promo

Prabowo Mengampuni Para Koruptor? Bukti Prabowo Tidak Paham Makna Keadilan

Ilustrasi koruptor di Indonesia/ pinterest

Oleh: Andri Rahman*)

SUARAMUDA, SEMARANG – Hukum di Indonesia, meskipun secara teori memiliki landasan yang jelas dan prinsip kesetaraan di depan hukum, sering kali menjadi alat yang tidak adil bagi sebagian besar warganya.

Fenomena ini semakin terlihat dalam perbedaan perlakuan terhadap rakyat kecil dan para penjahat berdasi, yang seringkali terlihat mendapatkan perlakuan hukum yang berbeda.

Hal ini bukan hanya memperburuk citra hukum di mata masyarakat, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap sistem peradilan yang seharusnya menjadi penjaga keadilan.

Promo

Hukum untuk Rakyat Kecil: Tajam dan Menekan

Bagi masyarakat biasa, hukum sering kali berfungsi sebagai instrumen yang keras dan tidak pandang bulu. Mereka yang terjebak dalam berbagai pelanggaran, baik itu kecil maupun besar, seringkali dijerat dengan hukuman yang berat, bahkan tanpa melihat latar belakang atau niat mereka dalam melakukan tindakan tersebut.

Misalnya, seorang pedagang kecil yang kedapatan melakukan pelanggaran administrasi atau bahkan tindakan kriminal kecil, seperti mencuri karena kelaparan atau keterdesakan ekonomi, bisa langsung dijatuhi hukuman berat, tanpa banyak ruang untuk pembelaan atau pertimbangan kondisi yang melatarbelakanginya.

Hukum yang “tajam ke bawah” ini jelas menjadi masalah serius, karena tidak memberikan kesempatan bagi mereka untuk mendapatkan perlakuan yang adil berdasarkan kondisi sosial dan ekonomi mereka.

Promo

Bahkan, seringkali rakyat kecil ini tidak mendapatkan kesempatan yang adil untuk membela diri, karena keterbatasan akses terhadap pembelaan hukum yang memadai. Mereka harus berjuang sendirian melawan sistem hukum yang timpang.

Hukum untuk Penjahat Berdasi: Tumpul dan Melemah

Sebaliknya, penjahat berdasi—yakni mereka yang duduk di posisi kekuasaan atau memiliki akses ke sumber daya—sering kali mendapatkan perlakuan yang jauh lebih ringan, bahkan kebal dari jeratan hukum.

Kasus-kasus korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, atau penggelapan dana negara yang melibatkan pejabat tinggi seringkali berakhir dengan hukuman yang tidak sebanding dengan kerugian negara atau masyarakat yang mereka timbulkan. Bahkan, dalam beberapa kasus, mereka justru memperoleh keuntungan lebih besar dari tindak pidana yang mereka lakukan.

Seperti yang kita lihat dalam banyak kasus korupsi di Indonesia, orang-orang yang memiliki koneksi atau kedudukan tinggi sering kali hanya dijatuhi hukuman ringan atau bahkan lepas begitu saja setelah membayar denda atau mengembalikan sebagian dari uang yang mereka curi.

Dalam beberapa kasus, mereka malah dibiarkan tetap memegang kekuasaan atau menjabat posisi strategis, meskipun terbukti melakukan tindak pidana besar. Hal ini tentu saja menciptakan ketidakpercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan yang ada.

Bagaimana mungkin hukum yang seharusnya adil bisa memberikan perlakuan berbeda terhadap dua kelompok yang jelas melanggar norma yang sama?

Contoh yang paling aktual adalah wacana Presiden Prabowo Subianto untuk mengampuni koruptor yang mengembalikan uang negara. Sebagai anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKS, Nasir Djamil menilai bahwa wacana ini membingungkan dan dapat memperburuk ketidakadilan hukum.

