SUARAMUDA, SEMARANG — Layaknya jantung pada tubuh yang menjadi penghubung organ vital lainnya, begitu lah Simpang Lima bagi semarang. Setiap pengunjung maupun wisatawan yang datang ke Semarang pasti pernah melewati lokasi tersebut.
Hal itulah yang membuat Simpang Lima semakin lama semakin padat. Padat oleh kendaraan atau aktivitas ekonomi seperti penjual, kegiatan bermain di taman, dan masih banyak lainnya.
Fenomena itu juga menimbulkan penumpukan manusia serta volume kendaraan yang melebihi batas wajarnya, atau dengan istilah lain: excess capacity atau overcapacity.
Ya, Overcapacity ini dapat disebabkan oleh banyak hal, seperti sistem dan peraturan yang lemah, infrastruktur yang tidak memadai karena arus aktivitas yang terus meningkat, atau pengelolaan lahan yang buruk.
Kepadatan kendaraan dan aktivitas lalu lintas di Simpang Lima, menunjukkan sejumlah hasil yang menggambarkan kondisi lalu lintas baik pada jam sibuk pagi, sore, di hari kerja (weekdays), maupun pada akhir pekan (weekend).
Selama jam sibuk, terutama di hari kerja, kepadatan kendaraan meningkat. Jumlah kendaraan rata-rata masuk ke Simpang Lima melalui lima simpang yang diuji (Pahlawan, Pandanaran, Gadjah Mada, Ahmad Yani, dan Ahmad Dahlan).
Dikalkulasi, volume kendaraan bisa mencapai 300 hingga 800 per 10 menit pada pagi hari dan 500 hingga 900 kendaraan per 10 menit pada sore hari.
Meskipun aktivitas berkurang di akhir pekan, namun kepadatan di area Simpang Lima tetaplah sangat tinggi—terutama di daerah dekat pusat perbelanjaan dan lokasi wisata.
Suatu tempat dikatakan mengalami fenomena overcapacity, dapat dilihat melalui perhitungan matematis. Volume-to-capacity (VCR) analisis dengan membandingkan nilai volume kendaraan dengan kapasitas jalan. Analisis ini digunakan untuk klasifikasi kondisi jalan tersebut.
Jika nilai VCR lebih dari 0,85, maka tempat itu juga dikatakan overcapacity. Dan Simpang Lima mengalami fenomena ini karena melalui perhitungan VCR, jumlahnya mencapai 0,87.
Hal ini menjadi konsen penting untuk semua pihak. Lebih jauh, overcapacity dapat dikatakan sebagai masalah yang tidak kecil. Overcaapcity menimbulkan bannyak masalah.
Harga yang harus Dibayar
Ada dampak negatif atau harga yang harus dibayar yang ditimbulkan dari fenomena overcapacity ini—yang tentunya mempengaruhi banyak aspek dalam kehidupan kita.
Terdapat beberapa dampak buruk dari fenomena overcapacity di Simpang Lima. Pertama, peningkatan emisi karbon. Sebagai pusat lalu lintas, Simpang Lima menghasilkan emisi karbon yang tinggi.
Emisi ini berasal dari kendaraan yang berhenti lama saat kemacetan, kendaraan dengan kecepatan rendah, dan kendaraan yang sering berhenti-berangkat.
Kedua, membludaknya sampah pastik. Terlihat peningkatan produksi sampah, terutama botol plastik, kantong plastik, dan kemasan sekali pakai lainnya, pada pagi dan sore hari. Sampah plastik ini menjadi masalah besar saat jumlah pengunjung meningkat.
Ketiga, kemacetan. Kemacetan lalu lintas yang diakibatkannya menyebabkan terhambatnya perjalanan, terutama bagi kendaraan darurat seperti ambulans yang seringkali terjebak kemacetan.
Hal ini juga menimbulkan konflik sosial, seperti cekcok antara petugas parkir liar dan pengemudi, serta keluhan masyarakat mengenai waktu tempuh yang lebih lama.
