Menyoroti hal itu, politikus PDIP Aria Bima mempertanyakan mengapa Presiden Prabowo Subianto tak mengutus wakilnya, Gibran Rakabuming Raka, ke Vatikan.
“Saya mempertanyakan kenapa enggak Wakil Presiden yang berangkat?” kata Aria Bima saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Kamis, 24 April 2025.
Sementara, pakar komunikasi politik Universitas Paramadina Jakarta Hendri Satrio menilai banyak pemimpin negara lain mengutus pemimpin sebelumnya datang ke pemakaman Paus Fransiskus, seperti diantaranya Amerika Serikat dan Inggris.
Ia juga menilai, diutusnya Prabowo oleh Jokowi paling tidak sebagai upaya mengkomunikasikan kepada publik bahwa tidak ada “matahari kembar”.
Prabowo, kata dia, ingin menunjukkan posisinya sebagai presiden. “Sedangkan, Jokowi hanya utusan,” kata Hendri.
Direktur PARA Syndicate: Prabowo Utus Jokowi Sebagai Blunder Politik
Direktur Eksekutif PARA Syndicate Virdika Rizky Utama seperti dikutip dari Tempo mengatakan, Presiden Prabowo Subianto mengirimkan pesan politik blunder.
Alasannya, Jokowi pernah masuk dalam nominasi tokoh terkorupsi 2024 oleh Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP).
Menurut Virdika, rekam jejak Jokowi itu sudah tercatat dalam memori politik internasional.
Meski hanya masuk nominasi, reputasi Jokowi sudah terkait dengan korupsi.
“Mengutus Jokowi seperti mengirim pesan blunder. Indonesia mengirim figur yang dicurigai publik global ke ruang yang dijaga ketat secara moral. Ini bukan soal hukum, ini soal pesan politik,” kata dia, seperti ditulis Tempo.
Virdika mengatakan, upacara pemakaman Paus Fransiskus bukan sekadar seremoni, melainkan panggung etika global.
Menurut Virdika, di dunia internasional, persepsi lebih tajam dari fakta hukum. Saat negara lain melihat Indonesia diwakili tokoh dengan citra korupsi, hal itu akan mengiris kredibilitas diplomasi moral Indonesia.
Virdika juga mengatakan, Prabowo menjadi kehilangan momentum penting untuk menunjukkan empati tulus terhadap komunitas Katolik di Indonesia.
Apalagi, pemakaman Paus Fransiskus bukan sekadar seremoni kenegaraan. Pemakaman itu merupakan momen sakral bagi jutaan umat Katolik di seluruh dunia.
“Dengan memilih mengutus Jokowi, figur yang dipertanyakan integritas moral dan etikanya di ruang publik, Prabowo seolah mengabaikan uasana kebatinan umat Katolik sendiri,” kata Virdika. (Red/ Tempo)