Oleh: Azzahra Syakirani Arlita*)
SUARAMUDA, SEMARANG – Kemandirian belajar di era digital menjadi salah satu tujuan pendidikan yang sangat penting. Kemandirian belajar ini merujuk pada kemampuan individu untuk mengatur proses belajarnya sendiri, termasuk dalam menentukan tujuan, memilih sumber belajar, serta mengevaluasi hasil belajar.
Menurut Slameto (2010), kemandirian belajar sebagai upaya belajar yang dilakukan dengan sedikit atau sama sekali tanpa bantuan dari pihak luar.
Dalam kaitannya dengan kemajuan teknologi informasi, siswa dalam kemandirian belajar, kini memiliki akses yang lebih luas terhadap berbagai sumber belajar, mulai dari artikel, video, hingga kursus online.
Oleh karena itu, penting bagi pendidik untuk membekali siswa dengan keterampilan yang diperlukan agar mereka dapat belajar secara mandiri dan efektif.
Pendidikan yang menekankan kemandirian belajar tidak hanya mempersiapkan siswa untuk menghadapi tantangan akademik, tetapi juga untuk kehidupan di masa depan.
Dalam dunia kerja yang semakin kompetitif, kemampuan untuk belajar secara mandiri menjadi salah satu keterampilan yang dicari oleh banyak perusahaan.
Siswa yang mampu mengelola waktu, mencari informasi, dan menyelesaikan masalah secara mandiri akan lebih siap untuk beradaptasi dengan perubahan dan tuntutan di lingkungan kerja.
Seperti yang dinyatakan oleh Knowles (1975), “pendidikan harus memfasilitasi pengembangan individu yang mampu belajar secara mandiri dan bertanggung jawab.” Oleh karena itu, sekolah perlu mengintegrasikan pendekatan pembelajaran yang mendorong siswa untuk aktif berpartisipasi dalam proses belajar mereka.
Urgensi Peran Guru
Peran guru dalam membangun kemandirian belajar pada tataran ini menjadi sangat penting. Pasalnya, guru tidak hanya berfungsi sebagai penyampai materi, tetapi juga sebagai fasilitator yang membantu siswa menemukan cara belajar yang paling sesuai dengan gaya dan kebutuhan mereka.
Dengan memberikan bimbingan yang tepat, guru dapat mendorong siswa untuk mengeksplorasi minat mereka dan mengembangkan rasa percaya diri dalam belajar.
Garrison, D.R., & Anderson (2003) menyebut, peran guru dalam hal ini dapat menciptakan lingkungan belajar yang mendukung kemandirian siswa sangat krusial untuk mencapai tujuan pendidikan.
Lewat pendekatan ini, siswa diharapkan dapat menjadi pembelajar seumur hidup yang terus mencari pengetahuan dan keterampilan baru.
Untuk itu, mengembangkan kemandirian belajar menjadi kunci keberhasilan pendidikan.
Kemandirian belajar memungkinkan siswa untuk mengatur proses belajarnya sendiri, serta mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan menyelesaikan masalah secara efektif.

Pembelajaran Berbasis ‘Proyek’
Untuk mencapai tujuan ini, beberapa strategi yang efektif dapat diterapkan, seperti pembelajaran berbasis proyek pembelajaran berbasis proyek memberikan siswa kesempatan untuk terlibat dalam pengalaman belajar yang nyata.
Dengan merancang dan menyelesaikan proyek, siswa belajar mengatur waktu, mencari sumber daya, dan mengevaluasi hasil kerja mereka sendiri.
Pembelajaran berbasis proyek seperti dikatakan Thomas (2000) tidak hanya meningkatkan motivasi siswa tetapi juga mengembangkan kemampuan mereka untuk belajar secara mandiri.
Selain itu strategi yang bisa diterapkan adalah pemberian umpan balik yang konstruktif, umpan balik yang tepat waktu dan konstruktif dari guru membantu siswa memahami kemajuan mereka. Dengan umpan balik yang jelas, siswa dapat belajar mengidentifikasi langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai tujuan belajar.
Zimmerman (2002) berpendapat bahwa umpan balik yang spesifik dapat mendorong siswa untuk mengambil tanggung jawab atas proses belajar. Meski demikian, efleksi diri sebagai proses yang penting dalam pengembangan kemandirian belajar ini.
Dengan mendorong siswa untuk merenungkan pengalaman belajar mereka, baik keberhasilan maupun tantangan, siswa dapat mengidentifikasi kekuatan dan area yang perlu diperbaiki.
Pada tataran ini, Candy (1991) menekankan bahwa refleksi diri membantu siswa mengembangkan kesadaran metakognitif yang diperlukan untuk belajar secara mandiri. Meski demikian, semua itu harus didukung adanya lingkungan belajar yang positif.
Jadi, sekolah dan guru perlu menciptakan suasana yang aman dan inklusif. Di mana siswa merasa nyaman untuk mengambil risiko dan belajar dari kesalahan. Hal ini sejalan dengan prinsip-prinsip pendidikan yang menekankan pentingnya dukungan sosial dan emosional dalam proses belajar (Hase, S., & kenyon, 2000).
Vygotsky (1978) juga menekankan peran interaksi sosial dalam mengembangkan kemandirian belajar. Sementara Bandura, (1977) menambahkan bahwa observasi dan imitasi mempengaruhi perkembangan kemandirian belajar.
Lave, J., & Wenger (1991) menyatakan bahwa pembelajaran dalam komunitas memfasilitasi pengembangan kemandirian belajar. Strategi ini tidak hanya meningkatkan keterlibatan siswa tetapi juga memberikan mereka kesempatan untuk belajar secara mandiri sambil mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian, kombinasi antara peran guru dan strategi pembelajaran yang tepat akan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pengembangan kemandirian belajar siswa.
Singkatnya, penulis menyimpulkan bahwa membangun kemandirian belajar merupakan tujuan pendidikan yang sangat relevan di era digital.
Sebab, dengan memanfaatkan teknologi dan pendekatan pembelajaran yang tepat, siswa dapat dilatih untuk menjadi individu yang mandiri dan berkompetensi tinggi, sehingga mereka siap menghadapi tantangan di masa depan.
Peran guru sebagai fasilitator juga sangat penting dalam proses ini, sehingga siswa dapat mengembangkan keterampilan yang diperlukan untuk belajar secara mandiri. Dengan demikian, pendidikan yang menekankan kemandirian belajar akan menghasilkan generasi yang lebih adaptif dan inovatif. Semoga! (Red)
*) Azzahra Syakirani Arlita, mahasiswa Jurusan Pendidikan Matematika, Universitas Sunan Kalijaga Yogyakarta