Keempat, pencemaran udara. Pencemaran udara disebabkan oleh penumpukan sampah hasil kegiatan perdagangan kaki lima di Simpang Lima terutama pada sore dan malam hari.
Tumpukan sampah yang tidak dikelola dengan baik menimbulkan bau menyengat dan mengganggu kenyamanan wisatawan dan pengendara.
Kelima, kesesakan. Banyaknya lalu lintas, terutama pada jam-jam sibuk (siang hari kerja dan akhir pekan), menyebabkan terjadinya kemacetan lalu lintas.
Berdasarkan pantauan langsung, waktu tempuh kendaraan pada jam sibuk meningkat dua kali lipat dibandingkan jam normal. Hal ini juga menyebabkan kemacetan kendaraan di beberapa titik penting seperti simpang Ahmad Yani dan Simpang Gadjah Mada.
Perbaikan yang berkelanjutan untuk jantung Semarang yang lebih baik
Banyaknya dampak negatif yang dihasilkan oleh permasalahan overcapacity ini, mendorong banyak pihak untuk mencari solusi atau strategi terbaik.
Solusi ini tentunya tidak akan sederhana karena banyak aspek yang harus dipertimbangkan. Beberapa hal yang mungkin bisa lakukan sebagai usaha untuk mengurangi fenomena over kapasitas yang terjadi.
Pertama, memasifkan penggunaan transportasi publik yang diikuti dengan peningkatan fasilitas yang disediakan, seperti bus stops, fleets, and sufficient routes.
Kedua, menambahkan parking lot. Hal ini didasarkan oleh fakta bahwa masih banyak kendaraan yang parkir secara sembarangan di Simpang Lima yang pada akhirnya menyebabkan macet dan bermuara pada fenomena overcapacity.
Ketiga, dari sisi pemerintah, over kapasitas bisa dikurangi dengan menaikkan pajak bagi usaha yang ada. Hal ini mungkin menimbulkan kontroversi. Namun dengan pertimbangan dan komposisi kenaikan yang tepat maka solusi ini akan memberikan perubahan signifikan pada permasalahan over kapasitas yang ada di Simpang Lima.
Keempat, dari sisi usaha, para pedagang sebaiknya mulai bijak dalam menggunakan listrik serta me-manage sampah yang mereka miliki.
Kelima, pemerintah dan pelaku usaha di Simpang Lima bisa juga melakukan kolaborasi dalam mengamankan kondisi Simpang Lima pada berbagai waktu, terutama saat terdapat acara penting yang memungkinkan Simpang Lima mengalami kepadatan yang berbahaya.
Yuk, jaga jantung Semarang baik-baik!
Sebagai jantung dari semarang, Simpang Lima memiliki potensi besar untuk terus berkembang menjadi lokasi yang hebat dan menjadi daya tarik. Namun terdapat masalah yang menghambat perkembangan tersebut, yaitu fenomena overcapacity yang terjadi saat ini.
Dampak yang dihasilkan juga beragam, mulai dari emisi karbon yang meningkat, keramaian, kemacetan, dan banyak lainnya. Hal ini tentunya membutuhkan perhatian mendalam.
Strategi yang dapat ditawarkan diantaranya melalui penggunaan transportasi umum, penambahan titik parkir, penambahan pajak, dan masih banyak lagi. Namun semua ini dapat berjalan dengan baik jika sudah tertanam mindset yang baik pula oleh masyarakat Semarang. Sehingga semua saran dan strategi ini bisa mencapai kondisi yang diharapkan.
Artikel ini disusun sebagai output Program Vulnerability to Viability dalam kegiatan Student Go International – World Class University Universitas Diponegoro di Malaysia.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dra. Indah Susilowati, M.Sc., Ph.D., Prof. Dr. Nugroho SBM, M.Si., dan Prof. Drs. Waridin, M.S., Ph.D., atas bimbingan yang diberikan selama proses penulisan artikel ini.
Penulis: Angelica Cherestella Tambunan dan Jenny Helenatasya Putri, mahasiswa semester 5, Ilmu Ekonomi, Universitas Diponegoro