
SUARAMUDA – Nahdlatul Ulama (NU) yang menjadi representasi dari Islam Nusantara diharapkan mampu menjadi ‘guide’ bagi Islam-islam lain di seluruh dunia. Hal itu dikatakan Prof Gautam Kumar Jha, dari Jawaharlal Nehru University India dalam kuliah tamu Magister llmu Politik (MIP) FISIP Universitas Wahid Hasyim Semarang, Sabtu, (22/6/2024).
“Islam Indonesia memang beda dari Islam-islam lain di seluruh dunia, termasuk di India. Islam di Indonesia bisa menghormati agama-agama lainnya, “ungkap Prof. Gautama, seperti disampaikan dalam perkuliahan MIP kelas filsafat.
Lalu, ia membandingkan konflik agama yang terjadi di India. Menurutnya, konflik etnis Muslim versus Hindu memang benar adanya. Namun konflik itu hanya muncul di perkotaan saja, sedangkan di pelosok India kehidupan antarumat beragama justru baik-baik saja.
“Di daerah perkotaan, konflik antaragama terutama di daerah basis jamaah tabligh. Ini pantas saja, karena jamaah tabligh dunia memang sentralnya ada di India, “papar guru besar kampus Jawaharlal Nehru University India itu.
“Dan memang itu (baca: jamaah tabligh) seringkali menjadi pemicu konflik keagamaan di India. Secara karakter Keislamannya, kaku, dan seolah anti pada non-Muslim yang ada di sana, “imbuhnya.
Pakar politik internasional bidang kajian China dan Asia Timur itu mengatakan, faktor media sosial pada masyarakat perkotaan India juga rentan menjadi pemicu konflik antar agama di India.
“Selain itu, faktor sosial media juga menjadi pemicu konflik antaragama. Sedangkan di India tidak ada kementerian agama yang mengatur secara khusus bidang keagamaan seperti di Indonesia, “katanya.
Dikatakan pula, pemerintah India tak bisa mengatur sekaligus mengintervensi urusan agama bagi masyarakatnya. Meski demikian, pemerintah tetap akan melakukan tindakan jika terjadi konflik-konflik antaragama.
Singgung masalah sosial dan politik
Selain mengupas dinamika Islam di India, Prof Gautam, sebagaimana panggilan akrabnya, juga menarik korelasi dengan model Keislaman yang ada di Indonesia, serta bidang-bidang lainnya.
Pada sesi tanya jawab, peneliti India yang telah fasih berbahasa Indonesia itu menyinggung juga sistem ekonomi, politik dan pergulatan India dalam pergaulan internasional.
Ia juga menyinggung tentang program makan siang gratis yang telah berlangsung di negaranya sejak 40 tahun yang lalu. Ia mengatakan, setiap anak sekolah tingkat dasar (SD) hingga SMA mendapatkan makan gratis dari pemerintah.
“Di India, program makan siang gratis bahkan telah berkembang dan bertambah lagi, sarapan gratis. Jadi ada dua program makan gratis dari pemerintah, “tutupnya. (***)