suaramuda

Tiga Rektor Kampus Ternama ini Tolak Tulis Gelar Profesornya, “Agak Lain” ini mah!

SUARAMUDA – Salah satu fenomena yang belakangan ini naik ke permukaan yakni sejumlah pimpinan perguruan tinggi yang menolak penulisan gelar, selain urusan akademik. Bahkan, para rektor ini meminta agar para dosen melakukan hal serupa.

Dilansir beritamanado (25/7/2024), berapa rektor yang menolak penulisan gelarnya dapat dirangkum sebagai berikut.

1. Rektor Universitas Islam Indonesia Jogja
Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Fathul Wahid menegaskan agar para pejabat struktural di lingkungan UII untuk menuliskan nama tanpa gelar. Baginya, kampus sudah seharusnya menjadi salah satu tempat paling demokratis.

“Jabatan profesor memang sebuah capaian akademik, tetapi yang melekat di sana lebih banyak tanggung jawab publik,” katanya.

suaramuda

Profesor di Indonesia, kata dia, semakin banyak, namun sulit untuk mencari yang benar-benar konsisten melantangkan kebenaran saat terjadi penyelewengan.

2. Rektor Universitas Airlangga Surabaya
Rektor Unair, M. Nasih, juga mengeluarkan imbauan yang senada. Dia juga berharap agar para dosen di kampusnya tidak mencantumkan gelar pada namanya di beberapa surat dokumen.

Dalam penilaiannya, gelar tak perlu ditulis jika itu bukan untuk tugas akademis. “Kalau di Unair, kami meminta gelar itu tidak perlu ditulis kalau sifatnya administratif, karena bukan tugas akademis, kecuali kalau wisuda, menjadi penguji, dan tugas akademis lainnya,” katanya.

Nasih bahkan menyarankan agar penilaian guru besar harus lebih kuat dan disaring lagi. Hal ini, kata dia, untuk menjaga posisi guru besar tetap sakral dan mulia.

“Jangan sampai orang yang belum waktunya dapat gelar itu, malah dapat sebelum waktunya,” katanya.

3. Rektor UPN Veteran Jakarta
Rektor UPNVJ, Anter Venus, juga mengaku tekah lama menerapkan hal itu di kampusnya. Dirinya juga tidak mencantumkan gelar pada nama, dalam surat, dokumen, termasuk kala bersurat dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).

Di Indonesia, kata Venus, pengakuan publik seolah lebih penting dibanding substansi masalah yang dibicarakan. Padahal, jika dibandingkan dengan luar negeri, jabatan atau gelar adalah hal yang biasa.

Dirinya pun menyayangkan orang-orang yang sudah mendapatkan jabatan guru besar, namun kualitas keilmuannya tidak ada.

“Gelar akademik ini kan kaitannya dengan kemampuan orang untuk memahami dan mengembangkan dunia keilmuan, serta melihat berbagai potret masalah di sekitar mereka,” katanya. (Red)

Redaksi Suara Muda, Saatnya Semangat Kita, Spirit Indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like
Promo