![Dishub Sumut Siapkan Mudik Lebaran 2025: Pastikan Jalur Aman, Cek Kendaraan, dan Mudik Gratis Tiga Moda](https://suaramuda.net/wp-content/uploads/2025/02/IMG_20250219_070225.jpg)
Kendal, SUARAMUDA –
Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah menggelar acara Naharul Ijtima di Pondok Pesantren Darul Amanah, Ngadiwarno, Sukorejo, Kendal, pada Sabtu (25/1/2025). Acara ini menjadi ajang diskusi dan konsolidasi bagi pengurus pesantren se-Jawa Tengah, dengan menghadirkan tokoh-tokoh besar NU sebagai narasumber.
Salah satu agenda utama kegiatan adalah Halaqoh Pengurus Pesantren yang diisi oleh dua narasumber terkemuka, yakni Mustasyar PWNU Jateng KH Sholahuddin Humaidullah dan A’wan Syuriyah PBNU KH Taj Yasin Maimoen.
Dalam paparannya, KH Sholahuddin Humaidullah, yang akrab disapa Gus Sholah, menekankan pentingnya peran wali santri dalam memahami kultur pesantren.
“Wali santri harus memahami kebiasaan di pesantren dan mengetahui tujuan memondokkan anaknya. Peran mereka sangat penting dalam mendukung proses pendidikan anak di pesantren,” ujar Gus Sholah, pengasuh Pesantren APIK Kaliwungu.
Ia juga menjelaskan bahwa sistem pengelolaan pesantren, termasuk penunjukan lurah pondok, merupakan wujud delegasi tugas dari kiai untuk memastikan pengelolaan berjalan efektif.
“Lurah pondok memiliki otoritas karena dipasrahi oleh kiai. Proses belajar di pesantren itu bertahap. Sedikit demi sedikit, ilmu akan bertambah melalui interaksi di lingkungan pesantren,” tegasnya.
Sementara itu, KH Taj Yasin Maimoen, atau yang akrab disapa Gus Yasin, menyoroti sistem pendidikan di pesantren yang terus bereksperimen demi menciptakan formula terbaik.
“Di pesantren, kami mencoba berbagai pendekatan, mulai dari penggabungan Al-Qur’an, kitab, hingga pendidikan umum. Namun, hasilnya tidak selalu sesuai ekspektasi,” ungkap Wakil Gubernur Jawa Tengah terpilih ini.
Gus Yasin juga mengingatkan bahwa pesantren modern perlu membangun sistem manajemen yang kuat dan memiliki pengasuh yang mampu memberikan teladan.
“Pesantren yang baru sering kali mengalami degradasi. Untuk itu, dibutuhkan pengasuh yang bisa menjadi contoh dan sistem yang mendukung pembentukan karakter santri,” tambahnya.
Salah satu isu utama yang dibahas adalah upaya mengatasi bullying, yang di pesantren sering disebut gojlokkan. Menurut Gus Yasin, meskipun istilahnya berbeda, dampaknya sama, yaitu memengaruhi mental santri.
“Pesantren harus menjadi garda terdepan dalam melawan bullying. Kami berharap setiap pesantren memiliki modul khusus untuk menangani permasalahan ini, termasuk pendampingan dari psikolog dan ahli lainnya,” ujarnya.
Gus Yasin juga berkomitmen untuk menciptakan modul manajemen anti-bullying yang akan diterapkan di pesantren-pesantren.
Acara Naharul Ijtima ini dihadiri sejumlah tokoh penting, seperti Rais Syuriyah PWNU Jateng KH Ubaidullah Shodaqoh, Ketua Tanfidziyah PWNU Jateng KH Abdul Ghaffar Rozin, Wakil Ketua PWNU Jateng KH Nur Machin Chudlori, dan pengasuh Pondok Pesantren Darul Amanah KH Mas’ud Abdul Qadir.
Selain itu, kegiatan ini juga melibatkan para pengurus RMI NU se-Jawa Tengah, perwakilan Kementerian Agama, pemerintah provinsi Jawa Tengah, dan pemerintah daerah Kabupaten Kendal.
Acara ini diharapkan menjadi momentum penting dalam memperkuat manajemen pesantren, membangun sistem pendidikan yang lebih baik, serta menciptakan lingkungan pesantren yang ramah dan kondusif bagi para santri.