Korupsi adalah kejahatan besar yang merugikan negara dan rakyat. Jika koruptor yang melakukan tindak pidana besar bisa “dibebaskan” hanya dengan mengembalikan uang yang mereka curi, hal ini hanya memperlihatkan betapa lemahnya sistem hukum terhadap kalangan atas dan betapa mudahnya mereka lolos dari hukuman yang seharusnya mereka terima.

Ketidakadilan Sistemik yang Membebani Masyarakat

Ketidakadilan hukum yang terjadi di Indonesia ini bukan hanya soal perlakuan yang berbeda antara rakyat kecil dan pejabat tinggi. Ini adalah masalah sistemik yang sudah mengakar dalam tatanan hukum dan pemerintahan.

Salah satu masalah utama adalah ketimpangan dalam akses terhadap keadilan. Bagi mereka yang memiliki kekuasaan atau uang, jalan untuk keluar dari jeratan hukum selalu terbuka lebar, sementara bagi rakyat kecil, jalan menuju keadilan sering tertutup rapat oleh biaya tinggi, prosedur yang rumit, dan ketidakmampuan dalam memperjuangkan hak-haknya.

Selain itu, ada juga masalah politik dalam penerapan hukum. Ketika pejabat tinggi atau orang-orang berpengaruh terlibat dalam tindak pidana, seringkali proses hukum bisa terhenti atau dipengaruhi oleh tekanan politik. Hukum seolah menjadi alat yang bisa diperalat untuk melindungi kepentingan segelintir orang, sementara rakyat kecil terus dihukum dengan keras.

Ini tentu menimbulkan kesan bahwa hukum tidak lagi berfungsi sebagai pelindung keadilan, melainkan lebih sebagai alat untuk melindungi orang-orang yang berkuasa dan kaya.

Membangun Sistem Hukum yang Adil

Untuk menciptakan sistem hukum yang lebih adil, perlu adanya reformasi yang mendalam dalam berbagai aspek. Pertama, penguatan independensi lembaga hukum dan peradilan sangat diperlukan.

Agar proses hukum tidak terpengaruh oleh kekuatan politik atau kepentingan pihak tertentu, lembaga-lembaga ini harus memiliki kebebasan penuh untuk bertindak berdasarkan prinsip keadilan.

Kedua, harus ada pengawasan yang lebih ketat terhadap proses hukum yang melibatkan pejabat tinggi dan elit. Jangan sampai kekuasaan dan uang dapat membeli kebebasan atau mengubah jalannya hukum. Penegakan hukum terhadap para pejabat yang terbukti melakukan korupsi atau penyalahgunaan wewenang harus dilakukan tanpa pandang bulu, tanpa adanya pertimbangan politik atau kekuasaan.

Ketiga, perlu adanya pendidikan hukum yang lebih luas kepada masyarakat agar mereka paham tentang hak-hak mereka dan bagaimana cara untuk memperjuangkannya. Masyarakat yang teredukasi akan lebih mampu untuk menuntut keadilan ketika mereka diperlakukan tidak adil, baik oleh aparat penegak hukum maupun oleh pihak lain yang memiliki kekuasaan.

Kesimpulan

Hukum yang adil adalah hukum yang diterapkan secara merata kepada semua orang, tanpa melihat status sosial, ekonomi, atau kekuasaan yang dimiliki. Ketika hukum lebih tajam ke bawah dan tumpul ke atas, maka tidak ada lagi kepercayaan terhadap sistem peradilan yang ada.

Untuk itu, penting bagi negara untuk menjamin bahwa keadilan tidak hanya untuk sebagian orang, tetapi untuk semua rakyat Indonesia, tanpa kecuali. Tanpa itu, hukum hanya akan menjadi alat yang semakin memperlebar jurang ketidakadilan di tengah-tengah masyarakat. (Red)

*) Andri Rahman, mahasiswa Prodi Magister Pendidikan IPS FISIP UNNES

Redaksi Suara Muda, Saatnya Semangat Kita, Spirit Indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like
Promo